Pada masa sebelum kekuatan Eropa
Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia Tenggara, belum ada Indonesia.
Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia terdiri dari pulau-pulau
dan tanah yang dikuasai oleh berbagai kerajaan dan kekaisaran, kadang-kadang
hidup berdampingan dengan damai sementara di lain waktu mereka berada pada
kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas ini kurang memiliki rasa
persatuan sosial dan politik seperti yang dimiliki Indonesia sekarang.
Jauh sebelum Indonesia resmi merdeka para masyarakat kuno
nusantara telah mengenal sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan. Kerajaan
di Nusantara didirikan oleh para pedagang dari negeri tetanga dan negeri lainya
seperti China, India, dan Arab. Indonesia yang saat itu menjadi jalur strategis
pelayaran menjadi salah satu faktor para pedagang masuknya aliran Hindu-Budha
yang dibawa oleh pedagang dari Cihna yang menjadi cikal bakal berdirinya
kerajaan di Indonesia.
Salah
satu kerajaan yang pernah berdiri dan berkuasa di Pulau Sumatera adalah
Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kebesaran kerajaan ini dapat dilihat dari Istana
Siak Sri Indrapura yang masih berdiri hingga saat ini. Istana Siak Sri
Indrapura berlokasi di Sri Indrapura, Kp. Dalam, Kabupaten Siak, Riau. Istana
ini memiliki nama lain yaitu Istana Asserayyah Hasyimiah atau Istana Matahari
Timur. Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura sudah berstatus sebagai cagar budaya
yang ditetapkan pada tanggal 3 Maret 2004.
Kerajaan Siak Sri
Indrapura didirikan pada tahun 1723 M oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan
Abdul Jalil Rahmat Syah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dengan istrinya
Encik Pong, dengan pusat kerajaan berada di Buantan. Konon nama Siak berasal
dari nama sejenis tumbuh-tumbuhan yaitu siak-siak yang banyak terdapat di situ.
Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak berada dibawah kekuasaan Johor. Yang
memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan diangkat oleh
Sultan Johor. Namun hampir 100 tahun daerah ini tidak ada yang memerintah.
Daerah ini diawasi oleh Syahbandar yang ditunjuk untuk memungut cukai hasil
hutan dan hasil laut.
Pada awal tahun 1699
Sultan Kerajaan Johor bergelar Sultan Mahmud Syah II mangkat dibunuh Magat Sri
Rama, istrinya yang bernama Encik Pong pada waktu itu sedang hamil dilarikan ke
Singapura, terus ke Jambi. Dalam perjalanan itu lahirlah Raja Kecik dan
kemudian dibesarkan di Kerajaan Pagaruyung Minangkabau. Sementara itu pucuk
pimpinan Kerajaan Johor diduduki oleh Datuk Bendahara tun Habib yang bergelar Sultan
Abdul Jalil Riayat Syah.
Setelah Raja Kecik
dewasa, pada tahun 1717 Raja Kecik berhasil merebut tahta Johor. Tetapi tahun
1722 Kerajaan Johor tersebut direbut kembali oleh Tengku Sulaiman ipar Raja
Kecik yang merupakan putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Dalam merebut
Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu oleh beberapa bangsawan Bugis.
Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar pada
kedua belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak
Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan
dan seterusnya mendirikan negeri baru di pinggir Sungai Buantan (anak Sungai
Siak). Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan. Namun, pusat
Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan.
Pusat kerajaan kemudian
selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke
Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan
Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif Ismail Jalil Jalaluddin (1827-1864) pusat
Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap
disana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.
Pada masa Sultan ke-11
yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yang memerintah
pada tahun 1889-1908, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan
istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah yang dibangun pada tahun
1889. Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan
terutama dibidang ekonomi. Dan masa itu pula beliau berkesempatan melawat ke Eropa
yaitu Jerman dan Belanda.
Setelah wafat, beliau
digantikan oleh putranya yang masih kecil dan sedang bersekolah di Batavia
yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim dan baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan
sebagai Sultan Siak ke-12 dengan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil
Syaifuddin dan terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani (Sultan
Syarif Kasim II). Bersamaan dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Republik
Indonesia, beliau pun mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan tak
lama kemudian beliau berangkat ke Jawa menemui Bung Karno dan menyatakan
bergabung dengan Republik Indonesia sambil menyerahkan Mahkota Kerajaan serta
uang sebesar Sepuluh Ribu Gulden. Dan sejak itu beliau meninggalkan Siak dan bermukim
di Jakarta.Baru pada tahun 1960 kembali ke Siak dan mangkat di Rumbai pada
tahun 1968.
Beliau tidak
meninggalkan keturunan baik dari Permaisuri Pertama Tengku Agung maupun dari
Permaisuri Kedua Tengku Maharatu. Pada tahun 1997 Sultan Syarif Kasim II
mendapat gelar Kehormatan Kepahlawanan sebagai seorang Pahlawan Nasional
Republik Indonesia.Makam Sultan Syarif Kasim II terletak di tengah Kota Siak
Sri Indrapura tepatnya di samping Mesjid Sultan yaitu Mesjid Syahabuddin.
Diawal Pemerintahan
Republik Indonesia, Kabupaten Siak ini merupakan Wilayah Kewedanan Siak di
bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak.
Barulah pada tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibukotanya Siak
Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.
Istana
Siak ini terdiri dari dua lantai dan berdenah segi empat silang. Gaya
arsitektur bangunannya tampak menggabungkan gaya Melayu, Arab, dan Eropa.
Setiap sudut bangunan terdapat pilar bulat dengan ujung puncaknya ada hiasan
burung garuda. Pindu dan jendela istana dirancang dengan bentuk kubah serta
dihiasi mozaik kaca. Ada 15 ruangan dari dua lantai Istana Siak. Lantai satu
terdiri dari enam ruangan. Sementara lantai dua terdiri dari sembilan ruangan.
Adapun enam ruangan di lantai satu berfungsi sebagai tempat sidang dan ruangan
untuk menerima tamu. Sedangkan sembilan ruangan pada lantai dua berfungsi
sebagai tempat peristirahatan Sultan dan tamu-tamu kerajaan. Saat ini Istana
Siak Sri Indrapura berfungsi sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau.
Istana ini menjadi museum tempat menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan
Siak.
Sumber:
https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/sejarah-prakolonial/item123?
https://web.siakkab.go.id/sejarah-siak/