Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Tantangan Pengelolaan Aset Kilang LNG Badak : Supply Demand yang Menurun dan Pandemi Covid-19
Dimas Aditya Saputra
Sabtu, 10 Juli 2021   |   4227 kali

Pendahuluan

Berlimpahnya sumber daya alam berupa gas alam yang tersimpan di dalam perut bumi Indonesia membuat kilang gas, gas alam cair atau Liquified Natural Gas memiliki peran yang amat penting dalam roda perekonomian Indonesia. Gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) adalah gas alam yang telah diproses dengan menghilangkan ketidakmurnian dan hidrokarbon berat dan kemudian dikondensasi menjadi cairan pada tekanan atmosfer dengan mendinginkannya sekitar -160° Celcius. LNG ditransportasi menggunakan kendaraan/kapal yang dirancang khusus dan ditaruh dalam tangki yang juga dirancang khusus. LNG memiliki isi sekitar 1/640 dari gas alam pada Suhu dan Tekanan Standar.

Dalam skala yang lebih besar, gas alam cair atau LNG dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, dan bahan baku industri, LNG diregasifikasi (diubah kembali menjadi bentuk gas) terlebih dahulu di terminal penerimaan LNG (LNG Receiving Terminal). Kebutuhan listrik di Jakarta dan sekitarnya misalnya, dapat diperoleh dari pasokan LNG dari kilang LNG Badak yang diangkut oleh kapal LNG, dimana LNG yang telah tiba di lepas pantai Jakarta diubah menjadi gas dengan peralatan receving terminal untuk selanjutnya menggerakkan turbin sehingga menghasilkan listrik.

Salah satu kilang LNG terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah Kilang LNG Badak,  merupakan salah satu aset kelolaan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Ditjen Kekayaan Negara yang merupakan Barang Milik Negara dan telah tercatat dalam Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (Bagian Anggaran 99).

Aset kilang LNG Badak berlokasi di kota Bontang, Kalimantan Timur dengan luas area mencapai 2.100 Ha, yang terdiri dari plant site (kawasan pabrik pengolahan LNG) dan community site (kawasan penunjang seperti perumahan, rumah sakit, bandara dan sebagainya). Saat ini fasilitas yang difungsikan untuk pencairan gas alam hanya sebanyak 2 train dari 8 train yang tersedia, hal ini dikarenakan pasokan gas alam di sekitar Kalimantan Timur sudah jauh berkurang dibanding dengan awal tahun 2000 dimana pada saat itu semua train dapat beroperasi, train yang terakhir yaitu train H beroperasi pada bulan November 1999.

Peran LNG Badak dalam menunjang PNBP

Dalam mengoptimalisasikan aset kilang LNG Badak, LMAN melakukan kerjasama mitra pengelolaan dengan PT Pertamina (Persero) mengingat PT Pertamina memiliki kemampuan, keahlian, dan kewenangan pengawasan manajemen kepada PT Badak LNG. PT Badak LNG sejak awal merupakan pihak yang mengoperasikan kilang LNG Badak.  

Pada awalnya aset kilang ini merupakan bagian dari Pertamina karena pada saat itu Pertamina merupakan wakil negara dalam pengelolaan minyak dan gas bumi. Setelah Pertamina berubah menjadi Perseroan (PT), aset kilang LNG Badak dipisahkan dari PT Pertamina, karena nilai LNG Badak telah mengurangi nilai penyertaan modal negara di PT Pertamina,  yang selanjutnya melalui Keputusan Menteri Keuangan aset kilang LNG Badak ditetapkan sebagai Barang Milik Negara dalam penguasaan Menteri Keuangan sejak tahun 2008. Setelah LMAN berdiri, pada tahun 2016, aset kilang LNG Badak diserahkelolakan dari Direktur Jenderal Kekayaan Negara kepada Lembaga Manajemen Aset Negara.

Bersamaan dengan berdirinya LMAN, terdapat beberapa contract PSC pemrosesan gas yang akan berakhir. Sebagaimana diketahui, beberapa kontraktor atau contract PSC di masa lalu (mulai tahun 1977 s.d 2017) seperti PSC TEPI, VICO, dan CICO mengalirkan gasnya ke fasilitas kilang LNG Badak, para kontraktor tersebut tidak dikenai biaya pemanfaatan aset berhubung para kontraktor migas tersebut turut serta dalam biaya pembangunan fasilitas kilang LNG Badak. Pada periode tersebut, pemerintah diwakili oleh Pertamina selaku pemilik aset kilang LNG Badak tidak memungut biaya pemanfaatan aset.

Setelah pembangunan kilang LNG Badak selesai dan sesuai ketetapan dari Kementerian Keuangan, pemanfaatan aset oleh kontraktor baru yaitu pasca 2017 baik dalam rangka perpanjangan kontrak maupun penyediaan sumber gas baru secara komersial diwajibkan menyetor besaran tarif pemanfaatan kepada pemilik aset (dalam hal ini LMAN selaku pihak penerima serah kelola aset dari pemerintah). Proyek baru pasca 2017 tersebut seperti IDD Chevron Bangka dan ENI. Namun demikian, baik sebelum era 2017 maupun setelah 2017 untuk biaya operasional kilang dibebankan kepada para gas producer dengan konsep fair share (makin besar menyalurkan gas ke kilang LNG Badak makin besar pemilik gas tersebut menanggung biaya operasional). Dengan demikian LMAN tidak dibebankan untuk menanggung kewajiban biaya operasional kilang. Mulai akhir tahun 2016, LMAN memperoleh setoran PNBP dari pemanfaatan aset melalui ENI yang mengelola Lapangan Jangkrik.

Selain memperoleh PNBP dari sisi aset, Pemerintah juga memperoleh PNBP dari pendapatan pengelolaan minyak dan gas bumi yang merupakan bagian negara setelah dikurangi biaya transportasi, biaya operasi pencairan gas, dan biaya Cost Recovery KKKS, saat ini dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Migas dan Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.

LNG Indonesia berada dalam kondisi kritis

Dengan turunnya produksi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di Wilayah Kalimantan Timur yang selama ini memasok gas alam ke kilang LNG Badak mengakibatkan kilang LNG Badak hanya menjalankan 2 train saja, padahal sudah ada pemasok/gas produsen baru yaitu ENI yang mengelola Lapangan Jangkrik dan Chevron Rapak yang mengelola lapangan Bangka.  Kondisi tersebut semakin kritis akibat tidak diperpanjang kontraknya kontrak penjualan LNG dengan konsorsium perusahaan Jepang atau Western Buyer Extension (WBX) yang menjadi kontrak jual beli LNG tertua di Indonesia. Padahal kunci utama bisnis gas dan LNG adalah adanya kontrak pembelian dalam jangka panjang. Karakteristik penjualan LNG tidak semudah menjual minyak yang dapat disimpan dan dijual secara eceran. Rangkaian bisnis LNG bersifat dedikatif dan terintegrasi.

Selain menghadapi penurunan pengiriman LNG, Indonesia mengalami penurunan permintaan domestik karena ekonomi sedang berjuang melawan Covid-19, hal ini membawa resiko yang lebih besar bagi prospek LNG untuk jangka panjang. Kilang LNG Badak merupakan tulang punggung pemasok utama LNG ke Jakarta dan hotspot pariwisata Bali. Akibat penurunan pengiriman LNG telah membebani biaya produksi secara keseluruhan. Selain itu, dengan turunnya permintaan LNG dan tidak adanya tambahan dari gas dari lapangan baru akan mengancam ditutupnya 1 train lagi di tahun depan sehingga nasibnya akan seperti saudara seangkatannya yaitu Kilang LNG Arun yang menutup semua trainnya pada tahun 2014.

 


Kondisi darurat ini harus segera ditangani secara komprehensif oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dari sisi bisnis kilang LNG, Pemerintah seyogyanya mempercepat adanya tambahan pasokan gas baru yang berskala besar yaitu pengembangan lapangan Gendalo-Gehem yang kelola Chevron dan usaha Abadi INPEX. Namun demikian, di tengah harga gas yang sangat rendah, hal tersebut sangat menjadi tantangan bagi Pemerintah. Selain itu, perlunya mencari alternatif pembeli LNG selain WBX guna kesinambungan operasional di Kilang LNG Badak.

Dari sisi pengelolaan aset negara, guna mempertahankan PNBP dari aset, dapat dilakukan dengan mengoptimalisasikan aset non core bisnis baik berupa lahan, bangunan, dan peralatan yang idle. Perlunya dilakukan Highest and Best Use Analysis Asset Non Core dan Concept Development pemanfaatan Kilang LNG Badak sehingga dapat digunakan bukan hanya untuk pengoperasian pencairan gas melainkan pelaksanaan kegiatan komersial lainnya.

Dengan operasi hulu dan hilir yang berkesinambungan dan pengelolaan aset yang dinamis diharapkan mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi baik di wilayah Kilang LNG Badak maupun secara nasional.

 

Asep Wawan Kurniawan

Kabid Piutang Negara

Kanwil DJKN Papua, Papua Barat, dan Maluku

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini