Pada tulisan sebelumnya, penulis telah
membahas mengenai pelimpahan wewenang berupa mandat.
Nah, sekarang penulis ingin melanjutkan
membahas bentuk pelimpahan wewenang lainnya, yaitu delegasi.
Selain mandat, pelimpahan wewenang
berupa delegasi ini banyak kita temui dalam pelaksanaan tugas sebagai aparatur
sipil negara. Delegasi sebagai salah satu bentuk legitimasi dalam
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan ini adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.
Berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, delegasi adalah
pelimpahan kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah
dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi.
Delegasi ini
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau
pejabat pemerintahan memperoleh wewenang melalui delegasi apabila:
a.
diberikan oleh badan/pejabat
pemerintahan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan lainnya;
b.
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
dan
c.
merupakan wewenang
pelimpahan baru atau sebelumnya telah ada.
Kewenangan yang didelegasikan kepada badan dan/atau pejabat
pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain
dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ketentuan peraturan
perundang-undangan menentukan lain, badan dan/atau pejabat pemerintahan yang
memperoleh wewenang melalui delegasi dapat mensubdelegasikan tindakan kepada
badan dan/atau pejabat pemerintahan lain dengan ketentuan:
a. dituangkan
dalam bentuk peraturan sebelum wewenang dilaksanakan;
b. dilakukan
dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan
c. paling
banyak diberikan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan satu tingkat di
bawahnya.
Terhadap pelimpahan wewenang delegasi yang sudah disubdelegasikan ini masih dimungkinkan untuk diturunkan lagi kewenangannya ke bawah yaitu dalam bentuk mandat.
Jadi salah satu
ciri dari pelimpahan dalam bentuk delegasi ini
adalah kewenangan dari si pemberi wewenang yang hanya dapat diturunkan satu tingkat di bawahnya. Ciri lain
dari pelimpahan dalam bentuk delegasi ini adalah :
a.
hakikat
dari delegasi adalah pelimpahan wewenang;
b.
prosedur
pelimpahan adalah dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain, dengan
peraturan perundang-undangan;
c.
tanggung jawab jabatan
dan tanggung jawab gugat beralih
kepada delegataris;
d. tanggung jawab pribadi karena mal-administrasi (antara lain melawan hukum, penyalahgunaan wewenang,
gratifikasi dll), menjadi
tanggung jawab pelaku;
e. si
pemberi wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada
pencabutan dengan berpegang pada asas “contarius
actus”. Asas contrarius actus ini
adalah asas yang menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”)
yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk
membatalkannya. dan
f. bentuk dari tata naskah dinasnya
biasanya berupa tanpa a.n.
dll (langsung)
Terakhir, menurut hemat penulis wewenang delegasi
ini sejatinya melekat pada penyelenggara pemerintahan, bukan perseorangan yang
mengisi jabatan, karena fungsi pemerintahan hanya akan melekat pada
perseorangan tersebut sepanjang ia menduduki jabatan terkait, sehingga ketika
terjadi pergantian pengisian jabatan, fungsi pemerintahan berikut kewenangan tersebut
menjadi melekat pada pengganti pengisi jabatan tersebut.
Semoga bermanfaat.
(Penulis :
Prihatin)
Referensi :
1.
Hukum Administrasi Negara, Ridwan HR, PT.
Raja Grafindo Persada, 2006
2.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan
3.
https://kalteng.bpk.go.id/ujdih/asset/materi/tahukahanda/PerbedaanDelegasiMandat.pdf