Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Napak Tilas Sam Po Kong
Kharis Syuhada
Senin, 18 Oktober 2021   |   15733 kali

                Kelenteng Gedung Batu atau biasa juga disebut Kelenteng Sam Po Kong, demikian orang Semarang menamainya, merupakan salah satu lokasi wisata sekaligus merupakan tempat peribadatan bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Berlokasi di daerah Simongan, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan tidak jauh dari Jembatan Banjir Kanal Barat, Kelenteng ini terkenal karena merupakan tempat pemujaan kepada seorang Laksamana dari jaman Dinasti Ming (1368-1643) dalam masa pemerintahan Kaisar Yung Lo (1402-1424) yang bernama Zheng He (1371-1435).

            Dikisahkan Laksamana Zheng He (sering disebut juga dengan nama Laksamana Cheng Ho) sedang berlayar melewati Laut Jawa dan kemudian merapat ke Pantai Utara Semarang. Sebagai seorang nahkoda yang beragama Islam yang tengah berlayar menjelajah dunia sambil menyebarkan ajaran Islam, beliau mendirikan sebuah masjid di tepi pantai tersebut yang sekarang telah berubah fungsi menjadi Kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan Pantai Utara Jawa selalu mangalami pendangkalan diakibatkan adanya sedimentasi sehingga lambat-laun daratan semakin bertambah luas ke arah utara.

 

Zheng He dan Sam Po Kong

            Apakah Zheng He dan Sam Po Kong adalah orang yang sama? Salah satu sumber mengungkapkan bahwa Zheng He memiliki nama lain Mahuan yang merupakan nama keturunan Mongol (bukan keturunan China) yang menjabat sebagai nahkoda kapal. Sedangkan Sam Po Kong merupakan pemilik kapal niaga tersebut, jadi seharusnya kedua nama tersebut merupakan dua tokoh yang berbeda. Kedua tokoh ini dipercaya memiliki misi yang sama yaitu menyebarkan agama Islam disepanjang kegiatan berdagangnya (walaupun bukti sejarah dokumentasi terhadap kisah ini belum ditemukan).

            Sumber lain yang lebih akurat mengemukakan fakta sebaliknya, dimana Zheng He dan Sam Po Kong adalah tokoh yang sama. Laksamana Zheng He adalah tokoh asli keturunan China. Nenek moyangnya berasal dari Asia Tengah dan menikah dengan bangsa Han, Tiongkok. Ketika peralihan dari Dinasti Yuan ke Dinasti Ming, ayah Zheng He terbunuh dalam peperangan. Zheng He muda ditangkap oleh Tentara Ming dan menjadi pesuruh rumah di tempat Pangeran Zhu Di. Zheng He bekerja sangat rajin dan merupakan salah satu orang kepercayaan Sang Pangeran. Ketika Sang Pangeran naik tahta dan menjadi Kaisar Yung Lo pada tahun 1402, Zheng He diangkat menjadi Kasim Tinggi karena pengabdian dan keberaniannya. Konon, Laksamana Zheng He mendapat penghargaan dan diangkat menjadi Thai Kam dengan gelar San Po/Sam Po (Thai Kam merupakan pejabat yang dekat dengan keluarga Kaisar). Sejak tahun 1431 itulah, Cheng Ho lebih dikenal dengan gelar Sam Po Kong/Sam Po Toa Lang atau Dewa Tiga Pusaka atau Tri Ratna.

            Pada masa itu garis pantai Semarang masih terletak di kaki perbukitan Simongan, dan pantai Semarang merupakan pelabuhan penting yang banyak disinggahi para pedagang asing yang berasal dari Melayu, China dan Belanda. Komunitas China yang datang ke Semarang dipimpin oleh Sam Po Tay Djien atau lebih dikenal dengan nama Zheng He, seorang Thaikam yang menganut agama Islam. Armada Zheng He adalah armada China pertama yang mendarat di Semarang. Sepeninggal Zheng He daerah Simongan Semarang mulai ramai ditempati oleh pendatang China yang merantau ke Semarang dan lambat laun berkembang menjadi perkampungan.Dalam perkembangannya kawasan Simongan tumbuh menjadi perkampungan China pertama di Semarang dan menjadi ramai dengan penduduk yang berprofesi sebagai petani dan pedagang.

         Pemberontakan pada tahun 1742 yang dilakukan oleh orang China menyebabkan sebagian orang-orang China yang berada dikawasan Gedung Batu dipindahkan ke pecinan (Kawasan Gang Baru sekarang). Setelah pemindahan tersebut kawasan Simongan tumbuh menjadi daerah pemukiman yang dalam perkembangannya menjadi daerah pemukiman dan industri. Peristiwa pemindahan tersebut membuat tradisi liturgi yang ada di klenteng pecinan sama dengan tradisi yang ada di klenteng Gedung Batu atau dikenal dengan nama lain Klenteng Sam Po Tay Djien atau Klenteng Sam Po Kong.

 

Bangunan dan Tempat Pemujaan

            Bangunan inti dari klenteng ini adalah sebuah gua batu dan merupakan tempat utama dari lokasi ini. Gua batu ini dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Zheng He beserta anak buahnya saat berkunjung ke Pulau Jawa. Didalamnya, pengunjung bisa melihat patung yang dipercaya sabagai patung Sam Po Tay Djien Pada tahun 1704 Gua peninggalan Zheng He tertimbun tanah longsor dan sebagai penghormatan, masyarakat setempat menggali Gua baru serta membangun altar yang dilengkapi dengan patung Zheng He dan pengawalnya.

            Di dalam bangunan ini akan kita jumpai hal-hal unik yang jarang terdapat di kuil China lainnya. Sebuah Gua batu yang didalamnya terdapat suatu altar Sam Po yang dipenuhi dengan lilin menyala. Berhubung Zheng He adalah seorang tokoh yang berasal dari daratan China, maka klenteng yang berdiripun kini digunakan sebagai tempat kegiatan pemujaan dan pencarian peruntungan sebagaimana tradisitradisi yang biasa dijalankan oleh masyarakat keturunan China hingga saat ini. Sepeninggal Zheng He daerah Simongan Semarang mulai ramai ditempati oleh pendatang China yang merantau ke Semarang dan lambat laun berkembang menjadi perkampungan. Dalam perkembangannya kawasan Simongan tumbuh menjadi perkampungan China pertama di Semarang dan menjadi ramai dengan penduduk yang berprofesi sebagai petani dan pedagang.

            Di lokasi Kelenteng Sam Po Kong ini juga dapat dijumpai altar dan makam orang-orang kepercayaan Laksamana Zheng He yang sering pula dikunjungi pengunjung untuk berziarah. Pemberian nama bangunan/gedung tersebut cukup unik mengingat pemberian nama didasarkan pada benda yang berasal dari kapal tersebut. Bangunan-bangunan tersebut diantaranya :

1.     Tempat Pemujaan Dewa Bumi

Disebut juga dengan nama Fu De Zheng Shen (Hok Tek Cheng Sin Hokkian).

2.     Tempat Pemujaan Dewa Bumi

Dikenal sebagai Klenteng Thao Tee Kong merupakan tempat pemujaan untuk mengucapkan rasa terima kasih atau memohon berkah dan keselamatan hidup kepada Dewa yang menguasai Bumi.

3.     Tempat Pemujaan Kyai Juru Mudi

Terdapat makam Juru Mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Zheng He.

4.     Tempat Pemujaan Sam Po Kong (Sam Po Tay Djien)

Tempat Pemujaan ini merupakan pusat seluruh kegiatan dalam komplek Gedung Batu. Digunakan untuk bersembayang memohon doa restu keselamatan, kesehatan, serta mengenang jasa Sam Po Tay Djien dengan mengadakan sembahyang. Di tempat ini ada gua yang mempunyai sumber air yang sering digunakan untuk mengobati keluarga yang sakit.

5.     Tempat Pemujaan Kyai Jangkar.

Di ruang ini ada 5 tempat pemujaan yang berdiri sendiri-sendiri :

a.   Tempat Sembahyang Arwah Ho Ping.

Adalah tempat untuk menyembah arwah yang tidak bersanak keluarga yang belum memperolah tempat di alam baka.

b.   Tempat Pemujaan Nabi Khong Tju.

Digunakan sebagai tempat penghormatan atas jasa Nabi Khong Tju (peletak dasar ajaran moral China)

c.   Tempat Mbah Kyai Jangkar.

Sebagai lokasi dan alat untuk konsentrasi dalam sembahyang.

d.   Tempat Pemujaan Kyai Cundrik Bumi.

Merupakan tempat penyimpanan pusaka jaman Sam Po Kong.

e.   Tempat Pemujaan Kyai & Nyi Tumpeng.

Disini terdapat prasasti dalam bentuk makam yang digunakan untuk memohon berkah serta menempa diri. Cara bersembahyang yaitu sebelum sembahyang harus menyalakan lidi dupa (Hio) untuk memohon perkenan Tee Khong atau Tuhan.

 

Tradisi Tahunan

            Perayaan tahunan peringatan pendaratan Laksamana Zheng He merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedung Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po Kong yang asli di Gedung Batu. Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh seorang tuan tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dialihkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong kemudian dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek China, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedung Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedung Batu.

           Pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, seorang dermawan yang juga dikenal sebagai Raja Gula Indonesia. Oei Tjie Sien sendiri membeli kawasan tersebut sebagai buah Nadzarnya yang akan membeli seluruh wilayah Simongan dan melindungi para peziarah yang akan bersembahyang di kelenteng tersebut apabila dirinya diberkahi kesuksesan dalam berdagang. Sejak dikuasai Oei Tjie Sien, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedung Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong setempat dan Pawai Sam Po Kong dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik yang besar bagi wisatawan baik lokal maupun manca negara hingga saat ini.

 

-        Dikutip dan Disusun dari Berbagai Sumber

-        Penyusun Naskah dan Foto : Wiji Yudhiharso Kusumo Putro

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini