Menurut
International Monetery Fund (2007), Sovereign Wealth Fund (SWF) adalah
dana investasi khusus yang dibuat atau dimiliki oleh pemerintah untuk memegang
atau menguasai aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang. Sementara menurut
Deutsche Bank Research (2007), sovereign
wealth funds atau state
investment funds adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh
negara yang memiliki, mengelola atau mengadministrasikan dana publik dan
menginvestasikannya ke dalam aset-aset yang lebih luas dan lebih beragam.
Robert M Kimmitt (2008) mendefinisikan SWF sebagai
sekumpulan besar modal yang dikendalikan oleh pemerintah dan diinvestasikan
dalam pasar swasta internasional atau kendaraan investasi pemerintah yang
didanai dengan aset-aset mata uang asing dan dikelola secara terpisah dari
cadangan devisa resmi. Kemudian International
Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG)
(2008) dalam SWFs Generally
Accepted Principles and Practices yang juga disebut
dengan Santiago
Principles mendefinisikan SWFs sebagai “special purpose investment funds or
arrangements, owned by the general government. Created by the general
government for macroeconomic purposes, SWFs hold, manage, or administer assets
to achieve financial objectives, and employ a set of investment strategies
which include investing in foreign financial assets. The SWFs are commonly
established out of balance of payments surpluses, official foreign currency
operations, the proceeds of privatizations, fiscal surpluses, and/or receipts
resulting from commodity exports. This definition excludes, inter alia, foreign
currency reserve assets held by monetary authorities for the traditional
balance of payments or monetary policy purposes, operations of state-owned
enterprises in the traditional sense, government-employee pension funds, or
assets managed for the benefit of individuals”.
Dengan
demikian, pada dasarnya SWF adalah dana abadi yang dimiliki oleh pemerintah
yang diinvestasikan dalam instrumen seperti: deposito untuk mendapatkan bunga,
saham untuk mendapatkan gain atau
dividen, atau instrumen bentuk lain untuk mendapatkan gain atau pendapatan
jenis lain. Dana pokoknya merupakan dana abadi sehingga tidak boleh diambil
sedangkan yang bisa diambil hanya dana yang berasal dari pendapatan dari
instrumen-instrumen seperti deposito, saham dan instrumen bentuk lain. Dana
pokok yang merupakan dana abadi tersebut bisa berasal dari dana APBN, dari
penerimaan seperti penerimaan migas atau dari sumber-sumber penerimaan lainnya
yang sah.
Menurut International
Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG) (2008) terdapat
3 tipe SWF yaitu 1) SWF yang dibentuk/didirikan dengan identitas atau badan
hukum yang terpisah, dengan kapasitas penuh untuk melakukan kegiatan dan diatur
oleh Undang-undang khusus (contoh Kuwait, Korea Selatan, Qatar dan United Arab
Emirates/Abu Dhabi Investment
Authority/ADIA). 2) SWF yang berbentuk perusahaan atau badan usaha
milik negara (contoh Temasek dan Government
of Singapore Investment Corporation/GIC dari Singapura, atau China Investment Corporation/CIC
dari China) yang tunduk pada UU tentang perusahaan dan juga tunduk pada UU
tentang SWF apabila ada. 3) SWF yang berbentuk sekumpulan aset tanpa adanya
atau dibentuknya identitas atau badan hukum tersendiri. Kumpulan aset tersebut
bisa dimiliki langsung oleh pemerintah atau bisa juga dimiliki oleh bank sentral
contohnya Botswana, Canada/Alberta, Chile dan Norwegia.
Pembentukan SWF sejatinya
sudah digagas cukup lama. Kementerian Keuangan membentuk Pusat Investasi
Pemerintah (PIP) sebagai cikal-bakal SWF Indonesia berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007. Pembentukan PIP mengacu pada skema SWF
yang dimiliki oleh Singapura, yakni Government Investment Center (GIC) dan
Temasek Holding, serta Khazanah di Malaysia. PIP mendapatkan suntikan modal
awal sebesar Rp 4 triliun. Setelah berdiri hampir delapan tahun, PIP
dilikuidasi pada 2015 karena investasinya dinilai tidak berkembang seperti
harapan pemerintah. Penutupan PIP dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 232/PMK.06/2015 yang ditandatangani Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro
pada 21 Desember 2015.
"Dalam perjalanannya,
GIC, Temasek, dan Khazanah bisa berjalan karena negaranya kelebihan cadangan
devisa," kata Bambang seperti dikutip Viva.co.id. Cadangan devisa
Indonesia dinilai terbatas, sehingga kemampuan investasi PIP tidak maksimal.
Selain itu, status PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) membuat sumber
anggarannya terbatas hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Aset-aset PIP senilai Rp 18,4 triliun dialihkan kepada PT Sarana Multi
Infrastruktur (SMI) yang akan dijadikan bank infrastruktur. Aset yang dialihkan
berupa kas dan investasi langsung. Kas meliputi dana tunai investasi, dana
geothermal, dan dana lainnya yang sebelumnya dikelola PIP.
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi. Peraturan ini telah
ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Desember 2020. PP Nomor 74
Tahun 2020 ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 15
Desember 2020. Dijelaskan dalam PP ini, Lembaga Pengelola Investasi (LPI)
adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka
pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“LPI bertujuan meningkatkan
dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam
rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan,” bunyi Pasal 5. LPI
merupakan Badan Hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah
Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagaimana ketentuan PP, LPI
dapat menggunakan nama “Indonesia Investment Authority” yang disingkat
INA.
Lembaga ini berfungsi
mengelola investasi dan bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi dan
mengendalikan serta mengevaluasi investasi. Adapun kewenangan LPI sebagaimana
disebutkan pada Pasal 7 ayat (1) adalah: a. melakukan penempatan dana dalam
instrumen keuangan; b. menjalankan kegiatan pengelolaan aset; c. melakukan
kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian (trust fund); d.
menentukan calon mitra investasi; e. memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau
f. menatausahakan aset.
“Dalam menjalankan
kewenangan sebagaimana dimaksud, LPI dapat melakukan kerja sama dengan mitra
investasi, manajer investasi, BUMN, badan atau lembaga pemerintah, dan/atau
entitas lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” bunyi Pasal 7 ayat
(2). Disebutkan di Pasal 8, organ lembaga ini terdiri atas Dewan Pengawas dan
Dewan Direktur.
Dewan Pengawas bertugas
melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan
Direktur. Dewan ini diketuai oleh Menteri Keuangan (merangkap anggota) dan
beranggotakan Menteri BUMN serta tiga orang lainnya yang berasal dari unsur
profesional. “Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden,” ditegaskan pada Pasal 9 ayat (2).
Sementara itu, Dewan
Direktur LPI berjumlah lima orang yang seluruhnya berasal dari unsur
profesional. Dewan ini bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional LPI.
Wewenang yang dimiliki Dewan ini antara lain merumuskan dan menetapkan
kebijakan LPI, melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional LPI, serta
mewakili LPI di dalam dan di luar pengadilan.
Sovereign wealth funds berbeda
dengan cadangan devisa yang dipegang bank sentral. Yang pertama biasanya
lebih berorientasi jangka panjang dan tujuan yang lebih utama dari sovereign
wealth funds adalah pengembalian dari pada likuiditas. Kebijakan investasi biasanya dalam
jangka waktu tiga sampai lima tahun. Sehingga lebih toleran terhadap risiko
daripada cadangan devisa.
Sementara itu, cadangan devisa yang dipegang
bank sentral negara bukanlah dana sovereign wealth funds karena
memiliki tujuan yang berbeda. Bank sentral menyimpan cadangan devisa dalam mata
uang asing untuk memenuhi kewajiban dan mendukung kebijakan moneter. Sehingga,
likuiditas menjadi tujuan utama. Dengan begitu, bank sentral dapat menariknya
sesaat ketika membutuhkan.
Jenis alokasi investasi dari masing-masing
jenis investasi akan bervariasi pada sovereign wealth funds satu negara
ke negara lainnya. Negara-negara yang khawatir dengan likuiditas dapat
membatasi investasi hanya pada instrumen utang publik yang sangat likuid.
Sedangkan, yang lebih toleran terhadap risiko akan mengalokasikan investasinya
ke perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek cerah seperti bank.
Dana investasi yang dikelola
dalam sovereign wealth funds berasal dari berbagai sumber, termasuk surplus
fiskal, operasi mata uang asing resmi, uang dari privatisasi, pembayaran
transfer pemerintah, pendapatan dari ekspor sumber daya alam. Diantara sumber
tersebut, kontributor terbesar biasanya berasal dari surplus perdagangan,
terutama energi. Negara-negara pengekspor memperoleh mata uang asing, terutama
dolar AS, dari penjualan minyak ke ke luar negeri. Mereka kemudian
menginvestasikannya untuk menghasilkan pengembalian yang tinggi, alih-alih
sebagai cadangan devisa.
Secara
umum, tujuan sovereign wealth funds adalah:
· Melindungi dan menstabilkan anggaran dan
ekonomi dari volatilitas berlebih akibat apresiasi mata uang domestik.
· Mendiversifikasi ekonomi dari sebelumnya
mengandalkan ekspor komoditas tidak terbarukan ke sektor yang bernilai tambah
lebih tinggi seperti manufaktur dan jasa.
· Menghasilkan pengembalian yang lebih besar
daripada cadangan devisa.
· Membantu otoritas moneter menghilangkan
likuiditas yang tidak diinginkan termasuk efek surplus perdagangan terhadap
penguatan mata uang domestik.
· Meningkatkan tabungan untuk generasi
mendatang sehingga dapat lebih siap untuk untuk menghadapi tantangan masa depan
dengan mengubah kekayaan sumber daya tidak terbarukan saat ini menjadi aset
keuangan terbarukan.
· Mendanai pembangunan sosial dan ekonomi
termasuk infrastruktur, baik fisik (seperti jalan dan jaringan kereta api)
maupun non fisik (seperti pendidikan dan kesehatan).
· Sebagai strategi politik ekonomi terutama
melalui investasi ke obligasi pemerintah, institusi dan perusahaan penting,
yang mengambil peran besar dalam perekonomian negara target.
Sovereign Wealth Fund memberikan harapan pada Bangsa Indonesia untuk memajukan bangsa ini melalui pembangunan sosial dan ekonomi di bidang infrastruktur fisik dan nonfisik dan menyediakan tabungan bagi generasi masa depan bangsa ini sehingga dapat menyosongsong masa depan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembalian hasil dari investasi yang dilakukan. Pemerintah Republik Indonesia termasuk di dalamnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, memastikan dana investasi yang akan dikelola Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund bebas dari praktik pencucian uang atau praktik kecurangan lainnya sehingga tujuan dan manfaat yang diharapkan dari adanya Sovereign Wealth Fund (SWF) dapat tercapai.
Penulis : I Made Murdwarsa Febriyanta
Sumber dan referensi:
Widowati, Hari. 2020. https://katadata.co.id/hariwidowati/finansial/5e9a4990baed0/mengenal-sovereign-wealth-fund-yang-ingin-dibentuk-jokowi,
diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.
Munandar, Yusuf. 2015. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/menciptakan-penerimaan-minyak-dan-gas-bumi-indonesia-yang-berkelanjutan-melalui-sovereign-wealth-fund/, diakses
pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.
--- . 2020. https://cerdasco.com/sovereign-wealth-funds/,
diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.
Elena, Maria. 2020. https://ekonomi.bisnis.com/read/20201218/9/1332929/cegah-swf-dari-praktik-pencucian-uang-begini-strategi-pemerintah,
diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.
Sekretariat Kabinet RI, Humas. 2020. https://setkab.go.id/pemerintah-terbitkan-pp-tentang-lembaga-pengelola-investasi/, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.