Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Mengenal Sovereign Wealth Fund, Dana Investasi untuk Masa Depan Bangsa
I Made Murdwarsa Febriyanta
Selasa, 19 Januari 2021   |   19491 kali

Menurut International Monetery Fund (2007), Sovereign Wealth Fund (SWF) adalah dana investasi khusus yang dibuat atau dimiliki oleh pemerintah untuk memegang atau menguasai aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang. Sementara menurut Deutsche Bank Research (2007)sovereign wealth funds atau state investment funds adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh negara yang memiliki, mengelola atau mengadministrasikan dana publik dan menginvestasikannya ke dalam aset-aset yang lebih luas dan lebih beragam. Robert M Kimmitt (2008) mendefinisikan SWF sebagai sekumpulan besar modal yang dikendalikan oleh pemerintah dan diinvestasikan dalam pasar swasta internasional atau kendaraan investasi pemerintah yang didanai dengan aset-aset mata uang asing dan dikelola secara terpisah dari cadangan devisa resmi. Kemudian International Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG) (2008) dalam SWFs Generally Accepted Principles and Practices yang juga disebut dengan Santiago Principles mendefinisikan SWFs sebagai “special purpose investment funds or arrangements, owned by the general government. Created by the general government for macroeconomic purposes, SWFs hold, manage, or administer assets to achieve financial objectives, and employ a set of investment strategies which include investing in foreign financial assets. The SWFs are commonly established out of balance of payments surpluses, official foreign currency operations, the proceeds of privatizations, fiscal surpluses, and/or receipts resulting from commodity exports. This definition excludes, inter alia, foreign currency reserve assets held by monetary authorities for the traditional balance of payments or monetary policy purposes, operations of state-owned enterprises in the traditional sense, government-employee pension funds, or assets managed for the benefit of individuals”.

Dengan demikian, pada dasarnya SWF adalah dana abadi yang dimiliki oleh pemerintah yang diinvestasikan dalam instrumen seperti: deposito untuk mendapatkan bunga, saham untuk mendapatkan gain atau dividen, atau instrumen bentuk lain untuk mendapatkan gain atau pendapatan jenis lain. Dana pokoknya merupakan dana abadi sehingga tidak boleh diambil sedangkan yang bisa diambil hanya dana yang berasal dari pendapatan dari instrumen-instrumen seperti deposito, saham dan instrumen bentuk lain. Dana pokok yang merupakan dana abadi tersebut bisa berasal dari dana APBN, dari penerimaan seperti penerimaan migas atau dari sumber-sumber penerimaan lainnya yang sah.

Menurut International Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG) (2008) terdapat 3 tipe SWF yaitu 1) SWF yang dibentuk/didirikan dengan identitas atau badan hukum yang terpisah, dengan kapasitas penuh untuk melakukan kegiatan dan diatur oleh Undang-undang khusus (contoh Kuwait, Korea Selatan, Qatar dan United Arab Emirates/Abu Dhabi Investment Authority/ADIA). 2) SWF yang berbentuk perusahaan atau badan usaha milik negara (contoh Temasek dan Government of Singapore Investment Corporation/GIC dari Singapura, atau China Investment Corporation/CIC dari China) yang tunduk pada UU tentang perusahaan dan juga tunduk pada UU tentang SWF apabila ada. 3) SWF yang berbentuk sekumpulan aset tanpa adanya atau dibentuknya identitas atau badan hukum tersendiri. Kumpulan aset tersebut bisa dimiliki langsung oleh pemerintah atau bisa juga dimiliki oleh bank sentral contohnya Botswana, Canada/Alberta, Chile dan Norwegia.

 

Pembentukan SWF sejatinya sudah digagas cukup lama. Kementerian Keuangan membentuk Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai cikal-bakal SWF Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007. Pembentukan PIP mengacu pada skema SWF yang dimiliki oleh Singapura, yakni Government Investment Center (GIC) dan Temasek Holding, serta Khazanah di Malaysia. PIP mendapatkan suntikan modal awal sebesar Rp 4 triliun. Setelah berdiri hampir delapan tahun, PIP dilikuidasi pada 2015 karena investasinya dinilai tidak berkembang seperti harapan pemerintah. Penutupan PIP dikukuhkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 232/PMK.06/2015 yang ditandatangani Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada 21 Desember 2015.

 

"Dalam perjalanannya, GIC, Temasek, dan Khazanah bisa berjalan karena negaranya kelebihan cadangan devisa," kata Bambang seperti dikutip Viva.co.id. Cadangan devisa Indonesia dinilai terbatas, sehingga kemampuan investasi PIP tidak maksimal. Selain itu, status PIP sebagai Badan Layanan Umum (BLU) membuat sumber anggarannya terbatas hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Aset-aset PIP senilai Rp 18,4 triliun dialihkan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang akan dijadikan bank infrastruktur. Aset yang dialihkan berupa kas dan investasi langsung. Kas meliputi dana tunai investasi, dana geothermal, dan dana lainnya yang sebelumnya dikelola PIP.

 

Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi. Peraturan ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Desember 2020. PP Nomor 74 Tahun 2020 ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada tanggal 15 Desember 2020. Dijelaskan dalam PP ini, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) adalah lembaga yang diberi kewenangan khusus (sui generis) dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

 

“LPI bertujuan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan,” bunyi Pasal 5. LPI merupakan Badan Hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagaimana ketentuan PP, LPI dapat menggunakan nama “Indonesia Investment Authority” yang disingkat INA.

Lembaga ini berfungsi mengelola investasi dan bertugas merencanakan, menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan serta mengevaluasi investasi. Adapun kewenangan LPI sebagaimana disebutkan pada Pasal 7 ayat (1) adalah: a. melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan; b. menjalankan kegiatan pengelolaan aset; c. melakukan kerja sama dengan pihak lain termasuk entitas dana perwalian (trust fund); d. menentukan calon mitra investasi; e. memberikan dan menerima pinjaman; dan/atau f. menatausahakan aset.

“Dalam menjalankan kewenangan sebagaimana dimaksud, LPI dapat melakukan kerja sama dengan mitra investasi, manajer investasi, BUMN, badan atau lembaga pemerintah, dan/atau entitas lainnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri,” bunyi Pasal 7 ayat (2). Disebutkan di Pasal 8, organ lembaga ini terdiri atas Dewan Pengawas dan Dewan Direktur.

Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan atas penyelenggaraan LPI yang dilakukan oleh Dewan Direktur. Dewan ini diketuai oleh Menteri Keuangan (merangkap anggota) dan beranggotakan Menteri BUMN serta tiga orang lainnya yang berasal dari unsur profesional. “Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud diangkat dan diberhentikan oleh Presiden,” ditegaskan pada Pasal 9 ayat (2).

Sementara itu, Dewan Direktur LPI berjumlah lima orang yang seluruhnya berasal dari unsur profesional. Dewan ini bertugas menyelenggarakan pengurusan operasional LPI. Wewenang yang dimiliki Dewan ini antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan LPI, melaksanakan kebijakan dan pengurusan operasional LPI, serta mewakili LPI di dalam dan di luar pengadilan.

Sovereign wealth funds berbeda dengan cadangan devisa yang dipegang bank sentral. Yang pertama biasanya lebih berorientasi jangka panjang dan tujuan yang lebih utama dari sovereign wealth funds adalah pengembalian dari pada likuiditas. Kebijakan investasi biasanya dalam jangka waktu tiga sampai lima tahun. Sehingga lebih toleran terhadap risiko daripada cadangan devisa.

Sementara itu, cadangan devisa yang dipegang bank sentral negara bukanlah dana sovereign wealth funds karena memiliki tujuan yang berbeda. Bank sentral menyimpan cadangan devisa dalam mata uang asing untuk memenuhi kewajiban dan mendukung kebijakan moneter. Sehingga, likuiditas menjadi tujuan utama. Dengan begitu, bank sentral dapat menariknya sesaat ketika membutuhkan.

Jenis alokasi investasi dari masing-masing jenis investasi akan bervariasi pada sovereign wealth funds satu negara ke negara lainnya. Negara-negara yang khawatir dengan likuiditas dapat membatasi investasi hanya pada instrumen utang publik yang sangat likuid. Sedangkan, yang lebih toleran terhadap risiko akan mengalokasikan investasinya ke perusahaan-perusahaan yang memiliki prospek cerah seperti bank.

Dana investasi yang dikelola dalam sovereign wealth funds berasal dari berbagai sumber, termasuk surplus fiskal, operasi mata uang asing resmi, uang dari privatisasi, pembayaran transfer pemerintah, pendapatan dari ekspor sumber daya alam. Diantara sumber tersebut, kontributor terbesar biasanya berasal dari surplus perdagangan, terutama energi. Negara-negara pengekspor memperoleh mata uang asing, terutama dolar AS, dari penjualan minyak ke ke luar negeri. Mereka kemudian menginvestasikannya untuk menghasilkan pengembalian yang tinggi, alih-alih sebagai cadangan devisa.

 

Secara umum, tujuan sovereign wealth funds adalah:

·   Melindungi dan menstabilkan anggaran dan ekonomi dari volatilitas berlebih akibat apresiasi mata uang domestik.

·  Mendiversifikasi ekonomi dari sebelumnya mengandalkan ekspor komoditas tidak terbarukan ke sektor yang bernilai tambah lebih tinggi seperti manufaktur dan jasa.

·   Menghasilkan pengembalian yang lebih besar daripada cadangan devisa.

·   Membantu otoritas moneter menghilangkan likuiditas yang tidak diinginkan termasuk efek surplus perdagangan terhadap penguatan mata uang domestik.

·   Meningkatkan tabungan untuk generasi mendatang sehingga dapat lebih siap untuk untuk menghadapi tantangan masa depan dengan mengubah kekayaan sumber daya tidak terbarukan saat ini menjadi aset keuangan terbarukan.

·   Mendanai pembangunan sosial dan ekonomi termasuk infrastruktur, baik fisik (seperti jalan dan jaringan kereta api) maupun non fisik (seperti pendidikan dan kesehatan).

·   Sebagai strategi politik ekonomi terutama melalui investasi ke obligasi pemerintah, institusi dan perusahaan penting, yang mengambil peran  besar dalam perekonomian negara target.

 

Sovereign Wealth Fund memberikan harapan pada Bangsa Indonesia untuk memajukan bangsa ini melalui pembangunan sosial dan ekonomi di bidang infrastruktur fisik dan nonfisik dan menyediakan tabungan bagi generasi masa depan bangsa ini sehingga dapat menyosongsong masa depan yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembalian hasil dari investasi yang dilakukan. Pemerintah Republik Indonesia termasuk di dalamnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, memastikan dana investasi yang akan dikelola Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Sovereign Wealth Fund bebas dari praktik pencucian uang atau praktik kecurangan lainnya sehingga tujuan dan manfaat yang diharapkan dari adanya Sovereign Wealth Fund (SWF) dapat tercapai.

Penulis : I Made Murdwarsa Febriyanta

Sumber dan referensi:

Widowati, Hari. 2020. https://katadata.co.id/hariwidowati/finansial/5e9a4990baed0/mengenal-sovereign-wealth-fund-yang-ingin-dibentuk-jokowi, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.

Munandar, Yusuf. 2015. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/menciptakan-penerimaan-minyak-dan-gas-bumi-indonesia-yang-berkelanjutan-melalui-sovereign-wealth-fund/, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.

--- . 2020. https://cerdasco.com/sovereign-wealth-funds/, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.

Elena, Maria. 2020. https://ekonomi.bisnis.com/read/20201218/9/1332929/cegah-swf-dari-praktik-pencucian-uang-begini-strategi-pemerintah, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.

Sekretariat Kabinet RI, Humas. 2020. https://setkab.go.id/pemerintah-terbitkan-pp-tentang-lembaga-pengelola-investasi/, diakses pada 14 Januari 2021 Pukul 15.00 WIB.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini