Hari raya Galungan
diperingati oleh umat Hindu untuk menyatukan kekuatan rohani supaya mendapat
pikiran dan pendirian yang tenang. Sedangkan hari raya Kuningan adalah untuk
memohon keselamatan, perlindungan, dan tuntunan lahir batin kepada Dewa,
Bhatara, dan para Pitara.Arti Kata
Galungan dan Kuningan yaitu Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang artinya bertarung,
disebut juga 'dungulan' yang artinya menang. Perbedaannya hanya dalam
penyebutan yakni Wuku Galungan (di Jawa) dan Wuku Dungulan (di Bali), namun
artinya sama yaitu wuku yang kesebelas. Hari raya Kuningan sering disebut
Tumpek Kuningan. Kuning dalam kata Kuningan memiliki arti berwarna kuning dan
wuku yang ke 12. Wuku adalah kalender Bali yang mana perhitungannya 1 wuku sama
dengan 7 hari dan 1 tahun kalender wuku terdapat 420 hari.Menurut lontar Purana
Bali Swipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat
(Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Galungan dan
Kuningan dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun kalender Masehi (kalender
yang kita pakai). Jarak antara Galungan dan Kuningan ialah 10 hari yang
diperhitungkan berdasarkan kalender Bali.Galungan setiap hari Rabu pada wuku
Dungulan.Kuningan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan.
Makna Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan dimaknai kemenangan Dharma
(Kebaikan) melawan aDharma (Keburukan), dimana pas Budha Kliwon wuku Dunggulan
kita merayakan dan menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang
Widhi Wasa (Tuhan YME).Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama
dijelaskan sebagai berikut:
Budha
Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang
maryakena sarwa byapaning idep.
Artinya:
Rabu
Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan
pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan
rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan
pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan
pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar
Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan
menangnya dharma melawan adharma. Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa
upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Tidak berarti
bahwa Gumi/ Jagad ini lahir pada hari Budha Keliwon Dungulan. Melainkan hari
itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning
idepnya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala
isinya. Pada hari itulah umat bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi Wasa
yang telah berkenan menciptakan segala-galanya di dunia ini.
Makna Hari Raya Kuningan
Hari Raya Kuningan atau sering disebut Tumpek
Kuningan jatuh pada hari Sabtu, Kliwon, wuku Kuningan. Pada hari ini umat
melakukan pemujaan kepada para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan,
kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin. Pada hari ini diyakini
para Dewa, Bhatara, diiringi oleh para Pitara turun ke bumi hanya sampai tengah
hari saja, sehingga pelaksanaan upacara dan persembahyangan Hari Kuningan hanya
sampai tengah hari saja. Sesajen untuk Hari Kuningan yang dihaturkan di
palinggih utama yaitu tebog, canang meraka, pasucian, canang burat wangi. Di
palinggih yang lebih kecil yaitu nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan
canang burat wangi. Di kamar suci (tempat membuat sesajen/paruman) menghaturkan
pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging bebek. Di
palinggih semua bangunan (pelangkiran) diisi gantung-gantungan, tamiang, dan
kolem. Untuk setiap rumah tangga membuat dapetan, berisi sesayut prayascita
luwih nasi kuning dengan lauk daging bebek (atau ayam). Tebog berisi nasi
kuning, lauk-pauk ikan laut, telur dadar, dan wayang-wayangan dari bahan pepaya
(atau timun). Tebog tersebut memaki dasar taledan yang berisi ketupat nasi 2
buah, sampiannya disebut kepet-kepetan. Jika tidak bisa membuat tebog, bisa
diganti dengan piring.
Sesayut Prayascita Luwih : dasarnya kulit
sesayut, berisi tulung agung (alasnya berupa tamas) atasnya seperti cili.
Bagian tengahnya diisi nasi, lauk-pauk, di atasnya diisi tumpeng yang
ditancapkan bunga teratai putih, kelilingi dengan nasi kecil-kecil sebanyak 11
buah, tulung kecil 11 buah, peras kecil, pesucian, panyeneng, ketupat kukur 11
buah, ketupat gelatik, 11 tulung kecil, kewangen 11 pasucian, panyeneng, buah
kelapa gading yang muda (bungkak), lis bebuu, sampian nagasari, canang burat
wangi berisi aneka kue dan buah. Sesajen ini dapat juga dipakai untuk sesajen
Odalan, Dewa Yadnya, Resi Yadnya dan Manusa Yadnya. Beberapa perlengkapan Hari
Kuningan yang khas yaitu: Endongan sebagai simbol persembahan kepada Hyang
Widhi. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya. Kolem sebagai simbol tempat
peristirahatan hyang Widhi, para Dewa dan leluhur kita. Pada hari Rabu, Kliwon,
wuku Pahang, disebut dengan hari Pegat Wakan yang merupakan hari terakhir dari semua
rangkaian Hari Raya Galungan-Kuningan. Sesajen yang dihaturkan pada hari ini
yaitu sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan demikian berakhirlah semua rangkaian hari raya Galungan-Kuningan selama
42 hari, terhitung sejak hari Sugimanek Jawa. (Iloveblue)
Jadi
inti dari makna hari raya kuningan adalah memohon keselamatan, kedirgayusan,
perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para
Pitara.
Rangkaian Peringatan Galungan dan
Kuningan
Ada beberapa rangkaian kegiatan terkait
Galungan dan Kuningan, berikut urutannya:
1.
Tumpek Wariga
Tumpek Wariga jatuh 25 hari sebelum Galungan
yang memuja Sang Hyang Sangkara sebagai Dewa Kemakmuran dan Keselamatan
Tumbuh-tumbuhan. Adapun tradisi masyarakat untuk merayakannya adalah dengan
menghaturkan banten (sesaji) yang berupa Bubuh (bubur) Sumsum berwarna.
Pada hari Tumpek Wariga, semua pepohonan akan
disirami tirta wangsuhpada/air suci yang dimohonkan di sebuah Pura/Merajan dan
diberi sesaji berupa bubuh tadi disertai canang pesucian, sesayut tanem tuwuh,
dan diisi sasat. Setelah selesai, pemilik pohon akan menggetok atau mengelus
batang pohon sambil berharap agar pohon yang diupacarai dapat segera
berbuah/menghasilkan untuk upacara hari raya Galungan.
2.
Sugihan Jawa
Sugihan Jawa (Sugi dan Jawa) berarti Sugi
sebagai arti bersih, suci dan Jawa artinya luar. Sugihan Jawa adalah hari
pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana
Agung). Pada hari ini umat Hindu melaksanakan upacara yang disebut Mererebu
atau Mererebon.
Upacara Ngerebon bertujuan untuk menetralisir
segala sesuatu yang negatif pada Bhuana Agung, lalu disimbolkan dengan
pembersihan Merajan dan Rumah. Pada upacara Ngerebon ini, di lingkungan Sanggah
Gede, Panti, Dadya, hingga Pura Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa akan diberikan
sesaji. Sugihan Jawa dirayakan setiap hari Kamis Wage wuku Sungsang.
3.
Sugihan Bali
Sugihan Bali yaitu pembersihan diri
sendiri/Bhuana Alit. Tata cara pelaksanaannya adalah mandi, melakukan
pembersihan secara fisik, dan memohon Tirta Gocara kepada Sulinggih sebagai
simbolis penyucian jiwa raga untuk menyongsong hari Galungan yang sudah semakin
dekat. Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.
4.
Hari Penyekeban
Hari Penyekeban memiliki makna filosofis
"nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan
hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama. Hari Penyekeban ini dirayakan setiap
Minggu Pahing wuku Dungulan.
5.
Hari Penyajan
Hari Penyajan dirayakan untuk memantapkan diri
sebelum perayaan hari raya Galungan. Menurut kepercayaan, pada hari Penyajan
umat akan digoda oleh Sang Bhuta Dungulan untuk menguji sejauh mana tingkat
pengendalian diri umat Hindu menuju Galungan. Hari ini dirayakan setiap Senin
Pon wuku Dungulan.
6.
Hari Penampahan
Hari Penampahan jatuh sehari sebelum Galungan,
tepatnya pada hari Selasa Wage wuku Dungulan. Pada hari tersebut, umat akan
disibukkan dengan pembuatan penjor sebagai ungkapan syukur kehadapan Tuhan Yang
Maha Esa atas segala anugerah yang diterima selama ini. Penjor dibuat dari
batang bambu melengkung yang diisi hiasan sedemikian rupa.
Mereka juga menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara. Penyembelihan babi ini juga mengandung makna simbolis yaitu membunuh semua nafsu kebinatangan yang ada dalam diri manusia.
Foto-foto:
Artikel dikutip dari
berbagai sumber