Peraturan Menteri Keuangan nomor 115/PMK.06/2020 (PMK 115) tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara, muncul disaat yang tepat sebagai suatu bentuk
respon Pemerintah dalam menghadapi kondisi perekonomian dan iklim bisnis yang
terpuruk akibat pandemi covid-19. Pandemi covid-19 memberikan pukulan dan dampak
yang luar biasa secara sistemik, pengaruhnya tidak hanya berdampak pada sisi
kesehatan namun seluruh aspek kehidupan termasuk perekonomian secara mikro
maupun makro juga merasakan dampak pandemi covid-19. Permasalahan ini jelas
membutuhkan sinergi bersama yang kuat antara Pemerintah dan sektor private (swasta) untuk dapat bertahan
dalam situasi sulit, dan agar aktivitas perekonomian di masyarakat masih dapat
tetap berjalan.
Dampak sistemik dari pandemi covid-19 tentu juga
berpengaruh terhadap potensi maupun pemanfaatan BMN yang telah berjalan (existing). Banyak diantaranya para
pelaku usaha yang telah menggunakan BMN baik pada level pengelola maupun
pengguna yang mengeluhkan dampak pandemi covid-19. Para pelaku usaha sangat
membutuhkan adanya relaksasi yang mampu menolong mereka untuk dapat
mempertahankan aktivitas bisnis dan tetap bertahan hidup. Tuntutan pasar ini
perlu direspon dan mendapat perhatian dari DJKN, Kementerian Keuangan, selaku
Pengelola Barang, bahwa harus terdapat instrumen yang tepat agar para pelaku
usaha bisa memperpanjang nafas usaha, dan BMN tetap terutilisasi dengan optimal.
Pada konteks yang lebih besar Pemerintah dalam hal ini harus mampu membantu dan
memberikan solusi para pelaku usaha dapat bangkit dari fase keterpurukan dalam
menghadapi kondisi pandemi covid-19. Data dan fakta yang dikutip dari www.kemenkeu.go.id disebutkan bahwa
pelaku usaha atau UMKM memiliki peranan sebesar 60% dari total aktivitas
perekonomian secara makro. Adanya relaksasi aturan pemanfaatan BMN yang
terfokus bagi para pelaku usaha UMKM akan sangat membantu dan tepat sasaran
dalam meminimalisir dampak pandemi covid-19.
PMK 115 pada intinya mengatur secara detail terkait
dengan ruang lingkup maupun tata cara pemanfaatan Barang Milik Negara, agar
Barang Milik Negara memiliki peranan yang semakin luas dan dapat didayagunakan
dengan optimal oleh masyarakat. Terbitnya PMK 115 merupakan pengganti dari peraturan sebelumnya
yaitu PMK 78 yang juga mengatur tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara. Terdapat
perubahan yang cukup signifikan dan bersifat major dengan terbitnya PMK 115 apabila dibandingkan dengan PMK sebelumnya
(PMK 78), diantaranya 1) Skema Pinjam Pakai tidak lagi hanya terbatas pada
Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dapat menjadi mitra pinjam pakai, selain itu
jangka waktu pinjam pakai selama 5 tahun tidak terbatas pada 1x masa
perpanjangan 2) Dari sisi skema
pemanfaatan dalam bentuk sewa, terdapat penyesuaian tarif sewa untuk kelompok
usaha ultra mikro, mikro, dan kecil, serta untuk pemanfaatan infrastruktur 3)
Dari sisi skema kerjasama pemanfataan, terdapat penyesuaian kontribusi tetap
(relaksasi) bagi para mitra KSP yang berpotensi mengalami penurunan pendapatan
karena aktivitas ekonomi yang melambat akibat pandemic covid-19. Namun
demikian, walaupun PMK 115 ini memberikan sejumlah relaksasi dari sisi
pemanfaatan BMN, prinsip dasar pemanfaatan BMN yang utama harus tetap dijadikan
pedoman, yaitu bahwa pemanfaatan atas BMN dapat dilaksanakan terhadap BMN yang
memang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga,
serta yang lebih penting bahwa konsep pemanfaatan BMN merupakan optimalisasi
BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
Adanya PMK 115 ini sangat dibutuhkan agar pemanfaatan
BMN tidak memiliki ruang lingkup yang sempit sehingga pengelolaan BMN memiliki
tingkat fleksibilitas yang tinggi. Data menunjukkan bahwa PNBP dari pemanfaatan
BMN sejak Tahun 2016 s.d. Tahun 2020 menunjukkan tren yang cenderung fluktuatif
(sumber : LKPP audited 2016-2019). Data tersebut memberikan beberapa gambaran
diantaranya:
1. bahwa masih banyak BMN baik yang berada pada
pengelola barang maupun pengguna barang yang dikategorikan idle atau
underutilized, sehingga kontribusi terhadap PNBP masih relatif rendah dengan
potensi yang masih sangat besar
2.
bahwa skema dan aturan pemanfaatan BMN kita masih
dianggap kurang menarik baik dari sisi kalkulasi bisnis maupun tata cara/aturan yang relatif rumit, sehingga banyak pelaku usaha yang tidak tertarik dalam
memanfaatkan Barang Milik Negara dan mulai beralih untuk menggunakan barang
atau aset milik swasta.
Kondisi yang harus disadari dan dipahami bersama
adalah konsep pemanfaatan BMN kita bukan lagi hanya terfokus dalam memanfaatkan
aset yang pada awalnya idle kemudian termanfaatkan, namun pemanfaatan BMN juga
harus memperhitungkan asas Highest and
Best Use dari aset dimaksud. Selain itu, pemanfaatan BMN juga harus
memperhatikan bagaimana tingkat persaingan dan tuntutan pasar dalam
kondisi-kondisi yang tidak normal seperti ini. BMN kita juga bersaing dengan
barang-barang milik swasta/privat, oleh karenanya skema pengelolaan BMN yang
fleksibel dan relevan dengan iklim bisnis seperti yang dituangkan dalam isi PMK
115 ini sangat dibutuhkan.
PMK ini merupakan langkah konkrit dan jawaban dalam
pemanfaatan BMN agar seiring dengan arahan Menteri Keuangan bahwa orientasi
pengelolaan BMN ke depannya tidak hanya terfokus pada asset administrator akan tetapi bergeser pada arah asset manager yang fokus pada penguatan
APBN dengan penekanan pada 3 (tiga) aspek utama yaitu:
1)
prinsip Highest
and Best Use
2)
Revenue Center
3)
Cost Efficiency.
Dalam menjawab tantangan yang dihadapi DJKN ke depan sebagai Pengelola Barang yang unggul, maka setiap insan DJKN harus peka dan memiliki intelejensi dalam memprediksi dan menyusun skema-skema baru pemanfaatan BMN. DJKN sebagai Pengelola Barang harus mampu memberikan solusi terkait pengelolaan BMN bagi Kementerian/Lembaga. Semangat kepedulian terhadap aset harus senantiasa dijaga. Tolak ukur pebandingan skema pemanfaatan Barang Milik Negara pun harus membandingkan bagaimana efektivitas dan efisiensi kita dalam mengelola BMN apabila dibandingkan dengan negara Upper Middle Income, dan negara High Income. Kondisi ini perlu dan sangat relevan, mengingat Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam berbagai kesempatan selalu berpesan bahwa salah satu ciri atau indikator negara maju adalah terlihat dari bagaimana negara tersebut mengelola aset Negara. Bagaimana cara kita menjaga Barang Milik Negara mencerminkan suatu peradaban “Bagaimana Suatu Bangsa untuk Menghargai yang dia Bangun Sendiri”.
(Penulis : Anugrah Komara/ Kepala Kanwil DJKN Bali dan Nusa Tenggara)