Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
OPPINI > Artikel
PENENTUAN BESARAN KONTRIBUSI PEMANFAATAN ASET DESA DALAM BENTUK BGS DENGAN METODE DCF (STUDI KASUS DESA DI KABUPATEN TEBO PROVINSI JAMBI)
Hermanus Lintang Asmarawan
Kamis, 06 Oktober 2022   |   1216 kali

Penulis Ahmad Fauzi

Kepala Seksi Pelayanan Penilaian KPKNL Jambi

Media OPPINI Vol. I

Pendahuluan
Latar Belakang
Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang yang mengatur tentang desa yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Salah satu tujuan pengaturan tentang desa adalah untuk mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama yang ujungnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara pemerintah desa melakukan pembangunan desanya adalah melalui pengelolaan aset desa. 

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, kegiatan penilaian menjadi bagian dari pengelolaan aset desa dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020 tentang Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menegaskan kewenangan Penilai Pemerintah di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melakukan penilaian aset milik pemerintah desa. Kantor Pelayanan KekayaanNegara dan Lelang (KPKNL) Jambi dalam tahun 2021 telah menerima permohonan penilaian aset desa dalam rangka pemanfaatan dari Pemerintah Daerah KabupatenTebo yang salahsatunya untuk tujuanpemanfaatan dengan bentuk Bangun Guna Serah.

Rumusan Masalah
Pada praktiknya, terdapat kesulitan atau kekhawatiran pemerintah daerah dan pemerintah desa dalam menentukan besaran kontribusi yang harus dibayarkan pihak mitra Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG) ke kas desa setiap tahunnya karena Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tidak mengatur secara jelas pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan besaran kontribusi tahunan dan belum ada atau sedikit kasus pemanfaatan aset desa dengan bentuk BGS/BSG yang bisa dijadikan benchmark. Di samping itu, sejauh mana keterlibatan penilai pemerintah dalam penilaian aset desa tidak diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016. Kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perbaikan pengaturan pemanfaatan aset desa khususnya BGS/BSG. Dan kajian ini juga mencoba memberikan usulan alternatif cara menentukan besaran kontribusi tahunan yang harus dibayarkan pihak mitra BGS/BSG dalam pemanfaatan aset desa.

Pembahasan
Sumber daya desa yang dapat menjadi sumber pendapatan asli desa salah satunya adalah aset desa yang dimanfaatkan pihak ketiga. Aset desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli milik desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran dan BelanjaDesa (APBDesa) atau perolehan hak lainnya yang sah. Aset desa terdiri atas: kekayaan asli desa, kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa, kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis, kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang- undang, hasil kerja sama desa, dan kekayaan desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Keterlibatan Penilai Pemerintah dalam Pengelolaan Aset Desa
Dengan telah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.06/2020, penilaian aset desa telah tegas dinyatakan menjadi kewenangan Penilai Pemerintah pada KPKNL. Tidak seperti penilaian Barang Milik Daerah yang sudah dilengkapi petunjuk teknis penilaiannya, penilaian aset desa belum dilengkapi dengan petunjuk teknis penilaian yang memadai.

Pengaturan Pemanfaatan Aset Desa Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016
Bentuk pemanfaatan aset desa berupa sewa, pinjam pakai, Kerjasama pemanfaatan, BGS, BSG.  Jika pemerintah suatu desa memiliki aset berupa tanah yang dapat didayagunakan dan sedang membutuhkan bangunan beserta fasilitas namun tidak tersedia dana dalam APBDes maka pemanfaatan tanah aset desa tersebut sesuai jika dilakukan dengan bentuk BGS/BSG. Tata cara pemanfaatan aset desa denganbentuk BGS/BSG hanya diatur dalam dua pasal pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016.

Studi Kasus Penilaian Aset Desa pada Kabupaten Tebo Dalam Rangka Pemanfaatan dengan Bentuk BGS

1. Latar Belakang Pemanfaatan Aset Desa dan Kondisi di Lapangan
Objek penilaian berupa sebidang tanah seluas 40.000 m2 yang belum bersertifikat dan hanya didukung surat sporadik atau surat keterangan kepemilikan tanah. Lokasi tanah aset desa berada di pinggir jalan poros Tebo–Rimbo Bujang yang disekitarnya merupakan kawasan residensial dengan tingkat keramaian cukup baik. Sudah ada pihak ketiga yang siap untuk melakukan pembangunan tempat niaga/kios dan mendayagunakan mengoperasionalkan) dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dengan cara BGS.
Kesulitan timbul ketika tim yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah melakukan perhitungan besaran kontribusi yang harus disetor pihak mitra ke rekening kas desa setiap tahunnya. Melalui wawancara dan diskusi dengan pihak pemerintah daerah dan pemerintah desa diketahui bahwa kesulitan tersebut timbul karena antara lain: 
Tim yang dibentuk Pemerintah Daerah tidak memiliki pengalaman dalam menghitung besaran kontribusi yang harus dibayar pihak mitra BGS ke rekening kas desa,
Belum atau tidak mendapatkan benchmark cara menentukan kontribusi yang harus dibayar pihak mitra BGS ke rekening kas desa,
Tidak ada proposal BGS dari pihak mitra yang dapat dianalisis untuk menentukan besaran kontribusi yang harus dibayar pihak mitra,
Tidak terdapat petunjuk yang jelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 dan turunannya terkait pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan besaran kontribusi yang harus dibayar pihak mitra,
Adanya kekhawatiran tim yang dibentuk Pemerintah Daerah bahwa besaran kontribusi yang dihasilkan dianggap merugikan desa.
Di samping itu, sejauh mana penilai pemerintah terlibat dalam proses persetujuan pemanfaatan aset desa dengan bentuk BGS/BSG tidak dinyatakan dengan jelas pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 menyebabkan Tim Penilai KPKNL Jambi hanya menyampaikan nilai wajar tanah objek BGS. Hal ini sangat berbeda dengan peran penilai pemerintah dalam persetujuan pemanfaatan BMN dalam bentuk BGS/BSG dimana Tim Penilai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ditugaskan oleh pengelola barang untuk melaksanakan penilaian atas objek BGS/BSG dan sekaligus menganalisis kelayakan bisnis atas proposal rencana usaha BGS/BSG.

Perlu ditambahkan materi pengaturan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016, antara lain: 
Pertimbangan dalam menentukan kontribusi yang harus dibayar pihak mitra BGS/BSG ke kas desa,
pihak yang dapat menjadi pihak mitra BGS/BSG,
perlu tidaknya proposal BGS/BSG atau sekurangnya rancana anggaran biaya (RAB) bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG,
peran penilai dalam proses persetujuan pemanfaatan BGS/BSG (jenis nilai yang dihasilkan penilai).

2. Simulasi Perhitungan Kontribusi Yang Harus Dibayar Pihak Mitra BGS Ke Kas Desa
Adanya pendapatan bagi kas desa atau hasil dari pemanfaatan antara sewa dan BGS menjadi bridging atau pintu masuk dalam menentukan kontribusi tahunan oleh tim yang dibentuk Pemerintah Kab. Tebo. Kontribusi tahunan dan nilai bangunan beserta fasilitas hasil BGS setidaknya sama dengan nilai wajar atas sewa per tahun dari tanah aset desa tersebut. Dengan demikian kontribusi yang harus dibayar pihak mitra BGS dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan metode diskonto arus kas (discounted cash flow) sebagaimana menghitung nilai wajar atas sewa.

Sebagai ilustrasi, berikut disajikan simulasi perhitungan kontribusi yang harus dibayar mitra BGS aset desa di Kabupaten Tebo. Datadan asumsi yang digunakan dalam simulasi perhitungan besaran kontribusi tersebut sebagai berikut:
Luas tanah 40.000 m2.
Nilai wajar tanah desa hasil penilaian tim penilai KPKNL Jambi objek BGS Rp2.124.800.000,-.
Estimasi Nilai bangunan dan fasilitas hasil BGS Rp10.000.000.000,-
Metode penyusutan garis lurus dengan umur ekonomis bangunan beserta fasilitas hasil BGS adalah 50 Tahun.
Jangka waktu BGS ditentukan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 adalah 20 tahun.
Nilai wajar atas sewa per tahun per m2 Rp4.000,- dan diasumsikan tetap selama masa BGS.
Tingkat diskonto menggunakan yield SUN jangka waktu 20 tahun 7,19%.
Kontribusi yang harus dibayar pihak mitra BGS tetap setiap tahunnya selama masa BGS.
Dari simulasi menggunakan perhitungan sederhana dengan Microsoft Excel dihasilkan kontribusi yang harus dibayar mitra BGS adalah Rp16.652.000,- atau 0,78
Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.