Kisah Kegalauan Seorang Pegawai yang Reaktif Pada Saat Rapid Test
ASNUL
Selasa, 15 September 2020 |
1259 kali
Bekasi
- Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bekasi telah melaksanakan
Rapid Test sebagai tindakan preventif
dan screening awal untuk mendeteksi
antibodi yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus Covid-19. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan
dari virus Covid-19. Dari 53 (lima
puluh tiga) orang jajaran KPKNL Bekasi yang menjalani Rapid Test tersebut, terdapat satu orang pegawai yang dinyatakan reaktif,
sebut saja namanya Bunga. Bunga yang juga merupakan seorang ibu yang tengah
menyusui, sudah dapat diperkirakan betapa galau, gelisah, cemas, dan takut
ketika ia harus menerima kenyataan pahit bahwa hasil Rapid Test-nya reaktif.
Kecemasan
dan ketakutan yang dirasakan oleh seluruh jajaran KPKNL Bekasi ketika hendak
melakukan Rapid Test, berubah dengan
perasaan bahagia ketika sore harinya hasil Rapid
Test tersebut keluar dan mereka dinyakan non reaktif. Namun, tawa bahagia
mereka tak bisa leluasa ketika mengetahui Bunga reaktif. Meskipun hampir semua memahami
bahwa hasil reaktif dari Rapid Test bukan
serta-merta positif Covid-19, namun hasil
reaktif memberikan kemungkinan bahwa yang bersangkutan sedang terpapar oleh suatu
virus, yang artinya kondisi Bunga berada pada posisi fifty-fifty.
Bunga
mengatakan bahwa saat pertama mengetahui kondisi reaktif yang diterimanya, ia
lupa akan nasihat yang disampaikannya kepada temannya sesaat sebelum mereka
menjalani Rapid Test. Bunga selalu
memberi semangat dan dorongan agar menjalaninya dengan santai. Bunga
berulang-ulang pula mengatakan bahwa reaktif pada Rapid Test bukan berarti positif Covid-19. Namun apa yang dirasakan Bunga ketika diberi tahu bahwa
hasil Rapid Test-nya reaktif? Sesaat tubuhnya merasa lunglai, mulutnya
terasa kering, tak ada kata-kata yang terucap. Kedua anaknya yang masih berusia
balita terbayang jelas di pelupuk matanya, bahkan si kecil yang masih berumur
1,5 tahun masih aktif diberikan ASI oleh Bunga.
Kepala
Subbagian Umum KPKNL Bekasi Titi Purwanti yang bertanggung jawab untuk
memberitahukan hasil Rapid Test
tersebut sangat berempati, Titi berusaha memberikan dukungan kepada Bunga
dengan meyakinkan Bunga bahwa ia harus kuat, sabar, dan yakin bahwa belum tentu
ia positif Covid-19. Bunga hanya sesenggukan
menangis, perasaan galau yang tengah menggelayut di hatinya berusaha ia
tumpahkan.
“Besok
saya akan menemani Swab Test. Ayo,
yang kuat, sabar, dan berdoa semoga hasilnya negatif,” kata Titi memberi
semangat pada Bunga. Bunga yang masih tertunduk lesu mencoba berusaha untuk
menenangkan dirinya, Bunga hanya bisa mengangguk dan mencoba memaksakan diri
untuk tersenyum di tengah hatinya yang remuk.
Setelah
berunding dengan suaminya, Bunga memutuskan untuk melakukan isolasi mandiri di
kamarnya, sementara suaminya akan mengurus anak-anak mereka sampai Bunga
dinyatakan sehat. Bunga seakan menutup telinganya ketika dia mendengar kedua
anaknya menjerit memanggil bundanya, apalagi ketika si kecil yang menangis
ingin menyusu. Betapa keadaan itu sangat mengiris hati Bunga. Hampir saja
pertahanannya runtuh, perasaan keibuannya memberontak tak tega mendengar
anaknya menangis lirih, balita yang biasa tiap hari tidur dalam pelukannya.
Meskipun
memiliki keyakinan bahwa dia belum tentu positif Covid-19, Bunga tak ingin mengambil risiko dengan menyerah dan
mendekati anak-anaknya. Akhirnya Bunga memaksakan dirinya menutup telinga dari suara
tangisan anak-anaknya dengan perasaan yang hancur.
Bunga
telah mencoba untuk pasrah jika Allah SWT memang memberinya teguran dengan
wabah ini, namun naluri keibuannya tak mampu disembunyikannya. Bunga tak dapat
membayangkan jika kelak ia harus terpisah dengan anak-anaknya, kedua buah
hatinya yang masih sangat bergantung pada dirinya. Bunga juga semakin tersiksa
jika segala beban mengasuh anak-anaknya dibebankan kepada suaminya seorang.
Bunga telah terbawa oleh bayang-bayang buruk, namun keimanan masih bertakhta
dalam hatinya. Dia masih memiliki keyakinan akan kekuatan doa, oleh karenanya Bunga
tak henti-hentinya memohon belas kasih Sang Rahman
dan Rahim, Bunga senantiasa
membiarkan sajadahnya dibasahi oleh air mata yang semakin deras ketika dia
mengadu kepada Penciptanya.
Tiga
hari Bunga menghilang dari mata anak-anaknya. Tiga hari Bunga didera perasaan
galau, takut, dan cemas. Tiga hari Bunga khusyuk meminta tolong pada Yang Maha Kuasa.
Tiga hari pula Bunga berada dalam kecemasan menunggu hasil Swab Test. Tiga hari Bunga tersiksa membayangkan ketika hasil Swab Test-nya
menunjukkan positif, maka ia akan dibawa ke rumah sakit untuk diisolasi. Tiga hari
lamanya Bunga berada dalam kecemasan dan kepasrahan, namun tiga hari itu pula Bunga
merasakan bahwa ada cinta dari seluruh jajaran KPKNL Bekasi untuknya.
Bunga
merasa bahwa ia tak sendiri, Bunga merasakan perhatian teman-temannya mampu
memberinya semangat. Walaupun hanya melalui aplikasi Whatsapp dan telepon, namun perhatian teman-temannya mampu
memberikan kekuatan kepada Bunga. Bahkan Bunga tetap rutin mengikuti virtual meeting.
Bunga
sadar bahwa ini adalah cara Allah SWT untuk menguji imannya, cara Allah SWT
menegurnya, cara Allah SWT menunjukkan takdir hidupnya, dan cara Allah SWT agar
Bunga senantiasa mensyukuri segala nikmat dan karunia yang selama ini telah ia
rasakan. Bunga memang harus bersyukur apalagi ketika hasil Swab Test-nya menunjukkan hasil negatif, bukan hanya Bunga yang
menangis bahagia, namun juga teman-temannya jajaran KPKNL Bekasi
“Selamat,
sahabatku. Semoga kita seluruh jajaran KPKNL Bekasi dan DJKN terhindar dari
wabah Covid-19,” bisikku.
teks,
editor dan foto tim Humas KPKNL Bekasi
Foto Terkait Berita