Artikel
ini dibuat berdasar pengalaman pribadi penulis, yang diharapkan dapat
memberikan inspirasi dan pelajaran serta untuk berbagi pengalaman tentang
sensasi rasa sakit yang ditimbulkan oleh virus Covid-19.
Saat ini, jumlah harian kasus positif Covid-19 bertambah dengan sangat pesat. Tentunya semua orang berharap tidak akan tertular virus tersebut. Namun, jika Allah SWT telah menakdirkan, siapa yang bisa menolaknya? Apa yang bisa dilakukan? Kemana harus menghindar? Hadapi segalanya dengan lapang dada. Yakinkan diri bahwa hidup dan mati adalah kehendak-Nya, jalani dengan ikhlas dan sabar sambil berikhtiar meskipun itu tak mudah dan butuh perjuangan. Kita semua harus mempersiapkan diri dan mental serta berupaya terus berjuang dengan penuh semangat untuk dapat melalui masa isolasi dengan sukses, sebagaimana judul di atas ‘Kisah Perjuangan Lansia Lawan Covid-19’.
Terpapar
virus Covid-19 pada awalnya akan membuat seseorang merasa panik, cemas, dan
takut. Apalagi, jika melihat berita di televisi dan media sosial yang
memberitakan betapa banyaknya masyarakat yang terpapar virus ini dan meninggal dunia,
secara tidak langsung akan membuat nyali semakin menciut.
Usia
di atas 55 tahun dapat digolongkan pada lanjut usia dan dikatagorikan sebagai
usia rentan tertular, dimana tubuh sudah mulai mengalami berbagai penurunan akibat
proses menuju penuaan, sistem imun sebagai pelindung tubuh pun tidak akan
bekerja sekuat ketika usia muda.
Ketika
kenyataannya virus Covid-19 telah menyerang, kita tidak boleh menyerah kepada
keadaan, tidak juga umur yang membatasi untuk terus berjuang, meskipun usia tak
lagi muda, namun semangat tak boleh menghambat keinginan untuk sembuh.
Begitulah
perjuangan dua orang lansia yang terpapar virus tersebut menghabiskan waktu sepuluh
hari untuk isolasi mandiri dengan berbagai rasa sakit, keluhan, insomnia, dan
berjuang melawan segala rasa yang tidak menyenangkan tersebut. Perjuangan yang
tidak mudah, tetapi jika Allah SWT berkehendak, maka dia pasti akan memberi
pertolongan kepada umat-Nya.
Perjuangan
ini kiranya bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi yang lebih muda untuk
tetap semangat dan berjuang melawan Covid-19 ini.
Pembahasan:
Contoh
kasus ini adalah kisah nyata yang dialami oleh seorang pegawai KPKNL, sebut
saja namanya A. A yang berumur 57 tahun, suatu malam mendapati suaminya Z (59) demam
disertai batuk. Dan keesokan harinya A
pun tertular bahkan sampai mengalami hiportemia. Keduanyapun mendatangi dokter
untuk berobat, namun setelah tiga hari minum obat, penyakit kedua lansia tersebut tak jua
berkurang.
Kebetulan
di hari ketiga itu pada saat Zoom Meeting
kegiatan kantor diberitahukan bahwa terdapat dua orang pegawai yang positif
Covid-19 (S dan F, sebut saja begitu nama kedua pegawai tersebut), dan kepala
kantor men-tracing siapa saja yang
melakukan kontak erat dengan mereka, dan A termasuk salah satunya. Kepala
Kantor meminta A dan pegawai yang kontak dengan mereka untuk melakukan swab.
Di
hari ke-4, A melakukan swab antigen
dengan hasil positif, dan dilanjutkan untuk melakukan swab terhadap keempat anggota keluarganya (suami, dua anak lak-laki,
dan satu menantu perempuan), yang ternyata suami A juga positif, sementara yang
lainnya negative. Tanpa menunggu waktu lebih lama, satu anak dan menantu beserta
bayi (4 bulan) langsung diungsikan ke luar rumah.
A
dan Z melanjutkan dengan melakukan test PCR dan hasilnya pun positif,
dengan nilai CT A 17 dan nilai CT suaminya 25. Hasil test PCR ini dihitung sebagai hari pertama mereka isolasi dan
dinyatakan positif. Meskipun keduanya sempat panik, bingung, takut, dan cemas
yang turut membuat imun semakin menurun, tetapi karena kondisi ini telah
berjalan beberapa hari, mereka dapat bersikap sedikit lebih tenang. Tenang
dalam kepasrahan bersiap menyerahkan diri jika sewaktu-waktu Allah SWT menentukan batas waktu mereka. A menyadari keadaan mereka adalah kondisi rawan,
mengingat mereka bergejala dan energi yang telah terkuras beberapa hari
belakangan ini. A pun mulai mempersiapkan diri, bukan hanya sekadar pasrah dan menyiapkan
mental, tetapi A juga telah memasrahkan segalanya. A mengirim pesan singkat ke
beberapa teman yang dipercaya, A memberitahukan tentang tabungan-tabungannya
dimana saja, dan instruksi pesan yang akan mereka sampaikan kepada anak-anaknya
jika waktu itu tiba. A juga menginformasikan nomor kontak anak-anaknya.
Bukan
karena pesimis untuk sembuh, tetapi selain tubuhnya yang sakit dan sempoyongan
yang berkepanjangan dan pusing akibat tidak bisa tidur serta tulang-belulangnya
seperti remuk, serta merasa imunnya yang semakin menurun diperparah karena
menghadapi keadaan suaminya yang jauh lebih parah. Suami A selain turut
merasakan apa yang dirasakan oleh A, sang suami juga terlihat sangat gelisah, tidak
mau makan jika tidak dipaksa dan itupun hanya sedikit karena selain mual,
sepertinya perutnya menolak makanan. Terbukti ia langsung muntah jika makanan
masuk ke mulutnya. Hal ini semakin memperburuk keadaannya.
Meskipun
mata mereka tak mau terpejam dan tertidur, A selalu menghibur suaminya untuk
tetap berusaha memejamkan matanya, enjoy
mengikuti alunan zikir atau istigfar yang telah dinyalakan dari Youtube. A juga
meminta agar suaminya tenang dan membayangkan wajah-wajah lucu cucu-cucu
mereka. A yakin bahwa pikiran suaminya sama dengan dirinya. Di tengah insomnia
ini pikiran mereka terus bekerja, otak mereka tak istirahat, ada saja hal-hal
yang terpikirkan. A mengalami hal itu meski sudah berusaha keras memejamkan
mata dan berusaha rileks, tetapi alam bawah sadarnya memaksa otaknya bekerja
terus, berpikir entah itu mengarang sebuah atau beberapa buah artikel, ataupun
melaksanakan berbagai kegiatan, namun tak jarang A seakan dikejar oleh rasa takut
yang tak jelas, antara takut akan kematian takut memejamkan mata, A merasa masih
banyak dosa dan kesalahan, ketika sejenak matanya terpejam A tersentak ketika
merasa berada di batas garis lurus putih batas yang tak jelas. Halusinasi yang
selalu mengganggu, membuatnya tak bisa tidur. seringkali A memilih duduk
bersandar mencoba melawan rasa yang tak jelas itu. sambil sesekali mengukur
saturasinya dan sang suami.
Dalam
kelelahan dan perjuangannya, A masih dapat berpikir dengan jernih sehingga
terbangun semangat untuk sembuh dengan
menyantap makanan apapun meskipun itu dirasa pahit, sehingga A selalu dalam
keadaan kenyang dan A juga berusaha sekuat tenaga untuk membantu membangun
semangat suaminya meskipun sulit tapi A yakin bisa. Lelaki yang terlihat
sangat menderita itu wajahnya selalu pucat dengan sesekali terbatuk-batuk dan
dengan suara yang tak jelas menyampaikan keluhannya. A menenangkannya dengan
memberikan pijatan semampunya. A sering kali menangis tak ingin suaminya
meninggal, atau dia yang meninggal terlebih dahulu. Dalam doa di setiap sujud, dia ingin diberi umur untuk menebus dosa-dosa mereka.
Tetapi, mengingat keadaan ini A juga mewajibkan dirinya untuk pasrah menerima
takdir-Nya, “Jangan biarkan salah satu dari kami meninggal. Ambillah kami
berdua, tetapi hamba memohon berilah Hamba umur, hamba masih ingin mendoakan
orang tua anak menantu dan cucu hamba”, desisnya berurai air mata.
A selalu memelihara semangat dan keyakinan kepada Allah SWT yang akan
mengabulkan doa-doanya. A juga berharap dapat
melakukan isolasi di hotel yang disediakan oleh satgas Kemenkeu dan beruntung,
kepegawaian KPKNL Bekasi serta beberapa teman membantunya sehingga satgas telah mencatatkan kalau A dan
suami akan melakukan isolasi di Hotel Mega Anggrek Jakarta Barat. A memberikan
support kepada suaminya bahwa dengan isolasi disana mereka akan bebas
berinteraksi dengan rekan-rekan lain, selain dapat berbagi duka dan bertukar
pengalaman A berharap dengan berinteraksi dan bersosialisasi akan
menambah semangat dan imunitas mereka. Sebelum isolasi terwujud A
terlebih dahulu harus mengisi formulir yang disediakan oleh satgas Covid-19, dan
dari isian itu petugas memberikan kesimpulan bahwa A dan suaminya tergolong lansia
dan bergejala. Petugas memberikan pertimbangan bahwa hotel lebih diutamakan
untuk isolasi pegawai yang OTG, dan tidak menyediakan ambulans dan dokter yang
siaga 24 jam. Sehingga, dikhawatirkan A atau suaminya sewaktu-waktu drop, maka akan mengalami kesulitan mencari
ambulans untuk mencapai rumah sakit.
Mengingat
hal tersebut, setelah bermusyawarah dengan anak-anaknya, maka A dan suami
memutuskan untuk isolasi di rumah saja, dengan melaporkan ke RT dan RW yang
meneruskannya kepada Satgas Puskesmas terdekat, dimana respons cepatpun
langsung dari satgas Puskesmas yang menanyakan keluhan dan siap untuk melakukan
konsultasi setiap saat serta mengirimkan obat dan vitamin yang diperlukan.
Begitulah
akhirnya mereka menjalani isolasi di rumah di bawah pengawasan dokter. Melakukan isolasi di rumah membuat A
menyadari betapa rasa gotong-royong dan kemanusiaan itu masih ada. Hal tersebut
dibuktikan dengan kepedulian para tetangga bahkan teman-teman sekantor yang
secara bergiliran mengantarkan sarapan pagi, makan siang, makan malam dan
cemilan, buah-buahan dan sebagainya yang membuat A sangat terharu, sehingga A
benar-benar bisa fokus dan santai dalam menjalani isolasinya dan konsentrasi
dalam menikmati sakitnya.
Hari ke tiga, A masih merasa demam, lemas, dan
sempoyongan, tapi tetap semangat dan memaksakan diri untuk tetap menyantap
segala rupa makanan berikut vitamin, sebagai komitmen pada diri bahwa dia harus
kuat, semangat, dan bisa melewati masa-masa
sulit ini dengan baik. sehingga akan lebih kuat untuk merawat dan menjaga suaminya
dengan baik.
Apa
yang disampaikan dan dikhawatirkan oleh Tim Satgas Kemenkeu itu terjadi, bahwa
sewaktu-waktu akan terjadi hal-hal yang tak terduga. Di hari ketiga itu, saturasi
Z di angka 95, meskipun angka ini masih termasuk ambang normal, tetapi ini
adalah kondisi warning, mengingat
tubuh Z sangat lemas dan pucat, yang membuat A juga turut lemas dan jantungnya
berdetak lebih kencang. Kalut dan takut serta bingung kembali menghampirinya. A
langsung menghubungi dokter dan dokter meminta suaminya untuk duduk dengan
tegap meskipun dibantu. Dokter meminta agar dilakukan olahraga pernapasan
beberapa saat, dan ternyata cara itu ampuh untuk menaikkan saturasi, dokter
juga memberikan arahan-arahan terhadap tindakan yang akan dilakukan jika
terjadi kembali penurunan saturasi.
Pada hari ke 4, Z lagi-lagi menunjukkan gejala yang
mengkhawatirkan. Selain saturasinya kembali di angka 95, Z terjatuh dan mengalami
penurunan kesadaran. Selain dengan tubuh yang gemetar dan dada yang berdebar,
serta diliputi kecemasan dan kebingungan bagaikan ikut melayang, A berusaha
menenangkan diri, bersusah payah A mencoba membantu Z untuk bangkit, dan
anaknya yang juga berada di rumah itu seakan lupa bahwa ayah dan ibunya sedang
dalam posisi positif Covid-19, mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta
tersebut bersama sang ibu mengangkat tubuh ayahnya langsung ke mobil untuk
dibawa dan dirawat di rumah sakit.
A
menyerah dan merasa yakin bahwa suaminya harus mendapat perawatan di rumah
sakit, dengan dibantu oleh seorang tetangga mereka mendatangi beberapa rumah
sakit swasta di Kabupaten Bekasi, sampai dengan 3 buah rumah sakit mereka masih
belum menemukan tempat untuk merawat suaminya. Ketiga rumah sakit tersebut
benar-benar penuh, rata-rata mereka menyaksikan sendiri masing-masing rumah
sakit tersebut ada 15 orang pasien yang mengantri di IGD, miris sekali. Ketika
mereka dirujuk ke RSUD keadaan lebih memilukan lagi, beberapa tenda yang
terpasang berada di bagian depan rumah sakit itu dipenuhi oleh pasien, dan bahkan
beberapa orang yang dirawat di atas kursi roda di koridor rumah sakit, sungguh
keadaan yang memilukan, dan pihak rumah sakit bersedia merawat suami A dengan
keadaan seperti itu. Namun, A dan anaknya dengan rasa kecewa dan cemas memilih
kembali pulang, beruntung sebuah klinik bersedia memberikan pengobatan dan
memasang infus yang bisa dilakukan di rumah. Kembali berucap syukur, akhirnya Z
mendapat pertolongan dan penanganan langsung dari dokter dan mendapat pengobatan
melalui pemasangan infus dan dirawat di rumah.
Tetapi,
entah apa yang terjadi pada A? Entah karena letih, entah karena sakit, atau saturasinya
yang turun, entah kenapa tiba-tiba saja A pun lunglai dan tertidur disamping
suaminya. Melalui malam dengan lelap, tidak seperti biasanya susah memejamkan
mata. Malam itupun berlalu sampai suara azan menggema membuat A terperanjat
terbangun dan kaget didapatinya suaminya sedang tertidur, segera seperti biasa
A buru-buru memasang oximeter untuk memeriksa saturasi, alhamdulillah nilai saturasinya
97 dan mukanya yang tadi malam pucat sekarang sudah merah. Ternyata infus yang
mengandung obat tersebut telah memberikan efek baiknya.
A
juga merasakan tubuhnya lebih mampu berdiri kokoh dan dan lebih segar, melaksanakan
salat dengan khusyuk berkeluh kesah dan berucap syukur atas nikmat tidur yang
baru saja dirasakannya, setelah melalui beberapa malam tanpa tidur sama sekali.
A tak mampu berkata-kata hanya air mata bercucuran dengan deras dari matanya.
bangkit dan meyakini bahwa mereka telah melewati masa krisis dan setengah waktu
masa inkubasi virus, setelah berada di puncak mereka dengan penuh semangat
yakin akan menjalani masa yang lebih baik.
Hari kelima. Masalah baru muncul kembali, suami A
sekarang malah mengantuk dan tertidur terus jika tidak dipaksa bangun, sebetulnya
demikian juga dengan A, namun A selalu melawan rasa itu dengan melakukan
berbagai hal untuk menghilangkan kantuknya. menghadapi suaminya A kembali
mengalami kesulitan, energi A lagi-lagi terkuras untuk membangunkan suaminya, meskipun
itu hanya untuk minum air putih sekalipun. setelah bersusah-payah ia
membangunkannya dari tempat tidur dan sampai di kursipun akan tertidur nyenyak
kembali. Beruntung anak-anaknya mengerti akan hal ini dengan rajin melakukan video call yang mana hal ini mampu
memberikan semangat pada Z setelah melihat cucu-cucunya yang lucu-lucu.
Saat
malam tiba pun mereka akan langsung tertidur pulas, namun nafas Z seperti
terganggu dengan banyaknya dahak di tenggorokannya, sehingga dengkurannya terdengar
lebih keras. Dengan setia A menciumkan tisu yang telah diolesi dengan minyak
kayu putih, hingga suara nafas suaminya terdengar lebih lancar.
A
tak pernah putus asa, selalu penuh semangat untuk sembuh dan selalu memotivasi
suaminya agar turut melahap setiap makanan meskipun itu dirasa pahit dengan
sugesti bahwa pahit itu adalah obat. meskipun tetap saja suaminya enggan karena
mual dan muntah.
Hari berganti hari, A terus memberikan dukungan dengan menanamkan semangat untuk sembuh kepada suaminya, terus berusaha untuk bangkit bersama melawan Covid-19. Meskipun membutuhkan waktu pemulihan yang lama, namun A optimis mereka mampu melewati masa sulit ini dengan pertolongan Allah Swt., di tengah banyaknya orang yang mengalami kesulitan dan bahkan meninggal dunia.
Hal
utama yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 ialah sikap yang tenang. Segera
ambil keputusan untuk isolasi mandiri jika telah dinyatakan positif, siapkan
obat, vitamin, suplemen. berusaha setiap pagi menghirup udara bersih, sirkulasi
udara pada setiap ruangan yang baik. lakukan olahraga ringan, dan istirahat
yang cukup
Bijak
memilah informasi selain berita-berita yang membuat imun turun juga informasi
tentang berbagai obat dan vitamin yang dikirim dari luar, harus bijak
menentukan vitamin yang akan dikonsumsi.
Hal
yang tak kalah penting adalah harus memiliki sugesti pada diri sendiri,
keyakinan pada Tuhan Yang Maha Kuasa yang akan memmberikan kesembuhan, serta
terus memelihara semangat dan usaha keras untuk melawan sakit. Tidak berkeluh
kesah dan percaya diri melalui hari-hari masa isolasi mandiri dengan penuh
optimis.
Hal
penting lainnya adalah bersikap jujur, jujur kepada tukang ojek, tukang sayur,
tukang bubur, atau orang yang harus berinteraksi dengan kita, jika memang kita
sedang positif terpapar virus Covid-19, sebagai salah satu upaya untuk
menghindari penularan yang lebih banyak lagi.
Semoga
bermanfaat.
Ditulis oleh : Asnul, KPKNL Bekasi