Jika
instansi tempat Anda bekerja adalah seorang manusia, bagaimana kira-kira
kepribadiannya? Apakah ia memiliki attitude yang disukai oleh publiknya?
Brand
personality adalah
sebuah konsep untuk menginterpretasikan sebuah perusahaan atau organisasi seperti
layaknya manusia yang memiliki kepribadian tertentu. Konsep ini merupakan bagian
dari manajemen merek yang sering digunakan perusahaan untuk meraih keunggulan
kompetitif di antara para pesaingnya. Brand personality akan membantu
konsumen untuk mendeskripsikan sebuah merek dan juga menjadi faktor penentu
bila mereka ingin diasosiasikan dengan merek tersebut.
Tidak
hanya perusahaan yang memasarkan barang atau jasanya, sebuah instansi
pemerintah juga perlu menyusun brand personality. Ketika sebuah instansi
pemerintah menghasilkan sebuah kebijakan yang menyangkut kepentingan publik
atau masyarakat luas, keberhasilan dalam implementasinya tidak hanya bergantung
pada isi kebijakan itu sendiri. Citra dan cara berkomunikasi instansi
pemerintah memiliki pengaruh besar terhadap willingness masyarakat untuk
bertindak sesuai yang diharapkan penyusun kebijakan. Masyarakat tentu akan
lebih proaktif terhadap kebijakan yang dikomunikasikan dengan baik oleh instansi
yang memiliki citra positif di mata publik.
Jannifer L. Aaker (1997) mengelompokkan brand personality ke dalam lima kategori besar yaitu Sincerity (tulus), Excitement (bergairah), Competence (kompeten), Sophistication (canggih), Ruggedness (tangguh). Masing-masing kategori memiliki ciri-ciri kepribadian sebagaimana gambar berikut:
Sangat
mungkin sebuah organisasi memiliki ciri-ciri kepribadian yang kompleks, namun
dengan memilih satu kategori utama akan membantu untuk menciptakan value
yang lebih kuat. Misalnya jika organisasi memilih brand personality kompeten,
bukan berarti organisasi tersebut tidak memiliki kualitas tulus atau canggih. Hanya
saja organisasi tersebut memilih “kompeten” sebagai atribut utama untuk dikenal
publiknya.
Meskipun
brand personality framework milik Aaker masih dirujuk hingga saat ini,
namun organisasi seperti instansi pemerintah juga harus memperhitungkan dengan
baik kelompok masyarakat yang disasar, disesuaikan dengan karakteristik tugas
dan fungsi instansi. Tipe kepribadian yang dipilih selanjutnya akan menjadi “jangkar”
untuk menjaga konsistensi dalam mengomunikasikan brand personality, baik
melalui visual identity, brand voice, dan actions. Ketiga hal
ini berkaitan erat dengan elemen manajemen merek berikutnya yaitu brand
attitude and behaviour.
1.
Visual
identity: mencakup
pengaturan logo, font, palet warna, dan gambar
serta gaya desain yang digunakan dalam materi publikasi.
2.
Brand
voice:
merupakan nada bahasa/bagaimana mengatakan sesuatu, kata-kata yang dipilih
untuk gunakan dan yang dihindari. Mencakup namun tidak terbatas pada penamaan strategi, tagline, nada bicara
dan gaya editorial.
3.
Actions: semua hal yang dilakukan
organisasi yang berkontribusi pada persepsi stakeholder. Tindakan yang disengaja
dan selaras dengan tipe kepribadian yang telah ditetapkan. Mencakup namun tidak
terbatas pada kebijakan layanan informasi, penyuluhan layanan, dan lain-lain.
Pada unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan, beberapa komponen
manajemen merek yang telah dibahas di atas telah ditentukan dan dituangkan
dalam panduan resmi. Sebagai contoh, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Pedoman
Identitas Merek yang mencakup logo, palet warna, fonts, beserta panduan
desainnya. Selain itu, Kementerian Keuangan juga telah memiliki panduan khusus
untuk desain bahan rapat, virtual background rapat daring, dan beberapa desain
lain.
Namun demikian, Kementerian Keuangan memiliki sebelas unit eselon
satu yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda-beda. Karena beragamnya tugas
dan fungsi, maka jenis stakeholder yang dihadapi masing-masing unit juga
berbeda. Sehingga dibutuhkan penyesuaian dan pendekatan yang berbeda dalam
menyusun brand personality masing-masing unit eselon satu. Selanjutnya, brand
personality juga perlu diterjemahkan dengan lebih detail ke dalam brand
voice dan actions.
Perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi dewasa ini juga turut
meningkatkan kebutuhan masyarakat akan arus informasi yang semakin cepat dan
akurat. Seluruh unit di bawah Kementerian Keuangan memiliki layanan informasi
baik tatap muka maupun non tatap muka. Jika sekitar satu dasawarsa yang lalu
layanan informasi mayoritas disediakan via telepon/call center dan information
desk, kini layanan yang lebih banyak dipilih masyarakat adalah via aplikasi
pesan maupun media sosial. Saat pegawai bertugas di unit yang menangani layanan
informasi, seluruh kegiatan komunikasi dengan stakeholder dilakukan atas
nama instansi. Hal ini menjadikan urgensi untuk menentukan brand personality
serta brand attitude and
behaviour menjadi
semakin penting. Karena semakin banyak titik singgung antara instansi dan stakeholder,
maka semakin besar juga risiko yang terkait citra instansi.
Penulis:
Melliana Andriani Susanto