Zona nyaman, alangkah menyenangkan, kita bisa senantiasa mengendalikan kondisi yang ada di lingkungan kita. Di zona nyaman hidup kita amatlah tentram dan damai. Di zona nyaman, kita telah menjadi manusia yang dihormati, disegani, suara kita senantiasa didengar di kantor, di rumah dan di lingkungan kita. Anak-anak bersekolah dengan pendampingan orang tua, anak-anak memperoleh guru les privat terbaik, kita dapat merawat orangtua di tengah kesibukan kita, harta yang kita miliki juga telah mencukupi kebutuhan kita, jika ada kesulitan banyak yang menolong kita, jika kita berkeluh kesah banyak orang yang cepat tanggap menolong kita. Begitu menyenangkannya hidup di zona nyaman.
Di masa pandemi pun ketika kita berada di zona nyaman, semua tidak masalah, apalagi dengan urusan WFO (Work From Office) atau pun WFH (Work From Home). Di saat WFO asalkan kita menjaga protokol kesehatan dengan 5M semua beres, kemungkinan kita terjangkit Covid-19 pun kecil. Begitu pula ketika kita WFH, lebih menyenangkan karena kita dapat bekerja dari rumah dengan berkumpul bersama keluarga. Kita dapat mengantar orang tua ke rumah sakit, menunggu dan merawat orang tua di rumah sakit dengan tetap bekerja. Anak-anak pun terkontrol oleh kita ketika kita WFH. Ah alangkah menyenangkannya WFH, pekerjaan di kantor beres, peran kita di rumah pun beres, seolah-olah kehidupan ini tidak ada tantangan.
Namun apa yang terjadi, apalagi di masa pandemi ini ketika kita harus keluar zona nyaman, sebagai insan Kementerian Keuangan di mana kita telah menandatangani siap ditempatkan di mana saja? Ini merupakan sebuah tantangan bagi kita, kita harus menjadi manusia yang tangguh dan unggul walau berada di luar zona nyaman.
Ketika kita berada di luar zona nyaman dan keadaan yang terjadi sesuai dengan harapan kita, semua orang bisa menerima kita, mau mendengar kata-kata kita, hidup rukun dan damai, tetap bisa melakukan WFH dari rumah yang kita tempati bersama keluarga, tentu hal itu tidak masalah. Namun jika kenyataan di luar zona nyaman betul-betul tidak dengan sesuai harapan, maka kita harus mempersiapkan diri kita.
Ketika kita berada di luar zona nyaman, ternyata anak-anak tidak mau ikut kita sebagai orang tua karena mereka telah merasakan traumanya pindah sekolah atau takut kehilangan teman-teman yang sudah menjadi sahabatnya, atau bahkan kita kesulitan pengasuhan anak-anak ketika berada di luar zona nyaman, tentulah kita harus mempersiapkan semuanya. Jangan sampai anak-anak kita terlantar, begitu pula dengan perawatan orang tua kita yang semakin hari kondisi kesehatannya semakin menurun, tentulah kita harus mencari pengganti perawat atas kedua orangtua kita tersebut yang sebelumnya kita yang merawatnya. Demikian pula dengan harta yang kita miliki tentunya kita tinggalkan semuanya. Ayah, ibu, anak-anak dan nenek kakek berada di tempat yang berbeda.
Ketika di luar zona nyaman ternyata kita tidak bisa ber-WFH di rumah kita, namun harus berada di kota tempat kita bekerja yang letaknya jauh di seberang pulau, di seberang negeri nun jauh di sana. Tentulah bukan hal yang menyenangkan, sementara jatah cuti kita semakin menipis, mungkin kita lebih memilih untuk ber-WFO saja.
Hal penting lainnya ketika berada di luar zona nyaman ternyata belum ada atau bahkan tidak ada yang mau mendengar kata kata kita, kita dijauhi oleh rekan kerja kita, kemampuan kita diragukan di tempat yang baru dan ketika kita mengalami hambatan tak ada orang yang cepat tanggap menolong kita. Apakah kita harus putus asa dan berakhir dengan sakit-sakitan dan ada pula yang sampai meninggal dunia? Tentunya kita tidak boleh seperti itu. Kita sesekali atau pun secara intensif tetap berkomunikasi dengan kawan lama kita, saudara kita, meminta dukungan semangat. Kita harus selalu semangat untuk mengais asa untuk kehidupan yang lebih baik.
Di luar zona nyaman kita harus memulai kembali menata kehidupan kita sehingga kita dapat hidup kembali seperti kita berada di zona nyaman. Kita harus menjalin hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita. Kita harus membuat prestasi-prestasi yang positif sehingga akan memberikan kepercayaan orang lain terhadap diri kita. Namun jika mereka masih saja belum bisa menerima keberadaaan kita, janganlah berputus asa, kita harus bisa mencoba dan mencoba untuk membangun sebuah kepercayaan.
Selain itu kita jangan melupakan keluarga kita di luar kota, di luar pulau atau pun di luar negeri yang senantiasa menunggu kita, yang senantiasa membutuhkan kasih sayang, pelukan dan nasihat dari kita, karena mereka mempunyai hak untuk itu dan kita mempunyai kewajiban untuk merawat keluarga kita. Komunikasi harus senantiasa dilakukan setiap hari, agar mereka merasa senantiasa memperoleh perhatian dan kasih sayang kita sebagai orang tua. Selain itu kita harus bisa memenuhi kebutuhan mereka, pendidikan, papan, sandang, pangan yang terbaik yang bisa kita berikan.
Sebagai insan Kemenkeu kita harus bisa melakukan semua itu, karena di mana pun kita berada harus senantiasa memberikan yang terbaik dalam pengelolaan keuangan negara. Kita harus senantiasa mempunyai nilai-niai kementerian keuangan yaitu jiwa integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan dan kesempurnaan.
Dengan integritas, kita harus senantiasa berpikir, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Dengan profesionalisme, kita harus dapat bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi. Dengan sinergi kita harus dapat membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Dengan pelayanan, kita harus memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat akurat dan aman. Dan terakhir dengan kesempurnaan, kita harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
Kita jangan terlena dengan zona nyaman, karena ketika kita harus berada di luar zona nyaman, kita harus mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga kita tetap survive walau berada di luar zona nyaman. Dan yang terpenting kita harus senantiasa berusaha yang terbaik dan berdoa kepada Yang Maha Pemilik Kehidupan ini, semoga kita selalu diberikan yang terbaik, kesehatan yang sempurna dan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Penulis : Ratna Astuti