Lebih
dari setahun kita berada dalam kondisi Pandemi Covid-19, situasi yang membuat
semua orang merasa khawatir, cemas, dan waswas. Akhir-akhir ini, kerap kali kita mendengar kabar-kabar tidak
mengenakkan, mulai dari kabar positif Covid-19, kondisi kritis, hingga kabar
kematian datang dari teman, rekan kerja, bahkan dari keluarga kita sendiri. Covid-19
benar-benar nyata, berada di sekitar kita dan telah menyerang orang-orang terdekat
kita.
Penambahan
kasus positif Covid-19 secara nasional bahkan mencetak rekor baru selama pandemi,
dengan mencatatkan angka hampir mendekati 48 ribu kasus harian. Data dari laman
Kemenkes RI menyebutkan, total kasus positif Covid-19 di Indonesia secara
kumulatif sejak Maret 2020 hingga 21 Juli 2021 berjumlah 2.983.830 kasus. Pemerintah dengan tegas memutuskan pemberlakuan pembatasan
kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa-Bali yang diterapkan sejak 3 Juli
2021 lalu, diperpanjang dan akan dibuka lagi secara bertahap hingga 26 Juli
2021 melalui kebijakan PPKM Level 4 (diakses pada laman www.bbcindonesia.com 22 Juli 2021).
Sejak
awal pandemi hingga kini, pemerintah melalui penambahan alokasi anggaran
PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dalam APBN terus melakukan berbagai upaya dukungan untuk memperkuat kondisi
masyarakat, melindungi dan mengurangi beban masyarakat yang sulit dalam menghadapi
pandemi. Melalui pernyataan Menteri Keuangan RI pada konferensi pers Evaluasi
PPKM Darurat pada tanggal 17 Juli 2021, total dukungan APBN melalui program PEN
terus ditingkatkan dari Rp699,43 triliun menjadi Rp744,75 triliun yang
dialokasikan untuk perkiraan kenaikan klaim pasien, pembangunan RS darurat,
penyediaan obat Covid-19, insentif nakes, penambahan oksigen darurat, vaksinasi,
dan penebalan jaring pengaman sosial selama PPKM darurat di daerah.
Pandemi ini pada akhirnya membuat kita berfokus pada keselamatan diri,
dan cara bertahan hidup di tengah pandemi. Namun pandemi juga mengajarkan kita
harus saling jaga, bahu-membahu, saling melindungi, dan memberikan dukungan
satu sama lain untuk melewatinya. Di tengah upaya keras yang telah dilakukan
pemerintah, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia yang kental akan
budaya gotong royong terus meningkatkan sikap empati. Sikap empati sangatlah
dibutuhkan, tidak hanya sekadar simpati. Setidaknya ketika masih ada sebagian
golongan yang memercayai bahwa Covid-19 hanyalah konspirasi, tetaplah miliki
empati. Self awareness atau kesadaran diri menjadi kunci untuk menumbuhkan
sikap empati. Minimal dari diri sendiri dan orang terdekat untuk selalu patuh
protokol kesehatan 5 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi
kerumunan, dan mengurangi mobilitas).
Berbicara
mengenai empati, tentu lebih dari sebatas menyampaikan rasa iba dan perhatian, namun berlanjut
pada aksi nyata. Di tengah pandemi ini empati berlaku bagi setiap orang, baik
yang sehat maupun yang sedang sakit (terkonfirmasi positif Covid-19). Bagi orang yang
sehat, bila ada teman atau tetangga yang positif Covid-19, maka kita dapat
memberikan bantuan nyata dengan menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti
makanan siap saji, bahan makanan siap olah, dan multivitamin bagi mereka yang terkonfirmasi
Covid-19 untuk memulihkan kondisi di tengah isolasi mandiri.
Sikap dan perilaku empati
juga dapat kita lakukan dengan berbagi informasi yang bermanfaat, positif, dan menumbuhkan optimisime, misalnya informasi terkait ketersediaan oksigen,
atau membagikan informasi kebutuhan donor plasma konvalesen. Bukan justru membagikan
berita hoax dan provokatif yang justru menggiring pada opini menyesatkan
dan tidak jelas sumbernya. Kita juga dapat berdonasi melalui badan amal maupun platform
fund raising maupun mengikuti challenge di media sosial yang
dikonversikan kedalam sejumlah donasi. Selain itu, empati juga harus datang
dari mereka yang terkonfirmasi Covid-19 kepada orang yang sehat, dengan tetap
patuh kepada protokol kesehatan, yaitu jujur terhadap kondisi yang dialami, patuh
melakukan isolasi mandiri dan tidak keluar rumah sampai benar-benar
dinyatakan sembuh.
Seperti judul opini
ini “Tebar Virus Kebaikan, Hindari Anosmia Empati”, bukan bermaksud mempersuasi pembaca untuk menularkan
virus corona sehingga membuat orang lain positif Covid-19. Namun sebuah analogi
agar kita sebagai makhluk sosial memiliki kesadaran untuk peduli, menunjukkan
sikap positif dan berbuat kebaikan demi saling melindungi sesama serta mencegah
penularan Covid-19. Anosmia, seperti dilansir dari pernyataan dr. Rizal Fadli pada
www.halodoc.com (diakses 20 Juli 2021),
merupakan gejala kehilangan indera
penciuman yang merupakan salah satu gejala untuk menandai seseorang terpapar
Covid-19. Penulis ingin mengajak pembaca agar di tengah kondisi sulit ini
jangan sampai kita ikut juga kehilangan rasa empati terhadap sesama. Mulailah sikap dan
perilaku empati dari diri sendiri, dan orang di sekitar kita niscaya virus
kebaikan ini akan cepat menyebar dan menguatkan kita dengan herd positivity
dan herd immunity. Salam sehat untuk kita semua, semoga kita senantiasa
diberikan perlidungan dan kekuatan menghadapi pandemi ini.
Penulis: Ayu Seger Miranda Pamungkas,KPKNL Singkawang
Ilustrasi : @fith101 - Fithrah