Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Tebar Virus Kebaikan, Hindari Anosmia Empati
Retno Nur Indah
Kamis, 22 Juli 2021   |   827 kali

Lebih dari setahun kita berada dalam kondisi Pandemi Covid-19, situasi yang membuat semua orang merasa khawatir, cemas, dan waswas. Akhir-akhir ini, kerap kali kita mendengar kabar-kabar tidak mengenakkan, mulai dari kabar positif Covid-19, kondisi kritis, hingga kabar kematian datang dari teman, rekan kerja, bahkan dari keluarga kita sendiri. Covid-19 benar-benar nyata, berada di sekitar kita dan telah menyerang orang-orang terdekat kita.

Penambahan kasus positif Covid-19 secara nasional bahkan mencetak rekor baru selama pandemi, dengan mencatatkan angka hampir mendekati 48 ribu kasus harian. Data dari laman Kemenkes RI menyebutkan, total kasus positif Covid-19 di Indonesia secara kumulatif sejak Maret 2020 hingga 21 Juli 2021 berjumlah 2.983.830 kasus. Pemerintah dengan tegas memutuskan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat Jawa-Bali yang diterapkan sejak 3 Juli 2021 lalu, diperpanjang dan akan dibuka lagi secara bertahap hingga 26 Juli 2021 melalui kebijakan PPKM Level 4 (diakses pada laman www.bbcindonesia.com 22 Juli 2021).

Sejak awal pandemi hingga kini, pemerintah  melalui penambahan alokasi anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dalam APBN terus melakukan berbagai upaya dukungan untuk memperkuat kondisi masyarakat, melindungi dan mengurangi beban masyarakat yang sulit dalam menghadapi pandemi. Melalui pernyataan Menteri Keuangan RI pada konferensi pers Evaluasi PPKM Darurat pada tanggal 17 Juli 2021, total dukungan APBN melalui program PEN terus ditingkatkan dari Rp699,43 triliun menjadi Rp744,75 triliun yang dialokasikan untuk perkiraan kenaikan klaim pasien, pembangunan RS darurat, penyediaan obat Covid-19, insentif nakes, penambahan oksigen darurat, vaksinasi, dan penebalan jaring pengaman sosial selama PPKM darurat di daerah.

Pandemi ini pada akhirnya membuat kita berfokus pada keselamatan diri, dan cara bertahan hidup di tengah pandemi. Namun pandemi juga mengajarkan kita harus saling jaga, bahu-membahu, saling melindungi, dan memberikan dukungan satu sama lain untuk melewatinya. Di tengah upaya keras yang telah dilakukan pemerintah, sudah saatnya kita sebagai masyarakat Indonesia yang kental akan budaya gotong royong terus meningkatkan sikap empati. Sikap empati sangatlah dibutuhkan, tidak hanya sekadar simpati. Setidaknya ketika masih ada sebagian golongan yang memercayai bahwa Covid-19 hanyalah konspirasi, tetaplah miliki empati. Self awareness atau kesadaran diri menjadi kunci untuk menumbuhkan sikap empati. Minimal dari diri sendiri dan orang terdekat untuk selalu patuh protokol kesehatan 5 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas).

Berbicara mengenai empati, tentu lebih dari sebatas menyampaikan rasa iba dan perhatian, namun berlanjut pada aksi nyata. Di tengah pandemi ini empati berlaku bagi setiap orang, baik yang sehat maupun yang  sedang sakit (terkonfirmasi positif Covid-19). Bagi orang yang sehat, bila ada teman atau tetangga yang positif Covid-19, maka kita dapat memberikan bantuan nyata dengan menyediakan kebutuhan sehari-hari seperti makanan siap saji, bahan makanan siap olah, dan multivitamin bagi mereka yang terkonfirmasi Covid-19 untuk memulihkan kondisi di tengah isolasi mandiri.

Sikap dan perilaku empati juga dapat kita lakukan dengan berbagi informasi yang bermanfaat, positif, dan menumbuhkan optimisime, misalnya informasi terkait ketersediaan oksigen, atau membagikan informasi kebutuhan donor plasma konvalesen. Bukan justru membagikan berita hoax dan provokatif yang justru menggiring pada opini menyesatkan dan tidak jelas sumbernya. Kita juga dapat berdonasi melalui badan amal maupun platform fund raising maupun mengikuti challenge di media sosial yang dikonversikan kedalam sejumlah donasi. Selain itu, empati juga harus datang dari mereka yang terkonfirmasi Covid-19 kepada orang yang sehat, dengan tetap patuh kepada protokol kesehatan, yaitu jujur terhadap kondisi yang dialami, patuh melakukan isolasi mandiri dan tidak keluar rumah  sampai benar-benar dinyatakan sembuh.

Seperti judul opini ini “Tebar Virus Kebaikan, Hindari Anosmia Empati”, bukan bermaksud mempersuasi pembaca untuk menularkan virus corona sehingga membuat orang lain positif Covid-19. Namun sebuah analogi agar kita sebagai makhluk sosial memiliki kesadaran untuk peduli, menunjukkan sikap positif dan berbuat kebaikan demi saling melindungi sesama serta mencegah penularan Covid-19. Anosmia, seperti dilansir dari pernyataan dr. Rizal Fadli pada www.halodoc.com (diakses 20 Juli 2021), merupakan gejala kehilangan indera penciuman yang merupakan salah satu gejala untuk menandai seseorang terpapar Covid-19. Penulis ingin mengajak pembaca agar di tengah kondisi sulit ini jangan sampai kita ikut juga kehilangan rasa empati terhadap sesama. Mulailah sikap dan perilaku empati dari diri sendiri, dan orang di sekitar kita niscaya virus kebaikan ini akan cepat menyebar dan menguatkan kita dengan herd positivity dan herd immunity. Salam sehat untuk kita semua, semoga kita senantiasa diberikan perlidungan dan kekuatan menghadapi pandemi ini.

 

 

Penulis: Ayu Seger Miranda Pamungkas,KPKNL Singkawang

Ilustrasi : @fith101 - Fithrah

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini