Purwokerto – Kamis (14/10), Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain (PNKNL) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Lukman Effendi, menghadiri acara Rapat Koordinasi Pengelolaan BMN Tanah KKKS, IP dan Tindak Lanjut Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diselenggarakan di Aula KPKNL Purwokerto, Jalan Pahlawan Nomor 876 Purwokerto.
Di sela-sela acara tersebut, Lukman
Effendi menyempatkan diri untuk memberikan apresiasi kepada KPKNL Purwokerto
yang berhasil meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) pada tahun 2019.
“Saya tentunya sebagai salah satu pimpinan di Jakarta (Kantor Pusat DJKN –
red) merasa bangga dan senang atas tekad teman-teman sekalian untuk
menjadikan kantor kita ini bebas dari korupsi,” ujarnya.
“Alhamdulillah, kita sudah
menyelesaikan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dengan baik, dan luar biasa
menurut saya karena teman-teman di bawah kepeminpinan Bapak Soeparjanto (Kepala
KPKNL Purwokerto – red) berani untuk mencalonkan lagi untuk dinilai dalam kapasitas
yang lebih tinggi, yaitu ZI-WBBM,” tambahnya.
Menurutnya, mempertahankan predikat Wilayah
Bebas Korupsi (WBK) lebih sulit daripada mendapatkan predikat tersebut. Ditanya
mengenai bagaimana mempertahankannya, Lukman Effendi menjelaskan bahwa
mempertahankan itu berarti kita harus memiliki tekad, bukan kita ingin
gagah-gagahan setelah mendapatkan predikat WBK namun kita perlu melekatkan program WBK pada
masing-masing pegawai.
Pada kesempatan yang sama, Lukman Effendi
juga memberikan arahan kepada KPKNL Purwokerto yang pada tahun 2021 ini sedang
melaksanakan program pembangunan Zona Integritas Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (ZI-WBB). “Kita sudah
menghilangkan sifat-sifat koruptif di lingkungan DJKN. Namun karena DJKN adalah
kantor pelayanan yang berarti DJKN selalu berhubungan dengan masyarakat, dengan
demikian ada hal yang lebih penting lagi daripada bebas dari korupsi yaitu
birokrasi yang bersih dan melayani kepada masyarakat,”imbuhnya.
Lebih lanjut, Lukman Effendi menjelaskan
bahwa setiap pegawai harus menghilangkan persepsi korupsi. “Segala sesuatu yang membuat
praduga orang terhadap kita ada sesuatu di balik pelayanan kita, itu yang kita
hilangkan. Contohnya, kita ingin pelayanan transparan, kita ingin pelayanan ada
norma waktunya, kita ingin pelayanan cepat dan memuaskan. Hal inilah yang akan
menghilangkan persepsi korupsi. Namun kalau kita sendiri masih tidak transparan
dalam melayani, stakeholder menunggu
terlalu lama, persyaratan berbelit-belit dan mengada-ada, inilah yang akan
menimbulkan persepsi korupsi,” ungkapnya.
Lukman Effendi, menyampaikan hal penting
bahwa masyarakat tidak akan memberikan suatu pernyataan bahwa kita sudah
memberikan pelayanan terbaik, namun masyarakat menginginkan bahwa ketika mereka
datang ke KPKNL berarti semua permasalahan mereka harus selesai. Sehingga alat
ukur dalam pelayanan bukanlah KPKNL secara internal, namun kepuasan masyarakat.
(Penulis: Slamet Fahrudin)