Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
Barang Milik Negara, Kekayaan Negara yang
Dipisahkan, Kekayaan Negara Lain-lain, Penilaian, Piutang Negara, dan Lelang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang perlu dioptimalkan dari sektor bisnis
pada DJKN yaitu PNBP yang berasal dari pengurusan Piutang Negara.
Piutang Negara
adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara berdasarkan suatu
peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Adapun penyerah piutang Negara
berasal dari Instansi Pemerintah termasuk Badan Layanan Umum (BLU)/Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD), Lembaga Negara, Komisi Negara, Badan Hukum lainnya
yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan, atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menyalurkan dana yang berasal dari
Instansi Pemerintah melalui pola channeling atau risk sharing. Aset yang diurus
pada Piutang Negara adalah Aset Kredit yang tidak didukung Dokumen Pengalihan
Aset dari Bank Asal kepada BPPN, yang dokumennya berada dalam pengelolaan
Menteri Keuangan.
Dilansir dari kemenkeu.go.id, dijelaskan bahwa
Panitia Pengurusan Piutang Negara (PUPN) mencatat jumlah Piutang Negara/Daerah hingga
11 November 2021 yang diurus PUPN sebanyak 50.769 Berkas Kasus Piutang Negara
(BKPN) dengan jumlah nilai outstanding sebesar Rp76,89 triliun. BKPN
dimaksud merupakan berkas piutang Negara macet yang diserahkan kepengurusannya
oleh Kementerian/Lembaga (K/L). Dikarenakan outsanding piutang Negara
yang besar, maka diperlukan penanganan yang tepat agar potensi tertagih dapat
dioptimalkan.
Dalam melakukan
tugasnya mengoptimalkan PNBP, DJKN melakukan berbagai inovasi, salah satunya adalah
dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan
Piutang Negara Pada Kementerian/Lembaga, Bendahara Umum Negara Dan Pengurusan
Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam peraturan tersebut
dijelaskan bagaimana mengelola Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga serta
mekanisme penagihan.
Mekanisme penagihan
piutang Negara dilakukan dengan mengeluarkan surat tagihan secara tertulis. Selain itu,
dalam rangka optimalisasi Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga guna mempercepat
penyelesaian piutang, DJKN juga mengeluarkan beberapa kebijakan penagihan, yang
meliputi:
a.
Restrukturisasi merupakan
penjadwalan kembali tunggakan pokok yang disertai dengan penghapusan atas
seluruh tunggakan non pokok atau kombinasi keduanya dan debt swap;
b.
Kerjasama
penagihan dengan pihak ketiga yang dituangkan dalam nota kesepahaman/perjanjian
kerjasama;
c.
Pelaksanaan
parate executie jaminan kebendaan yaitu mengajukan permohonan Lelang langsung kepada
kantor pelayanan lelang terhadap Barang Jaminan yang telah diikat sempurna
sesuai dengan peraturan perundangundangan;
d.
Crash
program penyelesaian Piutang Negara yaitu optimalisasi penyelesaian Piutang Negara yang dilakukan secara
terpadu dalam bentuk pemberian keringanan utang kepada Penanggung Utang yang diatur lebih lanjut pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.06/2022;
e.
Gugatan
melalui lembaga peradilan dilakukan jika terdapat sengketa terhadap jumlah Piutang Negara
atau adanya masalah hukum lainnya;
f.
Penghentian
layanan kepada Penanggung Utang dalam hal Penanggung Utang mengajukan permohonan layanan
kepada Kementerian/Lembaga.
Piutang
Negara yang dikategorikan sebagai Piutang Negara macet (telah dilakukan
penagihan tertulis atau penagihan secara optimalisasi pada tingkat pertama
tidak berhasil), wajib diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN), kecuali telah diatur dalam undang-undang tersendiri dan tidak dapat
diserahkan kepada PUPN berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Adapun Piutang Negara pada Kementerian/Lembaga yang tidak dapat diserahkan
pengurusannya kepada PUPN meliputi:
1.
Piutang Negara yang sisa kewajiban paling banyak sampai
dengan Rp8.000.000,00 (delapan juta rupiah) per penanggung utang dan tidak ada
barang jaminan yang diserahkan/tidak memiliki nilai ekonomis.
2.
Piutang Negara yang jumlah/besarannya tidak dapat dipastikan
secara hukum dikarenakan tidak didukung
dokumen sumber yang memadai, tidak terdapat kejelasan informasi dokumen
sumber atau bukti-bukti pendukungnya, masih menjadi sengketa di lembaga
peradilan, serta Piutang Negara yang telah diserahkan ke PUPN namun
dikembalikan atau ditolak PUPN berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pengurusan oleh unit di lingkungan Kementerian/Lembaga dapat dilakukan
terhadap piutang Negara dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan
juta rupiah) per penanggung utang dan tidak terdapat barang jaminan yang
diserahkan atau tidak memiliki nilai ekonomis. Dari
pengurusan tersebut, Unit di lingkungan Kementerian/Lembaga terkait dapat menerbitkan
surat
Pernyataan Piutang Negara Telah Optimal (PPNTO). PPNTO sendiri dapat
diterbitkan apabila telah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Telah disampaikan surat penagihan sesuai ketentuan;
b.
Kualitas Piutang Negara telah macet;
c.
Usia pencatatan Piutang Negara telah lebih dari 5 (lima)
tahun dan tidak terdapat angsuran atau terdapat angsuran kurang dari 10%
(sepuluh persen);
d.
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan utang yang dibuktikan dengan paling sedikit dokumen berupa:
1)
Kartu keluarga miskin
2)
Putusan pailit
3) Surat keterangan dari Lurah/Kepala Desa/Kepala
Lingkungan/Instansi yang berwenang yang menyatakan Penanggung Utang tidak
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang atau tidak diketahui tempat
tinggalnya
4)
Bukti penerimaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin;
dan/atau
5)
Bukti kunjungan penagihan oleh petugas unit di lingkungan
Kementerian/Lembaga yang mengelola Piutang Negara dalam bentuk surat kunjungan
atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa Penanggung Utang
tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang
e.
Terdapat reviu dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah
(APIP) Kementerian/Lembaga bahwa proses pengelolaan Piutang Negara telah
dilakukan secara optimal.
f.
Apabila sisa kewajiban paling banyak Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah), dan Penanggung Hutang memiliki bukti bahwa tidak mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan utang dapat berupa surat pernyataan pimpinan unit di
lingkungan Kementerian/Lembaga yang mengelola Piutang Negara.
Dengan berbagai inovasi yang diberikan dalam penyelesaian Piutang Negara
diharapkan Kementerian/Lembaga dapat mengurus Piutang Negara tanpa harus
diserahkan kepada Panitian Urusan Piutang Negara dan menjadi solusi
pengembalian uang negara secara optimal. Sehingga DJKN akan lebih fokus dalam
membuat regulasi dan kebijakan terkait pengurusan Piutang Negara, yang
pada akhirnya Kebijakan-kebijakan tersebut mampu meringankan
beban masyarakat dalam penyelesaian utangnya.
Penulis:
Mardianti Pangestu, Pegawai KPKNL Pontianak