Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) sebagai unit pengelola kekayaan negara
memiliki tugas dan fungsi yang beragam yang kemudian dikelola dan dilaksanakan
dengan satu visi yaitu menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan akuntabel untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) sebagai unit pelaksana teknis DJKN
memiliki kewajiban salah satunya untuk mengamankan kekayaan negara dalam wujud
piutang negara belum tertagih. Dengan kewajiban tersebut, bidang tugas
pengurusan Piutang Negara membantu Stakeholder penyerah piutang untuk
mendapatkan hasil tagih atas hak mereka.
Penagihan piutang negara bersifat
optimal. Dalam pengoptimalisasiannya, diperlukan upaya ekstra untuk bisa
mempercepat pengurusan Piutang Negara. Saat ini, banyak langkah strategis optimalisasi pengurusan Piutang Negara yang telah dilakukan seperti
pendekatan persuasif/non-eksekutorial, mengoptimalkan proses pengurusan piutang
negara dengan Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT), dan penagihan door
to door. Namun terdapat beberapa permasalahan krusial dan sama yang terjadi
setiap tahunnya diantaranya adalah data tidak lengkap dan/atau tidak mutakhir
sehingga Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang tidak ditemukan,
Perusahaan sudah bubar/tidak beroperasi, terdapat barang jaminan yang
tidak diketahui lokasinya, dikuasai pihak ketiga, terbit sertifikat
baru, adanya debitur yang mampu tetapi enggan membayar hutang dikarenakan hutang tidak didukung dengan barang jaminan, terdapat permasalahan hukum (gugatan) barang jaminan yang kurang marketable, kurangnya
kelengkapan dokumen penyerahan, kurang cepatnya jawaban surat keterangan
NJOP dan SKPT guna kelengkapan lelang dari instansi terkait.
Outstanding Piutang Negara yang besar namun tidak dapat menentukan kualitas piutang,
juga tidak dapat dijadikan ukuran potensi dari Piutang Negara yang memiliki tingkat ketertagihan
yang baik. Perlu data secara lengkap dan koordinasi yang masif
baik dengan Penyerah Piutang maupun dengan Instansi terkait yang memiliki data
yang dibutuhkan.
Data yang tidak mutakhir (update) dapat menyebabkan hilangnya
potensi Piutang Negara Dapat Diselesaikan (PNDS). Untuk menutupi kebutuhan data, selama ini KPKNL melakukan koordinasi
dengan instansi terkait melalui korespondensi atau surat menyurat. Lamanya
respon yang didapat atas koordinasi permintaan data yang dilakukan telah
menyebabkan tidak teraturnya ritme kerja serta menghambat pelaksanaan eksekusi.
Integrasi Data Berbasis Integritas di Era Global
Data sebagai salah satu sumber
daya (aset) penting dalam pencapaian Piutang Negara menuntut adanya sebuah
metode yang mudah dalam proses memperoleh data. Integrasi data dalam proses
mengurus Piutang Negara akan mampu meningkatkan efektivitas karena dapat
memberikan ketersediaan, keakuratan dan kecepatan data dan informasi yang berguna
dan valid.
Sebagaimana dikutip dari Buku
Implementasi Integrasi Data antar Sistem Informasi untuk Mendukung Decission Support System oleh Sugiarto M dan Fajarhati P (2008:27),
Integrasi data adalah suatu proses menggabungkan atau menyatukan data yang berasal
dari sumber yang berbeda dan mendukung pengguna untuk melihat kesatuan data.
Proses penggabungan ini dapat terjadi di berbagai jenis bisnis proses suatu
institusi baik yang komersil ataupun non komersil. Integrasi data dibutuhkan
seiring dengan perkembangan organisasi dan meningkatnya bisnis proses pada
institusi tersebut yang saling membutuhkan data-data dan informasi dari divisi
atau unit-unit yang berada pada organisasi tersebut.
Dalam Model Interoperabilitas antar Aplikasi E-Government (2012:19), Jazi Eko Istiyanto menyebutkan bahwa
peran teknologi informasi yang semakin besar dalam proses bisnis membuat
lembaga pemerintah berlomba-lomba untuk mengimplementasikan teknologi informasi
dengan proses terintegrasi. Indonesia, seharusnya sudah siap dengan kemudahan
mendapatkan informasi mengingat sejak tahun 2011 sudah mencanangkan diri
sebagai Open Government. Open Government
merupakan sebuah inisiatif dan komitmen untuk membangun pemerintahan yang lebih
terbuka, partisipatif, dan inovatif oleh sejumlah negara. Indonesia
bersama Brazil, Meksiko, Norwegia, Filipina, Afrika Selatan, Inggris, dan
Amerika Serikat adalah delapan negara pertama yang menjadi anggota sekaligus
pendiri inisiatif ini.
Dalam rangkaian proses
penyelesaian piutang Negara, KPKNL membutuhkan integrasi data, diantaranya
adalah dengan Kementerian Hukum dan HAM (Sasaran: Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum, Direktorat Jenderal Imigrasi) untuk kepentingan company debtor tracing and imigration,
Badan Pertanahan Nasional (Sasaran: BPN Pusat dan Kantor Pertanahan) untuk kepentingan asset
tracing, Kementerian Dalam Negeri (Sasaran: Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil) untuk kepentingan personal debtor
tracing, Direktorat Jenderal Pajak (Internal Kementerian Keuangan) untuk
kepentingan data wajib pajak, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk kepentingan
Sistem Informasi Layanan Keuangan (SILK).
Memperhatikan kebutuhan data,
perlu dilakukan kerja sama sebagaimana disebut Pasal 299 PMK No.
240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara, bahwa DJKN dapat melakukan
kerjasama dengan; Penyerah Piutang, Perusahaan penjamin kredit, Pihak-pihak
yang mempunyai keahlian di bidang pengelolaan aset, restrukturisasi hutang,
peningkatan kualitas sumber daya manusia;
dan/atau Instansi lain yang terkait dengan pengurusan Piutang Negara.
Kerja sama tersebut dapat berbentuk Memorandum
of Understanding (MoU). Selanjutnya, yang diperlukan bukan hanya sekedar
DJKN c.q KPKNL dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dari Instansi terkait
tapi sudah pada pemberian akses sebagaimana prinsip integritas data.
Permasalahan lain adalah ketika
integritas data menjadi solusi yang bisa dianggap cukup efektif untuk
memperoleh data dan informasi, lalu bagaimana dengan kemungkinan penggunaan
data secara tidak benar oleh yang mengakses atau memerlukan data? Tentu
disamping pemberian akses juga harus ada pembatasan. Selain Instansi terkait
sebagai pemilik data bisa memilah informasi mana yang bisa diakses oleh KPKNL
sebagai pemohon data, perlu ada pembatasan bahwa informasi yang sudah dimuat
dalam server seharusnya hanya bisa diakses oleh personel yang dengan jelas
termuat dalam MoU.
Pemberian akses beserta
pembatasannya dianggap perlu karena di lapangan seringkali terjadi Instansi
Vertikal dari Kementerian terkait tidak mau memberikan informasi meskipun DJKN
sudah membuat MoU dengan Kementerian tersebut. Pemberian akses inilah yang
kemudian akan menjadi salah satu upaya yang paling mampu memberikan
ketersediaan, keakuratan, juga memungkinkan penyediaan secara realtime pengaksesan data dan informasi yang berguna dan valid
serta dapat meningkatkan efektifitas.
Untuk mewujudkan integrasi data pada
Instansi Pemerintah tidak akan mudah. Namun sebagai negara yang sudah
menerapkan open government dan
berbagai kebutuhan untuk bisa integrasi data, diperlukan kesadaran dari
berbagai pihak untuk mengakses sesuai dengan kewenangan dan ketentuan yang
berlaku. Integrasi data harus berbasis integritas.
Integritas merupakan satu kata
yang mencakup sejumlah nilai yang dipegang teguh oleh Kementerian Keuangan dan menjadi pedoman
tindakan. Pengertian yang mewakili kisaran konsep integritas mengarah pada
menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu berpedoman pada kode etik dan
prinsip-prinsip moral seperti bertindak jujur, menepati janji dan konsisten.
Pegawai dituntut memiliki
integritas sekalipun sudah ada pembatasan akses pada integrasi data yang
diperlukan, sehingga selain pembentukan skill
dan karakter bagi Pegawai khususnya di Seksi Piutang Negara melalui
pendidikan dan pelatihan mengingat mengurus piutang Negara bukan hanya
pekerjaan administrasi, harus mengoptimalkan penagihannya dan eksekusinya di
lapangan, perlu juga menanamkan integritas tinggi sehingga sumber daya manusia
yang ada memang siap dan handal di bidangnya.
(Tim HI KPKNL Pontianak)