Dalam melakukan tugas pengurusan piutang negara, seorang
Pemeriksa atau jurusita Piutang Negara seharusnya dibekali dengan keterampilan
berbicara dalam menghadapi penanggung utang. Keterampilan berbicara ini
bukanlah perkara mudah. Hal ini karena berbicara tidak hanya mengeluarkan kata-kata/suara
dari mulut melainkan terdapat unsur membujuk penanggung utang untuk
menyelesaikan utangnya.
Menurut Henry Guntur
Tarigan (1983:15), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan dan perasaan 1.
Lebih tegas
lagi, Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa berbicara bukan hanya sekadar
pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk
mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen
yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang
pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya
apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat
dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias
atau tidak 2.
Sejalan dengan
pendapat ahli di atas, Pemeriksa/jurusita Piutang Negara dapat berbicara sesuai
dengan tugasnya dalam menggali informasi atau bukti-bukti penanggung utang
untuk menyelesaikan piutang negara. Semakin detail informasi atau bukti yang
berhasil didapat oleh Pemeriksa/jurusita Piutang Negara semakin mudah dalam pengurusan
piutang negara.
Berdasarkan hal
tersebut di atas, timbul pertanyaan bahwa keterampilan berbicara seperti apa
yang seharusnya diperhatikan oleh seorang Pemeriksa/jurusita Piutang Negara
agar mampu meyakinkan penanggung utang untuk menyelesaikan utangnya? Taktik
seperti apa yang digunakan pemeriksa/jurusita piutang negara?
Beberapa faktor
yang dapat membuat Pemeriksa Piutang Negara berhasil meyakinkan dalam berbicara
kepada penanggung utang, yaitu pembicara, pokok pembicaraan, metode, tujuan,
sarana, interaksi, bahasa dan non bahasa.
Pertama, pembicara
dalam hal ini pemeriksa/jurusita. Seorang pemeriksa/jurusita adalah faktor yang
menimbulkan kegiatan berbicara. Pemeriksa/jurusita setidaknya menguasai berkas
kasus piutang negara, profiling penanggung utang, dan tempat serta waktu
yang tepat dalam menjalankan tugasnya.
Kedua, pokok
pembicaraan pemeriksa/jurusita adalah bagaimana penanggung utang mengakui dan
membayar utangnya. Fakta di lapangan sering ditemui, pemeriksa berhasil menemui
penanggung utang tetapi penanggung utang tidak mengakui utangnya. Ada juga,
pemeriksa yang berhasil menemui penanggung utang, membuat penanggung utang
mengakui dan bahkan bersedia membayar utangnya.
Ketiga, metode
yang digunakan oleh pemeriksa/jurusita yang berhasil ini adalah mengedepankan
prinsip-prinsip kekeluargaan, tidak menyerang pribadinya, dan pendekatan
keagamaan. Sampaikan kepada penanggung utang bahwa utang akan dibawa sampai
mati.
Pada tahun 2022
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam bidang piutang negara bagi
masyarakat yang terdampak Covid 19. Pemeriksa hendaknya bertujuan menyampaikan
program pemerintah berupa bantuan keringanan utang kepada penananggung utang. Kata
‘bantuan’ lebih akrab dan mudah diterima melalui telinga penanggung utang dari
pada kata ‘penagihan’.
Selain itu juga,
pemeriksa bersedia membantu penanggung utang dalam penyelesaian administrasi ke
kelurahan atau kepala desa. Terjalinnya interaksi yang positif antara pemeriksa
dan penanggung utang dapat memudahkan terselesainya piutang negara.
Keempat, bahasa
yang dipakai pun sama dengan bahasa yang digunakan oleh penanggung utang.
Bahasa yang sama akan membuat penanggung utang lebih akrab dan tidak canggung
menyampaikan keinginannya
Selain faktor bahasa,
seorang pemeriksa/jurusita juga dapat menguasai faktor non-bahasa. Hal ini
mencakup sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, pandangan yang diarahkan
pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat, kesediaan mengoreksi diri
sendiri, keberanian mengungkapkan dan mempertahankan pendapat, gerak-gerik dan
mimik yang tepat, kenyaringan suara, kelancaran, penalaran dan relevansi, dan
penguasaan topik.
Sarana yang
digunakan pemeriksa/jurusita dalam meningkatkan keterampilan berbicara antara
lain dengan taktik afirmasi yang terdiri dari taktik “Ya”, taktik mengulang,
dan taktik sugesti. Menurut taktik “Ya”, pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa
sehingga lawan bicara hanya dapat menjawab:”Ya”, dan perlahan-lahan menuntunnya
kepada kesimpulan akhir yang jelas atau mengejutkan, yang harus diterima tanpa
syarat.
Untuk taktik
mengulang, pemeriksa/jurusita berusaha untuk menyampaikan pikiran dan idenya
secara terus-menerus. Gaya ini dapat menyebabkan lawan bicara menaruh perhatian
kepada ide yang dianjurkan, dan berusaha mengolah ide itu. Sedangkan, taktik
sugesti ini bermaksud mempermudah lawan bicara untuk menyetujui pikiran,
anjuran dan hasil pertimbangan kita.
Kedua, taktik
ofensif yang terdiri dari taktik antisipasi, taktik mengagetkan, taktik
bertanya balik, taktik provokasi, taktik mencakup, dan taktik memotong. Takti
antisipasi adalah sementara lawan bicara menyampaikan pendapat, kita sudah
mengantisipasi kelemahannya, sesudah itu kita langsung menjatuhkan pendapatnya
dengan mengemukakan argumentasi kontra.
Taktik
Mengagetkan: Lawan bicara menantang dengan satu pernyataan negatif, kita mengejutkan
dia dengan satu jawaban balik dari sudut pandangan yang tak diduganya. Sedangkan
taktik bertanya balik melemparkan kepada lawan bicara satu pertanyaan balik
yang menyebabkan dia menerima kekeliruannya sendiri.
Taktik Provokasi
ini memaksa lawan bicara untuk berbicara terus terang. Ini adalah satu model
pertanyaan agresif, yang sering dipergunakan oleh para wartawan. Sedangkan taktik
mencakup adalah melihat argumentasi lawan satu pengamatan yang mencakup dan
lebih tinggi, sehingga dengan argumentasi itu sendiri dilemahkan dan tidak
berlaku untuk dirinya sendiri. Sedangkan, taktik Memotong dipergunakan untuk
mengontrol pembicara yang berbicara terlalu banyak, pembicaraannya dipotong
dengan tiba-tiba dengan alasan untuk menyampaikan sesuatu yang penting.
Ketiga, taktik
negasi yang terdiri dari taktik “Tidak” dan taktik kontradiksi. Taktik “Tidak” ini
menyangkal pendapat lawan bicara secara langsung, karena menuntut penjelasan
yang tuntas sedangkan taktik kontradiksi mengemukakan pernyataan kontradiktoris
(pertentangan secara esensial) atas apa yang dikatakan lawan bicara.
Dengan
mengetahui faktor-faktor keberhasilan berbicara dan taktik berbicara tersebut,
diharapkan pemeriksa/jurusita piutang negara berhasil juga dalam menjalankan
tugasnya membantu piutang yang tidak tertagih.
***
Ditulis oleh : Mulyadi, Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL Pekanbaru
[1] Henry Guntur Tarigan, Berbicara Serbagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung, Angkasa, 1981):15
[2] Henry Guntur Tarigan, Berbicara Serbagai Suatu Keterampilan Berbahasa,
(Bandung, Angkasa, 1981):16