Akhir tahun 2021
menjadi angin segar untuk beberapa BUMN di Indonesia, dimana dukungan dari
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan, memberikan Penyertaan Modal
Negara (PMN) dengan total tidak kurang dari Rp72,44 Triliun yang dialokasikan
pada tahun 2022.
PMN ini berfokus
kepada pembangunan infrastruktur prioritas agar tetap dapat berjalan dan tidak
terhenti. Besar harapan Pemerintah Indonesia agar BUMN yang menerima tidak
hanya sekedar menerima dana, namun juga menjadi fasilitator pemerintah dalam
memberikan kemudahan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Adapun BUMN yang
menerima PMN ini antara lain : PT. Hutama Karya, PT. Perusahaan Listrik Negara
(PT. PLN), PT. Sarana Multigriya Finansial (PT.SMF), PT. Pengembangan
Pariwisata Indonesia/Indonesia Tourism Development Corporation (PT. PPI/ITDC), Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT. Penataran Angkatan Laut (PT. PAL), PT.
Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI), PT. Kawasan Industri Wijayakusuma (PT.
KIW), PT. Pelabuhan Indonesia III (PT. Pelindo III), PT. Bahana Pembinaan Usaha
Indonesia (PT. BPUI), Lembaga Pengelola Investasi (LPI), Badan Bank Tanah, dan
PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI). Diantara BUMN-BUMN tersebut, PT. Hutama
Karya menerima PMN paling besar senilai Rp31,35 Triliun.
PMN tidak hanya
sekedar untuk mencairkan dana, namun
merupakan sebuah awal dari kinerja untuk dapat akuntabel menjalankan dan menggunakan
dana masyarakat secara profesional dan bisa dipertanggungjawabkan. Itulah
harapan Ibu Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, kepada BUMN-BUMN yang
menerima PMN. Dijelaskan lebih lanjut, komitmen ini harus terukur, dengan
ditunjukkan melalui adanya Key Performance
Indicator (KPI) yang dituangkan pada kontrak kinerja antara BUMN dengan
Kementerian terkait yang menaunginya. Sehingga ini menjadi standar yang sangat
jelas, seberapa besar kinerja yang terdampak setelah diberikan PMN. Tentunya
pemerintah tidak akan menyianyiakan dana masyarakat kepada BUMN yang tidak
produktif.
Peran Strategis DJKN dalam PMN
Penyertaan Modal
Negara (PMN) kepada BUMN pastinya tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Mengingat rupiah yang mengalir adalah dari APBN dan itu adalah uang rakyat,
maka prinsip kehati-hatian harus diutamakan sehingga uang yang dikeluarkan
tidak menjadi hal yang sia-sia dan memiliki dampak multiplier effect pada perekonomian negara.
Disinilah peran
DJKN untuk melakukan analisis dan kajian secara tepat atas usulan PMN yang
disampaikan oleh BUMN. PMN memiliki dua tujuan, dimana selain untuk memperbaiki
struktur modal pada BUMN, juga guna meningkatkan kapasitas usaha dari BUMN
tersebut.
Sebagai contoh
kasus, dimana suatu BUMN saat ini mengalami kesulitan likuiditas untuk operasional
dan terancam akan bangkrut. Namun jika ditelisik riwayat dari BUMN yang
dahulunya adalah perusahaan yang besar. Sehingga dari hasil kajian dan berbagai
pertimbangan, pemerintah setuju untuk memberikan suntikan PMN kepada BUMN
tersebut. Namun juga sejalan dengan dilakukannya perbaikan proses bisnis dan
tata kelola, dan hasilnya BUMN dapat bangkit kembali dan kembali dapat
memberikan kontribusi laba.
Perbaikan proses
bisnis dan tata kelola menjadi bagian dalam kinerja dari BUMN. Maka perlu
ditetapkan Key Performance Indicator (KPI) sebagai ukuran dan standar yang
jelas bagi BUMN guna mewujudkan akuntabilitas penggunaan APBN kepada publik melalui
skema PMN dan bentuk komitmen kepada Pemerintah. Secara umum Key Performance
Indicator (KPI) khusus bagi BUMN penerima PMN, adalah meliputi dua hal antara
lain output dan outcome. Output antara lain target realisasi fisik pembangunan
proyek, rasio elektrifikasi, serta penggunaan dana PMN sesuai peruntukannya.
Sedangkan Outcome antara lain memiliki target penyerapan tenaga kerja lokal dan
produk lokal/UMKM, serta peningkatan kunjungan wisatawan. Output dan outcome
akan direview setiap tahun dan menjadi pertimbangan apakah manajemen dapat
menjalankan kinerjanya dengan baik, lebih-lebih kepada BUMN yang dahulunya
tidak memiliki performa yang mumpuni bahkan hampir bangkrut.
Kementerian
Keuangan melalui DJKN memiliki peran strategis dalam mengukur kinerja BUMN
khususnya yang menerima PMN. Selain melihat dari aspek output dan outcome, DJKN
akan melihat kinerja keuangan dari BUMN yang ada melalui alat yang disebut
aplikasi Early Warning System (EWS). Aplikasi ini akan memberikan sinyal
gambaran bagaimana kondisi BUMN dalam kurun waktu satu tahun sebelumnya. EWS
juga menjadi alat untuk menganalisa usulan PMN yang diajukan oleh BUMN.
Berbagai tahapan dalam menganalisis dan kajian, nantinya akan diperoleh
informasi apakah BUMN layak mendapatkan PMN sebesar yang diusulkan, setengahnya
atau bahkan tidak sama sekali.
Namun pada
kesimpulannya, PMN bukanlah ending story
dari keberhasilan suatu BUMN yang mampu mempertahankan kinerja keuangannya
selama ini, namun proses ini akan terus berkelanjutan. Disini peran pemerintah
untuk selalu melakukan pengawasan yang intensif, apakah BUMN dapat meleverage PMN yang telah diterima, tidak
terbatas kepada KPI yang telah ditetapkan. BUMN juga diharapkan dapat melakukan
inovasi memberikan kontribusi yang lebih maksimal untuk kemakmuran bangsa.
***
Ditulis oleh :
Imam Wahyudi dan Muhammad Ramdany
Sumber Referensi :
https://newssetup.kontan.co.id/news/ini-rincian-8-bumn-penerima-pmn-tahun-2021
https://investor.id/business/278399/tujuh-bumn-penerima-pmn-harus-capai-kpi