Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pekanbaru > Artikel
Urgensi Perubahan Tarif Sewa BMN PKP2B Pada Masa IUPK Sebagai Pelaksanaan Amanat UU No. 3 Tahun 2020 Dalam Meningkatkan Penerimaan Negara
Eva Resia
Kamis, 31 Maret 2022   |   1497 kali

Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan tunai.[1] Tujuan dilakukan sewa adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Penyewaan BMN dilakukan sepanjang memberikan manfaat ekonomi bagi Pemerintah dan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pertambangan batubara, pemerintah melaksanakan perjanjian dengan badan usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara, yang disebut dengan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sesuai PP 27 Tahun 2014 jo. PP 28 Tahun 2020 bahwa salah satu jenis BMN adalah barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak. Dengan demikian, maka barang yang dimiliki kontraktor selama masa PKP2B menjadi BMN PKP2B. Salah satu pertimbangan pemanfaatan BMN PKP2B adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dimana pemanfaatan tersebut tidak mengubah status kepemilikan objek pemanfaatan sebagai BMN PKP2B melalui sewa.

 Sebagai bentuk jawaban atas perkembangan, permasalahan dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara, Pemerintah dalam aturan perundang-undangan baru merubah kontrak PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Sesuai Pasal 169 A Ayat 3 UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan.[2]

Pertambangan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mana BMN tersebut akan dikenakan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN. Hal ini menjadi salah satu akibat yang ditimbulkan dari perubahan status tersebut dimana ada konsekuensi peningkatan penerimaan negara bukan pajak atas penjualan batubara. Adapun barang dan peralatan yang diperoleh dan/atau dibeli pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian tidak lagi menjadi BMN PKP2B.

PT Kaltim Prima Coal sebagai salah satu pemegang PKP2B yang telah berakhir masa kontraknya pada tanggal 31 Desember 2021, telah diberikan IUPK sebagai kelanjutan operasi. Adapun dengan perubahan dimaksud, perlu ditindaklanjuti atas pemanfaatan BMN yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang dikenakan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN.

Berdasarkan latar belakang tersebut, apa manfaat dari prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK ini jika dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya? Bagaimana urgensi perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK sebagai pelaksanaan amanat UU No. 3 tahun 2020 dalam rangka meningkatkan pendapatan penerimaan negara.

Berdasarkan artikel dari Suryani Suyanto & Associates yang berjudul PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar mengungkapkan bahwa Perubahan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Kelanjutan Operasi membawa konsekuensi adanya peningkatan penerimaan negara. Rezim perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk IUPK eks PKP2B pun bakal berubah. Selain terjadi kenaikan tarif pada sejumlah komponen pajak dan PNBP, perubahan ini pun membawa risiko beban perpajakan yang lebih tinggi.[3]

Sementara itu, Feldha Shastiana Putri dan Lilis Ardini dalam Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 9 No. 1 tahun 2020 yang berjudul Optimalisasi Pemanfaatan Sewa Barang Milik Negara Untuk Meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak menyatakan bahwa pemanfaatan kekayaan negara dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Surabaya belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya Satker yang cenderung memiliki ego sektoral (self-belonging). Selain itu, masih terdapat aset yang tidak terpakai (idle), tidak digunakan sesuai peruntukannya (under used), dan tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya (tertinggi dan terbaik), tarif sewa yang dinilai tinggi, database yang kurang. efisien, dan belum ada undang-undang tentang kekayaan negara.[4]

Sesuai dengan PMK Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan BMN menyatakan bahwa tata pelaksanaan sewa BMN pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tata cara pelaksanaan sewa BMN yang berada pada Pengelola Barang dan tata cara pelaksanaan sewa BMN yang berada pada Pengguna Barang. Tata cara pelaksanaan sewa BMN yang berada pada Pengelola Barang dapat dilaksanakan atas inisiasi Pengelola Barang, atas permohonan calon penyewa, pemilihan penyewa, penerapan faktor penyesuai dan penambahan jangka waktu karena kondisi tertentu, dan perjanjian sewa.

Pelaksanaan sewa atas inisiasi Pengelola Barang dilakukan dengan serangkaian  prosedur oleh  Pengelola Barang. Seperti melakukan pendataan dan penelitian BMN, menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian BMN yang akan disewakan, melakukan kajian kelayakan BMN yang akan disewakan berikut perhitungan besaran sewa berdasarkan hasil pelaksanaan penilaian, serta menerbitkan keputusan sewa dengan mempertimbangkan hasil penelitian, kajian kelayakan, dan penilaian atau daftar tarif pokok sewa.

Pelaksanaan sewa atas permohonan calon penyewa dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: Pertama, permohonan. Calon penyewa mengajukan permohonan sewa kepada pengelola barang disertai syarat-syaratnya. Kedua, penelitian dan Penilaian. Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan penilaian objek Sewa guna memperoleh nilai wajar atas Sewa sebagai tarif pokok Sewa. Hasil pelaksanaan Penilaian digunakan oleh Pengelola Barang dalam melakukan kajian kelayakan penyewaan dan perhitungan besaran Sewa. Ketiga, persetujuan. Pengelola Barang memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Sewa yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan penilaian.

Tahapan pelaksanaan sewa atas BMN yang berada pada Pengguna Barang meliputi Pertama, permohonan. Pengguna   Barang   mengajukan   permohonan   persetujuan   sewa kepada Pengelola Barang. Kedua, penelitian dan penilaian. Pengelola Barang melakukan penelitian atas kelayakan penyewaan terkait permohonan dari Pengguna Barang. Pengelola Barang menugaskan Penilai untuk melakukan Penilaian objek Sewa guna memperoleh nilai wajar atas sewa sebagai tarif pokok sewa. Ketiga, persetujuan. Pengelola  Barang  memberikan  persetujuan  atau  penolakan  atas permohonan sewa yang diajukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan penilaian; Besaran   sewa   yang   dicantumkan   dalam   surat   persetujuan merupakan   nilai   hasil perhitungan tarif pokok sewa dikalikan faktor penyesuai Sewa, dalam hal terdapat usulan besaran sewa dari Pengguna Barang yang lebih besar dari hasil penilaian, maka besaran sewa yang ditetapkan oleh Pengelola Barang adalah sebesar usulan besaran sewa dari Pengguna Barang.

Pengguna Barang dapat melakukan pemilihan penyewa  secara langsung atau melalui mekanisme lelang. Penerapan faktor penyesuaian dan penambahan jangka  waktu  karena kondisi tertentu. Perjanjian sewa ditandatangani oleh Pengguna Barang dan penyewa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya surat persetujuan Sewa oleh Pengelola Barang.

Sebagai salah satu bentuk BMN yang diperoleh berdasarkan perjanjian/kontrak, BMN PKP2B juga dapat dilakukan pemanfaatan dalam bentuk sewa sebagai wujud optimalisasi pengelolaan kekayaan negara yang menjadi bagian dari penerimaan negara. Selama masa PKP2B pada PT Kaltim Prima Coal, hanya terdapat 1 (satu) perjanjian atas optimalisasi BMN PKP2B pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa berupa jalan (Road-1 Wharf Mine) seluas 37.100 m2 dan lahan seluas 125.000 m2 dalam area Pelabuhan Khusus Batubara. Adapun besaran sewa yang ditetapkan dan menjadi penerimaan negara yaitu sebesar Rp. 9.383.325.000,00 (sembilan miliar tiga ratus delaan puluh tiga juta tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah).

Setelah melihat prosedur sewa BMN pada umumnya, Penulis menyampaikan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam Pasal 169 A UU Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan kontraktor PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan pertimbangan adanya upaya peningkatan penerimaan negara yang salah satunya dilakukan melalui pengaturan kembali pengenaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Menindaklanjuti hal tersebut, berdasarkan kajian yang dilaksanakan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara bahwa salah satu hal yang diatur kembali terkait pengenaan PNBP adalah pengenaan sewa berupa tarif pemanfaatan BMN sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yaitu seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi BMN tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara.

Hasil kajian tersebut telah dituangkan dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai tindak lanjut atas diterbitkannya UU Nomor 3 Tahun 2020. Dalam rancangan tersebut, ditentukan tarif pemanfaatan sewa BMN sebesar 0,21 persen dari total harga produksi penjualan batubara. Setiap perusahaan yang memiliki IUPK, akan dikenakan tarif sewa BMN dimaksud baik memanfaatkan atau tidak memanfaatkan BMN, sehingga akan memberikan kepastian dalam penerimaan negara khususnya PNBP sewa BMN.

Berikut manfaat dari prosedur pemanfaatan sewa BMN pada era IUPK jika dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya:

1.      Prosedur pemanfaatan BMN khususnya sewa atas BMN PKP2B menjadi lebih ringkas dan mudah dibandingkan dengan prosedur pemanfaatan sewa BMN pada umumnya.

2.      Adanya kepastian tarif tunggal yang ditetapkan atas pemanfaatan sewa BMN sehingga tidak diperlukan proses penilaian BMN sebagai dasar penerapan tarif sewa.

3.      Potensi penerimaan negara menjadi lebih besar mengingat adanya kepastian penerimaan PNBP dari Sewa BMN yang diperoleh berdasarkan penjualan batubara.

Perubahan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK memiliki urgensi yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan penerimaan negara sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 3 Tahun 2020. Hal ini dapat terlihat dari perbandingan pemanfaatan BMN PKP2B dalam bentuk sewa sebelum dan sesudah masa IUPK. Pemanfaatan BMN dalam bentuk sewa sebelum masa IUPK hanya menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp 9.383.325.000,00 selama masa PKP2B. Dengan adanya tarif tunggal atas sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan meningkatkan penerimaan negara secara signifikan karena adanya PNBP atas sewa BMN setiap tahunnya atas penjualan batubara.

Penerapan tarif sewa pemanfaatan BMN PKP2B pada masa IUPK akan memberikan dampak berupa simplifikasi prosedur dalam pemanfaatan sewa BMN, sehingga memudahkan perusahaan untuk melakukan inventaris kembali atas BMN yang dimanfaatkan. Selain itu, penerapan tarif tersebut menjadi kesatuan hukum yang padu dalam hal pengelolaan BMN PKP2B pada masa IUPK yang tentunya memberikan manfaat bersama baik Pemerintah dan perusahaan pertambangan batubara.

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tersebut, Penulis dapat memberikan simpulan bahwa PT Kaltim Prima Coal akan semakin lebih mudah dalam memanfaatkan BMN dalam bentuk sewa pada masa IUPK secara administrasi daripada sewa BMN pada umumnya dengan adanya simplifikasi prosedur. Pengenaan tarif 0,21 persen tidak memandang perusahaan memanfaatkan BMN atau tidak karena pengenaan tarif sewa dimaksud berdasarkan penjualan batubara, sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Kepastian tarif atas sewa BMN PKP2B akan menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi di PT Kaltim Prima Coal yang telah memperoleh IUPK Kelanjutan Operasi sebagai wujud adanya kepastian hukum dan kesederhanaan administrasi dalam pengelolaan aset sehingga menciptakan iklim usaha pertambangan yang terjamin.

Penulis menyarankan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Pemanfaatan BMN PKP2B pada Masa IUPK untuk segera diterbitkan sehingga ada kepastian hukum atas implementasi IUPK. BMN yang tidak dimanfaatkan oleh PT Kaltim Prima Coal agar diapat diinventaris dan dilakukan pemanfaatan dalam bentuk lain serta pemindahtangan dalam bentuk penjualan dan penerusan sewa kepada pihak lain dengan persetujuan Pengelola Barang dan Pengguna Barang sesuai Pasal 9 ayat (3) PMK Nomor 115 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan BMN sehingga dapat menurunkan biaya operasional perusahaan dan meningkatkan PNBP.

 

***

 

*Ditulis Oleh: Mulyadi, Adit, Dio, dan Desy



[1] Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

[2] Pasal 169 A ayat (3) UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

[3] www.ssas.co.id. Suryani Suyanto & Associates.PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar

[4] Feldha Shastiana Putri dan Lilis Ardini. Optimalisasi Pemanfaatan Sewa Barang Milik Negara Untuk Meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Volume 9 No. 1 tahun 2020.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini