Pemerintah Kota Pekanbaru kembali mengajukan usulan
untuk merelokasi Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) dari lokasinya saat ini ke
tempat lain. Alasan yang diajukan oleh pemerintah kota adalah relokasi telah sesuai
dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) khususnya untuk wilayah Kecamatan
Marpoyan Damai. Selain ini, pemerintah kota juga merujuk sebuah kajian yang
menyatakan pada tahun 2025 pertumbuhan penumpang udara di Bandara SSK akan
menyampai 9,5 juta per tahun, atau dua kali lipat dari kondisi saat ini. Ini berarti
Bandara perlu mengalami perluasan, padahal di wilayah tersebut sudah tidak
tersedia lagi lahan untuk pengembangan.
Rencana relokasi ini menarik untuk dianalisis
urgensinya. Hal ini dikarenakan persoalan lokasi bandara tidak hanya
dipengaruhi oleh persoalan teknis penerbangan, tetapi juga tidak akan terlepas
dari persoalan-persoalan lain seperti persoalan sosial, persoalan pengembangan
kota, persoalan terkait pengelolaan aset, dan fokus anggaran belanja
pemerintah. Ada ketentuan terkait persyaratan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) yang sedikit banyak akan mempengaruhi perkembangan kota,
khususnya terkait pemukiman di sekitar bandara, dan pembangunan gedung-gedung
tinggi yang menjadi ciri khas kota Metropolitan. Selain itu terdapat juga pihak
pengelola bandara yaitu PT. Angkasa Pura yang tentunya memiliki pertimbangan
tersendiri untuk relokasi bandara.
Perkembangan Indikator Aktivitas Bandara
Berdasarkan data Statistik Angkutan Udara Provinsi
Riau Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, jumlah penumpang udara di Provinsi
Riau saat ini dalam tren yang menurun. Data ini bisa kita jadikan acuan dalam
menganalisis data bandara SSK yang memiliki share penumpang di provinsi
Riau lebih dari 97%. Jumlah penumpang mengalami puncaknya pada tahun 2018
sebesar 4,21 juta penumpang, namun menurun di tahun 2019 menjadi 3,25 juta
penumpang. Di tahun 2020 sendiri jumlah penumpang semakin menurun seiring
terjadinya pandemi covid-19 sehingga jumlah penumpang terpangkas setengahnya
atau lebih dari 55% menjadi hanya 1,44 juta penumpang. Khusus untuk Bandara SSK
sendiri, penurunan penumpang di tahun 2020 mencapai 53,11% atau hanya menjadi
1,41 juta penumpang saja.
Penurunan penumpang ini juga dikonfirmasi dengan
penurunan jumlah penerbangan. Dari sisi ini, penurunan bahkan mulai terjadi di
tahun 2018, dimana jumlah penerbangan tahun 2018 adalah 37.085 yang menurun
dari tahun 2017 yang mencapai 39.900 penerbangan. Di tahun 2019, jumlahnya
menurun sampai 27,67% menjadi 26.823 penerbangan. Adapun di tahun 2020, sebagai
dampak pandemi covid-19, jumah penerbangan kembali terpangkas 41,68% menjadi
15.641 penerbangan saja. Jika dilihat khusus Bandara SSK maka penurunan jumlah
penerbangan di tahun 2020 mencapai 43,93% atau tertinggal 15.407 penerbangan.
Dua indikator lainnya, terkait aktivitas bandara juga
menunjukan angka yang menurun. Dua indikator tersebut adalah jumlah bagasi dan
kargo yang dibongkar dan dimuat, dan jumlah barang pos yang dibongkar dan
dimuat. Jumlah bagasi dan kargo mulai mengalami penurunan sejak 2019, dan
berada di titik terendah di tahun 2020 dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.
Begitu juga jumlah barang pos yang dimuat dan dibongkar juga berada di titik
terendah pada tahun 2020 untuk kurun waktu setidaknya 8 tahun terakhir.
Penurunan di dua indikator ini disamping dipengaruhi oleh pandemi covid-19,
juga dipengaruhi oleh naiknya tarif pengiriman barang dan kebijakan maskapai
terkait bagasi penumpang.
Prospek pada tahun-tahun mendatang, terutama setelah
berakhirnya pandemi, juga belum tentu akan langsung meningkatkan jumlah
penumpang secara dratis. Jumlah penumpang belum akan segera pulih ke level tahun
2018 atau setidaknya ke level sebelum pandemi. Penerapan cara kerja baru dengan
menggunakan media digital selama pandemi, terutama untuk kegiatan rapat,
pertemuan, maupun ekshibisi, diperkirakan akan tetap diterapkan setelah pandemi
selesai. Hal ini tentunya sedikit banyak akan menjadi faktor yang menekan laju
peningkatan jumlah penumpang. Terlebih lagi makin didorongnya penerapan konsep working from home dan flexible working space pada banyak
perusahaan. Bahkan pada lingkup instansi pemerintah pusat diperkirakan,
kebijakan untuk meminimalkan anggaran perjalanan dinas dan anggaran rapat offline akan semakin menekan laju
penambahan penumpang angkutan udara.
Pembangunan tol trans sumatera juga harus diwaspadai
dalam memperkirakan jumlah penumpang di masa depan. Jika jalan tol trans sumatera
telah tersambung dari Medan ke Pekanbaru dan Pekanbaru ke Jambi sampai
Palembang, maka penurunan jumlah penumpang di bandara SSK bisa semakin jauh.
Hal ini berkaca dengan kejadian di awal tahun 2019, dimana tol trans jawa mulai
beroperasi. Pada periode tersebut frekuensi penerbangan antar kota di Pulau
Jawa turun 15%. Bahkan pada kuartal I Tahun 2019, PT Angkasa Pura I sebagai
pengelola sebagian besar bandara di Jawa Tengah dan Jawa Timur melaporkan
kehilangan 3,5 juta penumpangnya.
Beroperasinya jalan tol trans jawa saat itu, telah
menyebabkan perpindahan moda transportasi yang digunakan masyarakat. Pada
periode mudik lebaran tahun 2019, dilaporkan penumpang bus mengalami
peningkatan 300%, sesuatu yang belum pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya.
Fakta ini memperlihatkan ancaman yang akan diterima oleh Bandara SSK jika tol
trans sumatera telah beroperasi. Waktu tempuh ke Jakarta yang bisa dipangkas
menjadi 15 sampai dengan 18 jam diyakini akan menarik masyarakat untuk
menggunakan transportasi darat untuk bepergian ke Jakarta, atau setidaknya
untuk ke Jambi, Palembang, atau Bandar Lampung. Begitu juga sebaliknya,
masyarakat yang ingin berkunjung ke Pekanbaru, dalam rangka wisata misalnya,
diperkirakan juga akan banyak memilih transportasi darat.
Memperhatikan faktor-faktor yang ada, terkait
aktivitas Bandara SSK saat ini, dan proyeksi arus penumpang, sepertinya cukup
berat bagi Pemerintah Kota Pekanbaru untuk meyakinkan para pihak akan urgensi
pemindahan Bandara SSK dari tempatnya sekarang. Proyeksi arus penumpang perlu
dikalkulasi ulang, begitu juga proyeksi bisnis PT. Angkasa Pura II selaku
pengelola Bandara SSK. PT. Angkasa Pura dalam hal ini telah terlanjur
berinvestasi cukup besar untuk perluasan perluasan terminal, yang bahkan sampai
saat ini, sebagian belum dioperasionalkan. Jika pemindahan Bandara dilakukan
dalam waktu dekat, dapat dipastikan investasi yang sudah dikeluarkan tidak akan
mencapai titik impas.
Perkembangan Kota Pekanbaru
Faktor yang mungkin bisa digunakan Pemerintah Kota
Pekanbaru sebagai pendukung pemindahan Bandara SSK adalah terkait Perkembangan
Kota Pekanbaru. Saat ini Kota Pekanbaru sudah berkembang menuju kota
metropolitan dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta. Pengembangan kota cukup
pesat di seputaran Bandara SSK saat ini. Bandara telah dikelilingi pemukiman
penduduk dan area bisnis, sehingga menyebabkan Bandara tidak mungkin lagi
dikembangkan jika suatu saat diperlukan.
Di sisi lain, pemukiman penduduk dan area bisnis di sekelilingi Bandara
SSK tersebut sedikit banyak, juga akan meningkatkan risiko keselamatan yang
diakibatkan operasional penerbangan.
Keberadaan Bandara SSK yang dapat dikatakan berada di
tengah Kota Pekanbaru, tentu saja sangat mempengaruhi penyusunan tata ruang
wilayah Kota Pekanbaru. Ketentuan persyaratan Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan (KKOP) benar-benar harus diperhatikan pemerintah kota dalam menata
kotanya. Tata guna lahan dan ketinggian bangunan menjadi hal utama yang
dipertimbangkan agar tidak menggangu keselamatan operasi penerbangan pesawat
dari dan ke Bandara SSK. Lokasi Bandara yang sudah di ‘tengah’ kota menjadikan
cukup banyak wilayah di kota Pekanbaru yang terpengaruh ketentuan tersebut.
Kondisi ini mungkin akan menyebabkan penggunaan lahan perkotaan di Pekanbaru
menjadi kurang optimal.
Sebagai ilustrasi, KKOP merupakan kawasan sampai
dengan wilayah yang berjarak 15 km dari bandara. Dalam kawasan tersebut terbagi lagi dalam
beberapa kawasan termasuk Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan yang berada di setiap
ujung-ujung landasan. Pada semua KKOP ini, terdapat ketentuan bagi semua
bangunan antara lain untuk tidak menimbulkan ganggunan terhadap isyarat-isyarat
navigasi penerbangan atau komunikasi radio antar Bandar Udara dan pesawat
terbang, tidak menyulitkan penerbang membedakan lampu-lampu rambu udara dengan
lampu-lampu lain, dan perlunya rekomendasi dari Ditjen Perhubungan Udara
terkait batas ketinggian rencana bangunan.
Kondisi ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan kota
memaksimalkan pengembangannya. Hal ini pernah dialami kota Medan, yang memiliki
Bandara yang juga berada di tengah kota, sebelum akhirnya dipindahkan ke lokasi
saat ini di Kuala Namu. Jika Bandara
tidak dipindahkan, pengembangan kota harus diupayakan bergerak ke arah wilayah
yang tidak terpengaruh KKOP, yang kemungkinannya cukup jauh dari pusat kota
saat ini. Pergerakan pengembangan kota seperti ini pada akhirnya juga akan
menimbulkan permasalahan kota lainnya seperti transportasi dan penyediaan
infrastruktur lainnya.
Isu keselamatan operasi penerbangan, termasuk
memitigasi korban mayarakat di sekitar bandara akibat kecelakaan juga dapat
menjadi pertimbangan. Tentu masih diingat kejadian pada bulan Juni 2020, saat
pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara jenis BAE Hawk mengalami kecelakaan
tidak jauh dari Runway Bandara SSK, dan jatuh menimpa dua rumah warga.
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Kita tentu tidak
berharap terjadi kecelakaan lain dan berimbas pada masyarakat di bawah seperti
kecelakaan pesawat Mandala di Tahun 2005 saat akan lepas landas di Bandara
Polonia, yang menyebabkan 49 masyarakat di darat ikut jadi korban.
Lokasi Baru Dan Pemanfaatan Aset
Pemindahan bandara ke tempat yang baru juga bukan
merupakan sesuatu yang tidak mudah. Perlu studi kelayakan dengan kajian
pengembangan yang cermat dan tepat, tidak hanya dari kepentingan pemerintah
daerah, tetapi juga harus dilihat secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai
disiplin ilmu. Aspek geografi terkait operasional penerbangan dan keselamatan
penerbangan harus menjadi prioritas, tetapi aspek biaya pembangunan, rencana
pengembangan wilayah, sosial dan ekonomi masyarakat, bahkan aspek politik dan
keamanan tidak dapat diabaikan. Kajian yang menyeluruh ini wajib dilakukan
mengingat pengembangan bandara memakan biaya yang cukup besar dan memiliki dampak yang luas.
Lokasi yang menjadi calon bandara juga harus
diupayakan pada lokasi yang tidak produktif. Hal ini dikarenakan luasnya tanah
yang diperlukan untuk mengembangkan bandara tersebut, dimana sebagian besar
dari lahan diperlukan untuk pemenuhan persyaratan keamanan dan keselamatan
penerbangan. Dengan demikian jika dibangun pada lahan produktif akan menjadi
suatu kerugian jika dipandang dalam penggunaan terbaik dan tertinggi lahan
tersebut. Lokasi Pekanbaru yang berada di tengah-tengah daratan juga menjadi
suatu tantangan sendiri terhadap pemanfaatan lahan, karena tidak bisa
memanfaatkan kondisi geografis seperti lautan yang sudah merupakan daerah
terbuka.
Lokasi calon bandara juga harus direncanakan untuk
dapat digunakan dalam masa yang cukup panjang. Bandara paling tidak
direncanakan untuk dapat digunakan sepanjang 50 tahun, dan dapat memenuhi
kebutuhan pengembangan sampai dengan 100 tahun. Hal ini tentunya juga akan
mempengaruhi penataan ruang kawasan. Pemerintah Daerah harus dapat memastikan
bahwa tidak terdapat perubahan atau penyimpangan pada tata ruang tersebut, yang
bisa menyebabkan lokasi tersebut kembali tidak memenuhi ketentuan persyaratan
kawasan keselamatan operasional penerbangan yang ada.
Pengadaan lahan untuk pengembangan juga pasti
memunculkan permasalahan pembebasan lahan yang akan menyentuh masyarakat secara
langsung. Tentu saja hal ini perlu dipikirkan secara baik agar setelah
pembebasan lahan, mereka masih dapat melanjutkan kehidupan secara wajar. Untuk
itu nilai pembebasan harus dilakukan secara tepat, dan tidak merugikan
masyarakat, namun tetap layak dalam perhitungan bisnis pengembangan bandara
tersebut. Yang perlu diwaspadai, tentu saja pihak-pihak yang mungkin akan
memanfaatkan pengadaan lahan untuk kepentingan pribadi
Permasalahan lain yang tidak terlepas, tentu saja
adalah penyediaan jalur akses transportasi dari kawasan kota menuju lokasi
bandara tersebut. Akses transportasi ini harus dapat menjamin kelancaran
mobilitas masyarakat dalam mencapai kawasan Bandara. Akses ini juga harus
menjamin kemudahan untuk mengakses fasilitas kesehatan dari kawasan bandara
dalam waktu yang singkat. Bila dimungkinkan, akses transportasi ini tidak saja
berupa jalan raya atau jalan tol, namun juga dapat dikombinasikan dengan
penyediaan akses transportasi berbasis rel.
Jelaslah cukup banyak hal yang perlu dilakukan
Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi Riau maupun Pemerintah Kota
Pekanbaru jika benar-benar ingin mewujudkan pemindahan Bandara SSK. Perlu
kajian yang matang dan menyeluruh untuk meyakinkan pemerintah pusat untuk
menyetujui rencana ini. Mulai dari proyeksi penumpang sampai dengan penyiapan
kawasan baru. Mengutip Capt. Soenaryo Yosopratomo, Direktur Indonesia Aviation
and Aerospace Watch (IAAW), dan mantan Dirjen Perhubungan Udara, dalam satu
tulisannya menyatakan bahwa pembangunan bandara tidak hanya terkait dengan
keperluan penerbangan, namun juga akan menyangkut aspek perkembangan sebuah
wilayah.
Untuk itu perlu ada kajian yang mendalam akan rencana
relokasi. Harus ada penjelasan yang logis terkait urgensinya, terlebih melihat
tren jumlah penumpang yang menurun, dan adanya beberapa faktor yang memperberat
untuk peningkatan jumlah penumpang di masa depan. Di sisi lain perlu juga ada
kehati-hatian dalam hal perencanaan dan pemilihan lokasi baru. Perlu ada
perumusan visi jangka panjang agar jika relokasi ini terjadi maka dapat dikatakan
sebagai keputusan yang tepat. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat termasuk stakeholder lainnya terbukti mendapatkan keuntungan dari
relokasi ini.
Dengan kondisi keuangan negara saat ini, yang cukup
terdampak oleh pandemi Covid-19, tentu saja akan ada skala prioritas bagi pembiayaan
pembangunan dalam beberapa tahun ke depan. Belanja pemerintah, khususnya
pemerintah pusat akan difokuskan pada belanja yang berkualitas, dalam artian
dalam meningkatkan perekonomian, dan benar-benar diperlukan bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tingkat urgensi akan sangat dilihat, sehingga jika
belanja tersebut menjadi aset, maka aset tersebut harus benar-benar sesuai
kebutuhan, dan dipastikan dapat berkinerja optimal yang memberikan benefit
secara maksimal. Disinilah Pemerintah Pusat perlu mendapatkan keyakinan akan
setiap usulan belanja pembangunan.
Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah bagaimana
pemanfaatan aset bandara SSK saat ini. Aset tersebut juga harus dipikirkan
penggunaannya, agar tidak menjadi aset yang tidak optimal, bahkan dikategorikan
sebagai aset idle. Perencanaan pengembangan kawasan tersebut juga harus
terintegrasi dengan kawasan sekitarnya, namun tetap memperhatikan faktor
keamanan bagi pangkalan udara milik TNI yang tetap akan beroperasi disana, dan
aset milik PT. Angkasa Pura yang masih ada di sana.
***
Ditulis oleh Rachmat Kurniawan, Kepala KPKNL
Pekanbaru