Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Karena Hidup Adalah Pilihan
Siti Rokhayah
Rabu, 17 Februari 2021   |   509 kali

Karena Hidup Adalah Pilihan

Menjadi PNS di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya di DJKN dengan kantor yang tersebar di seluruh nusantara, sadar atau tidak, harus bisa menerima konsekuensinya. Inilah makna penting sebuah surat pernyataan “Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia”  yang ditanda tangani dan diserahkan pada saat pemberkasan sebagai syarat untuk menjadi PNS.


Beban tersebut akan bertambah ketika pasangan kita juga menjadi PNS dengan konsekuensi yang sama. Jika kita bertanya kepada teman satu ruangan, atau mungkin pada diri kita sendiri, tak jarang kita akan mendapati banyak pasangan yang menjalani biduk rumah tangga tanpa kebersamaan  secara lahiriah. Beberapa mungkin menjalaninya hanya hitungan tahun, tetapi ada juga rumah tangga yang lebih didominasi dengan jarak yang membentang, antar kota, antar provinsi, hingga antar pulau.

Hakekat hidup manusia dalam bahasa Jawa diistilahkan dengan “mampir ngombe” yang dalam bahasa Indonesianya berarti berhenti sejenak untuk minum. Apapun yang kita jalani ini sudah tercatat dalam Lauh Mahfudz jauh sebelum kita terlahir di dunia. Pahit dan manis kehidupan hanyalah sebuah rasa dan sangat relatif, tergantung bagaimana kita bisa melihat dan menyikapi keadaan.

Surat keputusan mutasi terkadang menjadi momok tersendiri bagi sebagaian rumah tangga PNS. Setiap mutasi berpotensi menjadi kejutan untuk PNS bersangkutan dan keluarga. Kejutan menyenangkan maupun sebaliknya. Menangis, putus asa hingga terbit keinginan untuk mengundurkan diri dari PNS untuk mempertahankan kebersamaan lahiriah. Itulah reaksi pertama yang sering muncul ketika surat keputusan mutasi keluar, hingga kalimat sakti yang mungkin bisa kita dengar mulai menggema,  “Jalani saja dulu.

Berat, itu yang pasti dirasakan dalam setiap perpisahan. Bukan hanya pasangan, tetapi juga anak-anak. Mereka juga terdampak atas konsekuensi yang telah dipilih orang tuanya.

Untuk anak-anak yang telah cukup besar, mereka bisa diberi pemahaman tentang tugas orang tua yang mengharuskan hadirnya jarak. Namun, untuk anak-anak yang masih kecil banyak kisah yang mengiris hati. Suatu ketika, pada saat sang ayah pulang, anak tersebut tidak dapat mengenali bapaknya, didekati justru menjauh, minta digendong sama pengasuh. Setiap pertemuan adalah pengenalan baru, hingga ingatan mulai menguat hingga mampu mengenali.

Sebagai orang tua, berat berpisah bukan hanya dengan pasangan. Namun juga perpisahan dengan anak. Jika dengan anak yang lebih muda kendalanya adalah tidak mengenal, untuk anak yang lebih besar, mereka tentu punya keinginannya sendiri.

Setiap keluarga yang harus menjalani pernikahan dengan jarak jauh pasti merindukan kebersamaan. Mereka merindukan sebuah keluarga yang selalu bersama-sama. Melihat anak-anak sekolah di pagi hari bahkan mengantar berangkat ke sekolah, bisa menemani belajar di saat malam hari dan bisa melihat perkembangan anak-anak dari hari ke hari. Orang tua kerap kali merasa bersalah dan berdosa karena tidak bisa setiap saat mendampingi anak-anak. Karena hidup adalah pilihan. Itulah yang harus tertanam dalam hati kita. Kita telah mengambil jalan itu dan harus kita hadapi. Pilihan untuk tetap bekerja di DJKN yang telah menjadi bagian dalam kehidupan. Dan pilihan untuk berdamai dengan jarak adalah pilihan yang sering kali harus diambil. Semua itu tentunya bukan tanpa alasan dan telah didasari pertimbangan yang matang. Kondisi seluruh anggota keluarga tetap harus dipertimbangkan.

Satu hal yang kita yakini bahwa hidup hanya sesaat dan tinggal menjalani apa yang telah digariskan-Nya. Mari berusaha mengisi hidup dengan hal yang positif. Berpikir positif bahwa semua berjalan sesuai ketentuan dan takdir-Nya. Jalani hidup dengan selalu berhusnudzon (baik sangka) kepada Alloh SWT bahwa Dia tidak akan pernah memberikan cobaan kepada hamba-Nya diluar batas kemampuan manusia.

Kita telah diberikan jalan kehidupan dan penghidupan di sini. Tugas kita selanjutnya adalah bekerja dengan baik, berpikir positif, senantiasa bersyukur dan yakin dengan janji Alloh SWT, Zat yang tidak pernah mengingkari janji.

Ketika merasa lemah, sadarilah bahwa kita tidak sendiri. Banyak teman mengalami hal yang sama. Mereka pun harus berpisah dengan keluarga mereka masing-masing mungkin dengan pertimbangan yang berbeda.

Harus banyak bersyukur itulah yang harus kita tanamkan dalam diri. Ribuan  keluarga pun harus berpisah demi kelangsungan hidup keluarga itu sendiri. Tidak hanya melintasi pulau bahkan sampai lintas benua. Karena memang “hidup itu adalah pilihan”.

Kemajuan teknologi menjadi jembatan bagi komunikasi di antara keluarga. Dengan beragam media yang ada, lebih memudahkan kita dalam berkomunikasi. Orang tua tetap bisa mendampingi belajar anak-anak. Anak-anak masih bisa menyampaikan keluh kesahnya. Dan hal yang lebih penting adalah komitmen kita untuk bisa saling menjaga kepercayaan di antarai pasangan.

Rasa bersalah terhadap anak-anak kita usahan tebus dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mereka pada saat pulang. Pada  saat-saat itu, kita bisa selalu membersamai mereka. Ketika anak-anak telah beranjak remaja dan mereka telah menjalani kehidupannya sendiri-sendiri, terpisah jarak dan waktu namun demikian, berusahalah untuk senantiasa menyatukan hati. (Penulis/Editor : Siti Rokhayah/Noviana)

Disclaimer:

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini