Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pelayanan dalam Normal Baru: Pembatasan Raga tak Menghalangi Kedekatan Jiwa
Noviana Cepaka Sari
Rabu, 03 Juni 2020   |   421 kali

Sekitar sepuluh tahun lalu, pelayanan prima mulai digalakkan di instansi pemerintah. Setelah itu, sekat-sekat fisik antara pemberi dan penerima layanan perlahan ditiadakan. Kini, dalam normal baru, bagaimana pelayanan prima dapat diberikan dengan batas-batas yang muncul di antara kita?


“Selamat pagi, selamat datang di KPKNL.” Senyum menghiasi wajah petugas front office menyambut kedatangan tamu. “Saya Noviana, dengan ibu siapa?” Perkenalan diri itu disertai dengan jabat tangan. “Silakan duduk, ada yang bisa saya bantu?” Mereka berdua duduk, hanya berbatas meja dengan posisi yang setara. 

Gambaran itu adalah salah satu standar layanan yang diberikan di sebagian besar unit DJKN. Tentunya, pelayanan prima bukan sekadar bagaimana soal cara menyambut tamu. Namun, hal pertama yang akan terasa sangat berbeda adalah impresi keramahtamahan. 

Namun, bersamaan dengan datangnya pandemi dan pemberlakuan normal baru akan ada banyak perubahan yang perlu dilakukan untuk memutus rantai penularan Covid-19. Tidak tampak lagi senyum ramah petugas, karena tertutup masker wajah. Tidak ada lagi jabat tangan, karena imbauan untuk menjaga jarak. Kedekatan berbatas meja, mungkin akan ditambah oleh kaca tipis untuk mengurangi risiko infeksi. 

Lebih jauh, dengan adanya pembagian jadwal pegawai yang terbagi dalam status work from office (WFO) dan work from home (WFH), tim yang ada tidak lengkap secara fisik. Hal ini tentunya bisa mempengaruhi poin penting lain dalam pelayanan prima, yaitu ketepatan waktu pelayanan.

Lalu apa saja yang bisa dilakukan oleh instansi pemerintah pada umumnya, dan ASN pada khususnya, sebagai unit pemberi layanan agar pelayanan yang diberikan tetap mampu menyentuh hati meski pun raga dibatasi?

Pertama, penguatan tim. Kita tidak akan bisa memberikan pelayanan terbaik jika tim yang dimiliki oleh instansi tidak solid. 

Ketika seluruh tim berada di satu tempat yang sama, kekompakan lebih mudah diciptakan. Saat petugas front office tidak memiliki jawaban atas pertanyaan stakeholder yang datang, dengan mudah dia bisa menghubungi back office untuk meminta bantuan. Namun, ketika back office tersebut berada di rumah masing-masing, sangat memungkinkan akan ada jeda waktu yang terlalu panjang. Untuk itu, perlu dibangun sebuah sistem yang bisa menjaga kinerja tim secara jarak jauh. Pembagian tugas harus terkelola dengan baik, terutama ketika koordinasi riskan terkendala.

Pertemuan melalui sarana komunikasi jarak jauh, misal melalui konferensi video perlu dilakukan untuk menjaga kekompakan tim dan keterikatan antara pegawai. Bukan hanya koordinasi terkait pekerjaan, tapi kedekatan emosi antar pegawai perlu dijaga. Sebuah penelitian di Kanada, menyatakan bahwa keterikatan pegawai dengan organisasi memberikan keuntungan bagi organisasi dalam berbagai aspek. Salah satu hal yang paling terlihat adalah keinginan pegawai untuk memberikan lebih dari yang diharapkan. Produktivitas meningkat, hubungan kerja yang lebih baik, dan tentunya tingkat kepuasan stakeholder.

Kedua, setelah internal siap, saatnya kita memikirkan peningkatan kualitas pelayanan terhadap stakeholder. Semangat yang diusung oleh pelayanan prima adalah kemudahan layanan kepada para pengguna. Aturan-aturan baru telah disusun untuk memudahkan pemberian layanan kepada masyarakat. 

Kemudahan layanan dapat dimulai dengan pemberian informasi yang memadai kepada stakeholder. Dalam normal baru di mana pertemuan terbatas, kita harus menyiapkan media informasi yang mudah diakses dan mudah dimengerti. Kanal-kanal informasi daring harus lebih responsif atas permintaan informasi pengguna. Hal ini harus didukung oleh Sumber Daya Manusia dari ASN yang akan menyampaikan informasi dimaksud. Tanpa tatap muka, bukan berarti kita tidak perlu beramah-tamah dalam komunikasi. Komunikasi formal dan terstruktur bukan berarti tanpa hati. Tertutupi masker, bukan berarti tidak ada senyum yang hinggap di bibir. 

Kita tetap harus memanusiakan para stakeholder yang datang. Sebagian dari mereka terdampak oleh pandemi yang belum juga terlewati. Pertanyaan sederhana bernada simpati yang kita sampaikan ketika memberikan layanan, bisa jadi meringankan kesah mereka.

Selain memudahkan para stakeholder, keterbukaan informasi juga diperlukan. Meskipun kita ingin memberikan yang terbaik, ada kalanya, kendala-kendala baru muncul bersamaan dengan normal baru yang digunakan. Jika kendala tersebut akan mempengaruhi pelayanan yang diterima oleh stakeholder, akan lebih baik jika kita bisa memberitahu terlebih dahulu disertai permintaan maaf. Pemberitahuan dan  permintaan maaf bukan pembenaran terselubung untuk memaklumi keterlambatan, melainkan sarana untuk memberikan kepastian waktu kepada penerima layanan. Pemberian kompensasi juga perlu dipertimbangkan jika terjadi keterlambatan. Ucapan terima kasih karena tetap bersabar perlu disampaikan.

Dalam normal baru yang belum familiar untuk kita semua, banyak usaha untuk memberikan yang terbaik. Dalam batasan-batasan yang baru muncul, semoga tetap ada harapan perbaikan yang menyeruak bersama.



Penulis : Noviana Cepaka Sari

 Sumber: http://www.psychometrics.com/wp-content/uploads/2015/04/engagement_study.pdf



Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini