Sejak diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2019 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik (E-court)
oleh Mahkamah Agung, proses berperkara di pengadilan mengalami perubahan besar
dimana pelaksanaannya dilakukan secara online. E-Court adalah sebuah instrumen pada
pengadilan sebagai bentuk pelayanan terhadap para pemangku kepentingan dalam
hal pendaftaran perkara secara online, taksiran panjar biaya secara elektronik,
pembayaran panjar biaya secara elektronik, panggilan secara online dan
persidangan secara online (E-Litigasi). E-Court memungkinkan pelaksanaan
administrasi perkara dan proses persidangan dilakukan secara online sehingga
peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dapat terwujud.
Manfaat E-Court terasa bagi para pihak yang beracara di
pengadilan termasuk KPKNL di mana dalam pelaksanaan tugas dan fungsi menjadi pihak
yang sering dimasukkan dalam gugatan. Bagi KPKNL Parepare dengan adanya
E-Court, manfaat yang diterima antara lain efisiensi dari sisi waktu, tenaga
dan biaya. Waktu pelaksanaan sidang menjadi lebih jelas dan pasti karena
setelah mediasi dinyatakan gagal dan disepakati persidangan dilakukan melalui
E-Court, majelis hakim menetapkan jadwal persidangan elektronik (E-Litigasi)
mulai dari agenda penyampaian jawaban sampai dengan pembacaan putusan.
Dalam prosesnya, para pihak yang berperkara cukup mengunggah
dokumen sesuai agenda sidang dan apabila terdapat pihak yang tidak menyampaikan
dokumen sesuai tenggat waktu yang ditentukan tanpa memberikan informasi atau
alasan kepada mejelis hakim maka pihak tersebut dianggap tidak menggunakan
haknya untuk menyampaikan dokumen tersebut. Kemudahan lain dengan adanya E-Court
adalah bagi pihak yang memiliki jadwal sidang lebih dari satu pada waktu yang
bersamaan atau memiliki kegiatan lain yang berbenturan dengan jadwal sidang
tetap dapat mengikuti sidang-sidang tersebut secara bersamaan.
Hal ini sedikit berbeda dengan sidang konvensional, di mana
terkadang untuk memulai sidang harus menunggu kelengkapan dari semua pihak
meskipun jadwal sidang telah ditentukan. Hal lain yaitu apabila ada pihak yang
tidak hadir dapat menyebabkan majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang yang
kiranya dapat merugikan pihak lain yang telah berusaha menghadiri persidangan sehingga
menjadi kurang efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya. Terakhir, dalam hal
terdapat jadwal sidang dalam waktu yang bersamaan, maka para pihak harus
memilih salah satu sidang tersebut dan mengorbankan jadwal sidang yang lain.
Dengan manfaat yang telah diperoleh, penyempurnaan kiranya perlu dilakukan dalam pengimplementasian E-Court sehingga tujuan yang diinginkan dengan adanya E-Court dapat tercapai. Pertama, pelaksanaan sidang secara online (E-Litigasi) harus didasari kesepakatan semua pihak. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat diterapkannya E-Litigasi dalam persidangan perkara perdata meskipun Mahkamah Agung melalui Perma Nomor 1 Tahun 2019 mengupayakan penyelesaian perkara melalui E-Court. Dalam prakteknya terkadang ada pihak tertentu yang terkedala mengikuti persidangan dilakukan secara E-Court dengan alasan gaptek, sehingga majelis hakim juga tidak bisa memaksakan kepada para pihak untuk melaksanakan persidangan secara online, padahal apabila pihak tersebut memang benar-benar gaptek, majelis hakim dapat memfasilitasi agar pihak yang tidak setuju tersebut datang langsung ke pengadilan setempat untuk dibantu penginputan dokumen pada aplikasi E-Court oleh petugas dari pengadilan, sehingga tidak merugikan pihak lain yang telah sepakat melaksanakan sidang secara online.
Selanjutnya, terdapat agenda sidang yang pelaksanaannya
kurang efisien yaitu agenda Pembuktian karena dilakukan secara E-Litigasi dan
Konvensional. Kondisi ini terlihat kurang efisien karena para pihak terkesan bekerja
2 (dua) kali untuk agenda persidangan yang sama. Dalam pelaksanaannya, para
pihak harus mengunggah alat bukti yang akan diajukan pada aplikasi E-Court dan
para pihak juga harus mempersiapkan alat bukti surat tersebut untuk dilakukan
persidangan pembuktian sesuai dengan hukum acara yang berlaku di pengadilan.
Kedepan apabila dimungkinkan pada agenda pembuktian, para pihak langsung
melakukan pembuktian sesuai hukum acara yang berlaku di pengadilan tanpa harus
melakukan upload dokumen terlebih dahulu.
Terakhir, putusan/penetapan elektronik belum dapat diakses/di download secara utuh sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 26 Perma Nomor 1 tahun 2019. Bilamana melihat ketentuan tersebut, para pihak seharusnya dapat mengakses putusan/penetapan elektronik setelah perkara tersebut diputus, namun dalam pelaksanaannya para pihak hanya dapat melihat sebatas amar putusan. Untuk mendapatkan salinan putusan, para pihak harus mengambil sendiri ke pengadilan. Ke depan, dimungkinkan terdapat fitur pada E-Court dengan akses untuk memperoleh salinan elektronik tentunya dengan membayar PNBP salinan putusan yang dilakukan secara online.