Tugas dan fungsi piutang
negara dan pengelolaan investasi pemerintah merupakan bagian dari kewenangan
DJKN. Jika disebut mengenai
piutang negara, sebagian besar pegawai dimungkinkan langsung mengerti pelaksanaan
tugas tersebut. Hal ini karena tugas pengurusan piutang negara telah dilakukan sejak lama yakni ketika organisasi ini masih bernama Badan Urusan Piutang Negara (BUPN. Sedangkan tugas dan fungsi pengelolaan investasi pemerintah, terhitung tusi baru bagi DJKN sehingga dimungkinkan tidak seluruh pegawai familiar dengan tugas ini karena
pelaksanaannya hanya dilakukan di kantor pusat. Oleh karena itu, pegawai yang mengenal tugas ini bisa jadi tidak sebanyak pegawai
yang mengenal tugas dan fungsi pengurusan piutang negara.
Dalam proses pengurusan
piutang negara, DJKN melalui instansi vertikal akan melakukan langkah-langkah
yang diperlukan setelah ditetapkannya Surat Penerimaan Pengurusan Piutang
Negara (SP3N). Sebaliknya dalam pengelolaan investasi, khususnya investasi
jangka panjang, terdapat 2 (dua) jenis investasi yang menjadi tugas dan fungsi DJKN yaitu
investasi permanen dan investasi nonpermanen. Dalam pelaksanaan investasi
tersebut, beberapa jenis investasi yang dilakukan antara lain penyertaan modal negara untuk investasi permanen dan dana bergulir yang merupakan investasi nonpermanen.
Bila menilik kedua
tusi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat irisan dalam proses pengurusan
piutang negara dan pengelolaan investasi pemerintah, khususnya pada pengelolaan
dana bergulir. Pertama, irisan tersebut dapat terjadi karena pelaksanaan dana
bergulir dilakukan oleh instansi pemerintah pusat yang berbentuk Badan Layanan
Umum (BLU). Hal ini karena dalam proses pengusulan anggaran dana bergulir
akan ditujukan kepada DJKN selaku PPA BUN BA 999.03 (Pengelolaan Investasi
Pemerintah), dan dalam hal terjadi macet, dapat diserahkan pengurusannya kepada
PUPN. Sebagai contoh, pengalokasian dana bergulir pada LPDB KUMKM untuk
pelaksanaan investasi nonpermanen dan pengurusan piutang negara yang berasal
dari LPDB KUMKM. Kemudian, dalam pemberian dana bergulir, terdapat perikatan
dengan nilai yang disepakati antara BLU dengan penerima dana yang dapat
dijadikan dasar dalam proses pengurusan piutang negara. Oleh karena itu, posisi
kreditur dan debitur dapat jelas diketahui dengan adanya perjanjian ini. Hal
ini menyebabkan pengelolaan dana yang menjadi bagian investasi tersebut akan
diurus melalui PUPN bilamana telah diserahkan oleh BLU terkait.
Dengan peran DJKN yang
signifikan dalam kedua proses tersebut, perlu adanya sinergi
guna optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut. Di satu sisi, perlu
adanya monitoring yang memadai dalam pengelolaan investasi sehingga tujuan
pengalokasian anggaran melalui BUN BA 999.03 dapat tercapai. Kemudian, di
sisi lain, perlu adanya tindak lanjut dalam proses pengurusan piutang negara
yang telah diterima oleh PUPN. Oleh karena itu, sinergi ini diharapkan dapat
menjadi suatu pendorong dalam rangka pencapaian target yang ditetapkan.
Selanjutnya, dengan
perkembangan teknologi informasi yang mendukung proses bisnis, sinergi yang
dilakukan akan semakin optimal karena dapat menghasilkan sumber data atau input
yang dapat dipertanggungjawabkan dan digunakan sesuai dengan tugas dan
kewenangan masing-masing. Dalam prosesnya, langkah-langkah yang dapat dilakukan
untuk penciptaan sinergi antara lain dengan cara pelaksanaan koordinasi dan sinergi
antar unit di DJKN yang menyusun kebijakan tentang pengurusan piutang negara
dan pengelolaan dana bergulir, pemanfaatan teknologi informasi eksisting, dan
penyempurnaan proses bisnis yang dilakukan. Terakhir, peran instansi vertikal
dapat pula dioptimalkan dalam proses bisnis yang dilakukan yakni tidak hanya
dalam proses pengurusan dan pelaporan, tetapi juga dalam proses monitoring dan
penyaluran dana bergulir.
Dengan pelaksanaan
langkah-langkah sinergi dan optimalisasi tersebut, beberapa manfaat yang
diharapkan dapat diperoleh antara lain:
1. Proses bisnis yang
terintegrasi
Terciptanya proses bisnis yang terintegrasi
antar unit di DJKN sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi unit-unit
terkait untuk pelaksanaan tugas yang dilakukan maupun bagi pimpinan dalam
rangka pengambilan keputusan. Penyusunan SOP link merupakan suatu hal yang
lumrah dalam organisasi untuk menciptakan efisiensi, efektivitas, dan
akuntabilitas dalam proses bisnis yang dilakukan. Salah satu contohnya adalah
SOP terintegrasi antara Seksi PKN, Seksi Pelayanan Penilaian, dan Seksi
Pelayanan Lelang di KPKNL yang terkait dengan proses pengelolaan BMN. Dengan
demikian, sinergi tersebut diharapkan dapat menciptakan optimalisasi atas
proses yang dilaksanakan.
2. Pemanfaatan Teknologi
Informasi
Transformasi di Kementerian Keuangan, termasuk
DJKN mengedepankan pemanfaatan teknologi dalam proses bisnis yang dilakukan.
Dengan pemanfaatan teknologi informasi, efisiensi proses bisnis, dan integritas
data, kiranya dapat menciptakan proses bisnis yang efisien dan
akuntabel serta dapat digunakan dalam rangka pengambilan keputusan yang
dilakukan dengan cepat dan akuntabel. Pemanfaatan data yang ada dalam proses
pengurusan piutang oleh PUPN dan pengelolaan dana bergulir yang dilakukan oleh
LPDB KUMKM dapat secara langsung diketahui oleh unit-unit terkait di DJKN.
Sebagai contoh, akses data dalam pengurusan piutang negara dapat diberikan
kepada unit terkait yang memiliki irisan dalam pelaksanaan tugas, baik
di kantor pusat maupun instansi vertikal.
3. Peningkatan peran
instansi vertikal
Instansi vertikal menjadi garda terdepan dalam
proses bisnis yang dilakukan. Selama ini, pengurusan piutang negara telah
dilakukan melalui aplikasi yang berbasis web sehingga dapat diakses kapanpun
dan dimanapun. Ekstensifikasi pemanfaatan aplikasi dapat digunakan oleh unit
terkait lain atas data yang dihasilkan. Sebagai contoh jumlah data debitur LPDB
KUMKM yang tercatat di aplikasi dapat diakses oleh Direktorat KND dalam proses
monitoring dan evaluasi pengelolaan dana bergulir yang dilakukan oleh LPDB
KUMKM. Selanjutnya, KPKNL atau Kanwil DJKN dapat pula berperan untuk
melaksanakan proses monitoring dan evaluasi atas pengelolaan dana bergulir yang
dilakukan. Hal ini diharapkan tidak hanya mengintegrasikan bisnis proses yang
dilakukan, tetapi diharapkan juga dapat meningkatkan pemahaman bagi para
pegawai dalam pengelolaan investasi berupa dana bergulir. Kantor vertikal dapat
bekerja sama dengan dinas terkait untuk memperoleh data antara lain seperti
jumlah UKM di wilayah kerjanya. Data yang diperoleh tersebut nantinya dapat digunakan dalam rangka pelaksanaan tindak lanjut maupun pengambilan kebijakan yang diperlukan.
Penulis : Rachmat Eka
Saputra – Kepala Seksi HI KPKNL Parepare