Lelang merupakan salah satu tugas dan fungsi Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara dalam rangka pemberian layanan kepada para pemangku
kepentingan. Selain itu, lelang juga merupakan salah satu penyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Dalam Road Map DJKN
2019-2028 disebutkan bahwa lelang menjadi bagian misi DJKN yang akan
dikembangkan salah satunya mewujudkan lelang yang andal dan modern. Sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, lelang didefinisikan sebagai penjualan barang yang terbuka
untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan
pengumuman lelang. Oleh karena itu, untuk mewujudkan lelang yang modern,
pemanfaatan teknologi informasi perlu pula menjadi perhatian dalam proses
pengembangan layanan lelang.
Sumber
: Media KN Edisi No. 34 |
Apabila melihat framework tersebut, fitur-fitur yang memudahkan pelaksanaan lelang
telah didesain dan dibangun secara terintegrasi. Pengembangan yang
dilakukan tidak hanya memudahkan pihak internal, tetapi juga pihak eksternal
seperti calon peserta lelang dan perbankan. Peserta lelang akan memiliki akun
yang memudahkan untuk mengikuti lelang melalui portal lelang.go.id. Selain itu,
pengembangan ini menciptakan sinergi yang baik dengan pemangku kepentingan
lain seperti pihak perbankan, yaitu terkait dengan proses pembayaran Uang
Jaminan Penawaran Lelang (UJPL) melalui Virtual
Account, dan sinergi yang terkini
dengan Kementerian Dalam Negeri untuk proses verifikasi peserta lelang secara
otomatis. Bila dilihat dari proses pengembangan yang dilakukan,
optimalisasi dengan pemanfaatan sistem informasi seyogyanya dapat dikembangkan untuk
peningkatan proses bisnis, antara lain:
1. Single Source Database
Framework yang ada dapat digunakan
sebagai basis data dalam pengembangan sistem,
monitoring dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Pertama, pengembangan sistem dilakukan untuk memudahkan pemberian layanan dengan tetap
memperhatikan perkembangan pasar, kebutuhan organisasi dan optimalisasi
layanan. Sebagai contoh, data pelaksanaan lelang dapat disortir dengan
memperhatikan kantor, wilayah, maupun jenis lelang sehingga diperoleh informasi
mengenai kepesertaan dan jenis lelang yang paling diminati. Selanjutnya, dengan
data tersebut dapat dilakukan monitoring dan evaluasi sebagaimana telah menjadi
indikator kinerja bagi pihak terkait seperti produktivitas lelang atau PNBP
yang diperoleh. Terakhir, data yang dimiliki dapat digunakan untuk penyusunan kebijakan
dan pengambilan keputusan dengan memperhatikan capaian yang dihasilkan. Oleh
karena itu, siklus end-to-end lelang melalui
sistem informasi yang terintegrasi dapat dikelola, dikembangkan dan
dimaksimalkan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan pasar.
2.
Meminimalisir kesalahan pengetikan (typo error)
Tidak sedikit orang yang
menjadikan kesalahan pengetikan (typo
error) sebagai suatu hal yang lumrah. Hal ini dikarenakan apabila
ditemukan kesalahan pengetikan akan dapat diubah di kemudian hari. Sebagai
contoh, terdapat dokumen yang memiliki klausul “Apabila terdapat kesalahan di kemudian hari akan diperbaiki sebagaimana mestinya”, dan klausul tersebut menjadi salah satu
jalan keluar untuk memitigasi proses dokumentasi yang dilakukan sehingga tata kelola dapat terlaksana dengan baik. Akan tetapi, untuk
layanan lelang, permasalahan ini harus menjadi perhatian penting guna menjaga tata
kelola yang baik mengingat lelang menjadi layanan yang kerap diperkarakan. Oleh
karena itu, penggunaan data yang bersumber dari sistem aplikasi diharapkan
dapat meminimalisir kesalahan pengetikan dan bahkan dihilangkan. Namun demikian, proses verifikasi dan
validasi perlu tetap dijalankan untuk memitigasi output yang dihasilkan dengan
pertimbangan kemungkinan kesalahan input oleh user sehingga mempengaruhi output
yang dihasilkan, dan berdampak terhadap validitas output. Oleh
karena itu, proses ini kiranya perlu dilakukan guna meningkatkan efisiensi
layanan dan validitas output yang dihasilkan.
3.
Penggunaan tanda tangan digital
Dengan
adanya Office Automation (OA) di
Kementerian Keuangan, tata naskah dinas telah dilakukan menggunakan tanda
tangan digital. Lelang akan menghasilkan dokumen keluaran dalam
proses pasca lelang seperti risalah lelang dan kuitansi. Dalam proses
pengesahannya, tanda tangan digital dapat digunakan untuk mengefisiensikan
proses yang dilakukan saat ini. Sebagai contoh, dalam proses belanja online,
tanda terima pembayaran yang diperoleh pembeli dan penjual sudah dilakukan
melalui aplikasi. Dalam proses lelang yang telah dilakukan secara online,
pengembangan ini dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang akuntabel dan risiko yang mungkin dihadapi antara lain seperti keabsahan dokumen sebagai bukti
di pengadilan. Oleh karena itu, dengan tetap memperhatikan risiko yang terukur,
penggunaan tanda tangan digital dapat digunakan untuk menghasilkan proses
bisnis yang efisien, transparan, dan akuntabel.
4.
Integrasi layanan
Lelang merupakan
suatu rangkaian proses mulai dari permohonan lelang hingga pasca lelang.
Bila menilik proses lelang di KPKNL, prosesnya tidak hanya melibatkan Seksi
Pelayanan Lelang, tetapi juga Seksi Hukum dan Informasi antara lain terkait
penerbitan kuitansi dan pengurusan UJPL. Akses
terhadap sistem aplikasi telah diberikan kepada setiap user
sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam rangka melakukan proses pemberian
layanan. Oleh karena itu, setiap output yang dihasilkan kiranya dapat secara
langsung diperoleh dari sistem aplikasi yang digunakan. Penggunaan sistem
aplikasi saat ini sudah sangat baik karena telah memotong proses yang
sebelumnya dilakukan secara manual seperti verifikasi peserta lelang dan UJPL. Dengan
proses bisnis yang terintegrasi tersebut kiranya dapat dilakukan penajaman
peran dan fungsi tiap-tiap unit terkait, misalnya penggunaan data dan informasi
yang sama untuk jenis output yang berbeda. Sebagai contoh, risalah lelang beserta
turunannya dapat langsung diperoleh dari sistem aplikasi. Pengembangan ini
dapat pula dilakukan terhadap output lain seperti kuitansi. Dengan demikian,
penajaman tugas dan fungsi serta akses yang memadai diharapkan dapat
menghasilkan output yang andal dan akuntabel.
Sebagai penutup, pemanfaatan teknologi merupakan suatu keharusan dalam proses bisnis yang dilakukan mengingat hal ini menjadi salah satu bagian dari Road Map DJKN. Adapun proses pengembangan sistem informasi dilaksanakan untuk pemberian layanan yang optimal, efektif, efisien, transaparan dan akuntabel sehingga pengembangan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui tata kelola yang baik dengan risiko yang terukur.
Dengan pemanfaatan
teknologi informasi yang andal dan modern, serta didukung sumber daya yang unggul,
layanan lelang diharapkan menjadi lebih baik dan menjadi pilihan dalam
transaksi jual beli. Selain itu, PNBP yang dihasilkan menjadi salah satu penerimaan negara yang diandalkan. Terakhir, bilamana mengutip pernyataan Bill Gates “we’re changing the world with technology”,
implementasi SMILE secara komprehensif dan terintegrasi akan semakin meningkatkan
layanan lelang yang lebih mudah, terpercaya, akuntabel dan kontributif.
Penulis : Rachmat Eka Saputra – Kepala Seksi Hukum
dan Informasi KPKNL Parepare
Referensi:
1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
2. Keputusan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 239/KN/2019 tentang Roadmap Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Tahun 2019-2028 (Roadmap to a Distinguished
Asset Manager)
3. Media Kekayaan Negara Edisi No. 34