Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga dikonsentrasikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local Knowledge” atau kecerdasan setempat “local Genius”. Sains modern dianggap memanipulasi alam dan kebudayaan dengan mengobyektifkan semua kehidupan alamiah dan batiniah dengan akibat hilangnya unsur “nilai” dan “moralitas”. Sains modern menganggap unsur “nilai” dan “moralitas” sebagai unsur yang tidak relevan untuk memahami ilmu pengetahuan.
Penting
dicatat, bahwa kehadiran kearifan lokal bukanlah wacana baru dalam kehidupan
kita sehari-hari. Kearifan lokal sebenarnya hadir bersamaan dengan terbentuknya
masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Eksistensi kearifian lokal menjadi
cermin nyata dari apa yang kita sebut sebagai hukum yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat. Sesuai laporan The World
Conservation Union (1997), dari sekitar 6.000 kebudayaan di dunia,
4.000-5.000 di antaranya adalah masyarakat adat. Ini berarti, masyarakat adat
merupakan 70-80 persen dari semua masyarakat di dunia. Dari jumlah tersebut,
sebagian besar berada di Indonesia yang tersebar berbagai kepulauan.
Indonesia
benar-benar merupakan masyarakat majemuk nomor satu di dunia. Secara topografis
berupa Negara kepulauan yang terdiri dari sejumlah pulau-pulau besar dan ribuan
pulau kecil, tetapi lebih dari itu berupa komunitas-komunitas manusia dengan
ratusan warna lokal dan etnis. Di sinyalir oleh beberapa sumber, jumlah etnis
dengan bahasanya yang spesifik lebih dari 300 ribu lebih kelompok. Ini
merupakan jumlah yang cukup besar yang tidak boleh dipandang remeh, kendati
dalam rangka dominasi ekonomi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern mereka selalu dipinggirkan dan diabaikan. Pancasila merupakan
kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Sesuai dengan kalimat
tersebut, artinya pancasila merupakan proses pengkristalisasi atau pengerasan
dari nilai-nilai luhur dan budaya bangsa Indonesia yang telah ada sebelumnya
sepanjang sejarah bangsa yang ada dan nilai-nilai dari kebudayaan kita sendiri.
Maka
keberagaman yang multikultural dan pluralistik yang menampung berbagai
perbedaan budaya, etnis, agama, dan ideologi. Karena itu, prinsip bernegara
yang kita kenal adalah bhineka tunggal ika, ‘berbeda-beda namun satu’. Sejalan
dengan perkembangan zaman, banyak hal mengalami perubahan, termasuk nilai-nilai
sosialkultural, persepsi politis ideologis, dan sebagainya. Di sisi lain,
warisan kultural dari nenek moyang berupa nilai dan akar tradisi, termasuk
kearifan lokal, mengalami pelunturan dan penggerusan. Bagaimana posisi kearifan lokal di tengah
perubahan yang berlangsung secara eksternal dan internal.
Mengacu
pada kondisi Indonesia saat ini, dapat dikatakan ada dua faktor yang memengaruhi
perubahan nilai sosialkultural, yakni faktor eksternal dan internal yang
(mungkin) bergerak secara simultan. Faktor eksternal, antara lain, dipengaruhi
oleh globalisasi, deideologisasi politik di tingkat global, perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi, neokapitalisme dan neoliberalisme yang
makin memacu gaya hidup pragmatis, konsumtif, dan individual. Faktor internal
dipengaruhi melunturnya nilai-nilai tradisi dan nilai- nilai lokal (termasuk di
dalamnya kearifan lokal) yang mungkin juga terjadi karena faktor eksternal. Karena
diasumsikan telah terjadi pelunturan nilai-nilai tradisi, upaya apa saja yang
bisa dilakukan untuk merevitalisasi kearifan lokal di tengah globalisasi dan
perubahan nilai sosialkultural sehingga kearifan lokal tetap menjadi identitas
bangsa sekaligus memberikan kontribusi dalam membangun Indonesia yang
multikultural dan pluralistik sekaligus madani. Revitalisasi kearifan lokal
juga diharapkan mampu merespons dan memberikan solusi atas tantangan dan
problematika Indonesia kini, seperti bagaimana mengatasi korupsi, kemiskinan,
dan perusakan ekosistem alam.
Kemudian bagaimana sebagai Aparatur
Sipil Negara (ASN) di Kementerian Keuangan bersikap? Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu
kekayaan budaya lokal yang
mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup. Itulah cara kita bersikap secara kearifan lokal sebagai upaya penguatan identitas keindonesiaan
(Revitalisasi
Kearifan Lokal). Hal ini dapat dipahami karena nilai-nilai Pancasila sesungguhnya
adalah kristalisasi dari kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat berbagai daerah.
Untuk mengantisipasi
perubahan sosialkultural maka pemerintah melakukan kompetensi sosial kultural
menjadi bagian dalam Leadership Framework yang dikembangkan dalam program
pengembangan kompetensi pegawai. Saat ini, Kementerian Keuangan tengah menggalakkan
sosialisasi kompetensi sosial kultural untuk seluruh pegawai Kementerian
Keuangan karena salah satu fungsi ASN adalah sebagai perekat bangsa seperti
dimuat dalam UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. bahwa
Inovasi ini berlanjut pada penyempurnaan Assessment Center di
Lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun 2020, Kementerian Keuangan mengikuti Permenpan RB
(Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi -red)
nomor 38 tahun 2017 mengenai standar kompetensi yang harus dimiliki setiap ASN
(Aparatur Sipil Negara -red), yaitu 8 kompetensi manajerial dan 1 kompetensi
yang khusus menyoroti sosial kultural,