Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palopo > Artikel
Implementasi SBSK sebagai Upaya Optimalisasi Aset
Khairurrijal Ibrahim
Senin, 27 Juni 2022   |   692 kali

Pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya tentu membutuhkan sarana operasional, salah satu diantaranya adalah Gedung dan Bangunan Kantor. Gedung dan bangunan ini digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2020, tercatat nilai Gedung dan bangunan adalah Rp395,80 Trilyun. Dengan nilai sebesar ini tentu kita dapat menyimpulkan bahwa asset kita berupa Gedung dan bangunan sangat banyak, namun jumlah ini belum tentu menunjukkan efektifitas dan efisiensi penggunaan asset tersebut. Dalam banyak contoh di lapangan, terkadang terdapat bangunan BMN yang luas namun hanya digunakan beberapa orang. Untuk itu perlu adanya standar barang dan standar kebutuhan agar asset tersebut dapat digunakan secara optimal.

Namun sebelum itu, apa sih Standar Barang Standar Kebutuhan itu ?

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 172/PMK.06/2020 tentang Standar Barang Standar Kebutuhan khususnya pasal 2 dijelaskan bahwa SBSK merupakan batas tertinggi yang menjadi pedoman bagi pengguna barang/kuasa pengguna barang dalam menyusun perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan selain tanah dan/atau bangunan.

Dalam pasal 3 PMK tersebut, dijelaskan bahwa terdapat dua jenis kelompok pengadaan dan pemeliharaan BMN yaitu, tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud tersebut adalah tanah yang diperuntukkan bagi bangunan Gedung negara, dan bangunan Gedung negara itu sendiri, sedangkan selain itu dikategorikan dalam kendaraan jabatan, kendaraan operasional dan kendaraan fungsional.

Batasan tertinggi yang dijelaskan dalam pasal 2 PMK No. 172/PMK.06/2020, juga diterapkan dalam melakukan penataan ruang kerja pada Gedung perkantoran dengan memperhatikan adaptasi kebiasaan baru berupa ruang kerja Bersama (RKB), hal ini dapat menciptakan efesiensi dan optimalisasi asset yang berlebih.

Selain penataan ruang dan pengadaan BMN, pemeliharaan BMN juga menjadi aspek yang diperhatikan dalam SBSK, dijelaskan bahwa pemeliharaan BMN harus didasarkan pada kebutuhan pemeliharaan setiap satuan unit BMN dan biayanya mengacu pada standar biaya masukan yang ditetapkan. Namun terdapat beberapa status BMN yang mendapat pengecualian, yaitu yang dalam status penggunaan sementara, dioperasikan oleh pihak lain dan/atau sedang dalam status pemanfaatan oleh pihak lain.

Dari hal-hal tersebut diatas, kita dapat melihat salah satu upaya pemerintah dalam melakukan optimalisasi asset, salah satunya melalui SBSK, dengan SBSK ini diharapkan bahwa asset yang kita punya dapat dimanfaatkan lebih baik lagi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kinerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan yang prima.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini