Pemerintah dalam menjalankan tugas dan
fungsinya tentu membutuhkan sarana operasional, salah satu diantaranya adalah Gedung
dan Bangunan Kantor. Gedung dan bangunan ini digunakan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat tahun 2020, tercatat nilai Gedung dan bangunan adalah Rp395,80 Trilyun. Dengan nilai
sebesar ini tentu kita dapat menyimpulkan bahwa asset kita berupa Gedung dan
bangunan sangat banyak, namun jumlah ini belum tentu menunjukkan efektifitas dan
efisiensi penggunaan asset tersebut. Dalam banyak contoh di lapangan, terkadang
terdapat bangunan BMN yang luas namun hanya digunakan beberapa orang. Untuk itu
perlu adanya standar barang dan standar kebutuhan agar asset tersebut dapat
digunakan secara optimal.
Namun sebelum itu, apa sih Standar
Barang Standar Kebutuhan itu ?
Dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 172/PMK.06/2020 tentang Standar Barang Standar Kebutuhan khususnya pasal 2 dijelaskan bahwa SBSK merupakan batas tertinggi yang menjadi pedoman
bagi pengguna barang/kuasa pengguna barang dalam menyusun perencanaan kebutuhan
pengadaan dan pemeliharaan BMN berupa tanah dan/atau bangunan selain tanah dan/atau
bangunan.
Dalam pasal 3 PMK tersebut, dijelaskan bahwa terdapat dua jenis kelompok pengadaan dan pemeliharaan BMN
yaitu, tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan. Yang dimaksud
tersebut adalah tanah yang diperuntukkan bagi bangunan Gedung negara, dan
bangunan Gedung negara itu sendiri, sedangkan selain itu dikategorikan dalam kendaraan
jabatan, kendaraan operasional dan kendaraan fungsional.
Batasan tertinggi yang dijelaskan dalam pasal 2 PMK No. 172/PMK.06/2020, juga diterapkan dalam melakukan penataan ruang kerja pada Gedung perkantoran dengan memperhatikan adaptasi kebiasaan baru berupa ruang kerja Bersama (RKB), hal ini dapat menciptakan efesiensi dan optimalisasi asset yang berlebih.
Selain penataan
ruang dan pengadaan BMN, pemeliharaan BMN juga menjadi aspek yang diperhatikan
dalam SBSK, dijelaskan bahwa pemeliharaan BMN harus didasarkan pada kebutuhan
pemeliharaan setiap satuan unit BMN dan biayanya mengacu pada standar biaya masukan
yang ditetapkan. Namun terdapat beberapa status BMN yang mendapat pengecualian,
yaitu yang dalam status penggunaan sementara, dioperasikan oleh pihak lain
dan/atau sedang dalam status pemanfaatan oleh pihak lain.
Dari hal-hal tersebut diatas, kita dapat melihat salah satu upaya pemerintah dalam melakukan optimalisasi asset,
salah satunya melalui SBSK, dengan SBSK ini diharapkan bahwa asset yang kita
punya dapat dimanfaatkan lebih baik lagi, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kinerja, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pelayanan yang prima.