Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palembang > Artikel
Menghidupkan Aset Idle Melalui Implementasi Mekanisme Rewards and Punishment dan Digitalisasi Pengelolaannya
Wahidin
Rabu, 16 September 2020   |   752 kali


 

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/PMK.06/2016, diharapkan pemerintah dapat mengoptimalisasikan aset baik melalui mekanisme penghematan (cost-saving) maupun penciptaan PNBP (revenue generator) khususnya untuk aset berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi. Namun demikian, pelaksanaan ketentuan BMN idle sepertinya tidak sederhana dalam implementasi. LKPP tahun 2019 menunjukan bahwa nilai BMN idle di neraca sebesar Rp74,5 miliar, kali pertama mengalami penurunan setelah tiga tahun sebelumnya mengalami tren yang meningkat.

Terdapatnya jurang perbedaan motivasi antara dua aktor pelaku pengelolaan BMN, yakni Pengguna Barang dan Pengelola Barang serta variasi tugas dan fungsi pemerintahan pada kedua entitas tersebut juga sedikit banyak mempengaruhi efektivitas implementasi regulasi terkait BMN idle. Dalam tulisan ini, penulis menjabarkan dua prosedur yang dapat dilakukan pengembangan dalam rangka menciptakan regulasi BMN idle yang kontributif dalam usaha pencapaian visi DJKN sebagai Distinguished Asset Manager. Pertama, penguatan elemen reward and punishment atas implementasi BMN idle. Kedua, modernisasi dan digitalisasi pengelolaan eks BMN idle oleh Pengelola Barang.

 

Perbedaan Motivasi Pengelolaan BMN

Bagi sebagian Pengguna Barang, terdapat prinsip yang masih cenderung konservatif dan berorientasi pada status quo. Dalam kaitannya dengan pengelolaan BMN khususnya penatausahaan BMN, memiliki suatu aset, meskipun saat ini tidak digunakan atau terbengkalai atau tidak tahu secara pasti mengenai rencana optimalisasi di masa depan, sebagian masih beranggapan sebagai suatu konsep yang umum. Hal ini tentu saja tidak sejalan dengan pola pikir Pengelola Barang yang cenderung lebih agresif dalam mengutilisasi BMN melalui mekanisme pengelolaan yang tersedia. Motivation gap ini dapat dirasakan ketika penulis ikut serta menjadi tim revaluasi BMN tahun 2017 – 2018 dimana terdapat beberapa aset berupa tanah dan/atau bangunan yang terlihat kosong (vacant) dan ketika dikonfimasi secara informal bahwa atas aset tersebut sudah direncanakan untuk dibangun fasilitas tertentu. Padahal rasanya periode perolehan aset tersebut sudah melewati periode perencanaan yang diatur dalam PMK Nomor 71/PMK.06/2016.

 

Peningkatan Elemen Reward and Punishment

            Tidak semua Pengguna Barang Kementerian/Lembaga memahami bahwa biaya untuk tidak melakukan sesuatu (cost of doing nothing) dengan tidak mendeklarasikan adanya BMN idle dalam penatausahaanya dapat membebani APBN baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka pendek, biaya pemeliharaan BMN idle yang tetap dipertahankan meskipun layanan publik yang dihasilkan tidak maksimal, dapat berdampak buruk terhadap reputasi pemerintah terkait pengelolaan keuangan negara. Sedangkan dalam jangka panjang, BMN idle yang tidak terungkapkan, selain menyebabkan inefisiensi anggaran, juga dapat menimbulkan potensi kerugian negara yang berasal dari permasalahan hukum, penggunaan ilegal, atau biaya perbaikan dan/atau penggantian baru karena tingkat kecepatan degradasi kondisi BMN.

Dengan demikian perlu dipertimbangkan tindakan represif yang terukur berupa pengenaan sanksi bagi Pengguna Barang yang tidak mendeklarasikan BMN yang terindikasi idle dalam penatausahaannya. PMK Nomor 71/PMK.06/2016 telah mengatur tentang pemberian sanksi, namun sebatas objek BMN yang sudah ditetapkan sebagai BMN idle. Dengan adanya sanksi terhadap Pengguna Barang yang tidak melakukan pengungkapan BMN yang terindikasi idle, diharapkan dapat meningkatkan motivasi Pengguna Barang dalam berkolaborasi dengan Pengelola Barang untuk menyisir BMN idle.

Untuk menentukan suatu BMN terindikasi idle sampai dengan BMN tersebut ditetapkan menjadi BMN idle membutuhkan waktu yang cukup lama, mengingat adanya tahapan konfirmasi, pemantauan, dan penelusuran atas realisasi dari konfirmasi. Bayangkan kalau effort dalam meng-idle-kan BMN tersebut hanya datang dari Pengelola Barang tanpa dukungan yang memadai dari sisi Pengguna Barang. Oleh karena itu, adanya sanksi ini dapat menjadi salah satu stimulus pengungkapan BMN idle oleh Pengguna Barang.

            Selain implementasi punishment, pemberian reward dapat melengkapi motivasi Pengguna Barang dalam ikut andil melakukan optimalisasi BMN, salah satunya melalui tindak lanjut BMN idle. Pengguna Barang pada Kementerian/Lembaga memiliki tugas dan fungsi pemerintahan yang sangat beragam dan belum tentu terkait langsung dengan aset. Sehingga tingkat urgensi maupun pemahaman dalam pengelolaan BMN yang optimal bisa jadi belum menjadi prioritas utama. Penerapan reward menjadi salah satu kompensasi bagi entitas pemerintah yang selain telah menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan pokoknya dengan baik juga nyatanya dapat melakukan optimalisasi pengelolaan BMN, salah satunya melalui pengungkapan dan penyerahan BMN idle kepada Pengelola Barang. Mekanisme pemberian reward dapat beragam, mulai dari credit points dalam pertimbangan formulasi BMN Awards, sampai dengan linkage perhitungan formulasi alokasi anggaran yang memperhitungkan potensi cost-saving/revenue-generator yang dihasilkan dalam pengelolaan eks BMN idle.

 

Modernisasi dan Digitalisasi Pengelolaan eks BMN idle

            Merujuk pada konsep principal-agent theory bahwa salah satu cara untuk optimalisasi pelaksanaan kinerja suatu organisasi adalah dengan mendelegasikan sebagian kewenangan dari pemilik kewenangan (principal) kepada penerima kewenangan (agent). Merujuk pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 781/KMK.01/2018 bahwa kewenangan pengelolaan BMN eks BMN idle berada pada Kantor Pusat DJKN, sedangkan kewenangan penetapan BMN idle berada pada Kantor Vertikal/KPKNL. Kewenangan pengelolaan eks BMN idle yang berada pada Kantor Pusat DJKN memberikan signifikansi tingkat monitoring yang optimal bagi pengelolaan eks BMN idle. Namun demikian, pemisahan peranan antara penetapan BMN idle dan pengelolaan  eks BMN idle dapat menyebabkan time lag antara suatu BMN di-idle-kan sampai dengan BMN tersebut teroptimalisasikan.

            Hal tersebut berpotensi menyebabkan opportunity cost berupa waktu, sumber daya staf, dan biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan/pengamanan eks BMN idle pada Pengelola Barang yang tidak segera tereksekusi optimalisasinya. Apabila hal ini tidak diantisipasi dengan baik, maka usaha dalam meng-idle-kan BMN seolah-olah seperti mengalihkan beban pemeliharaan/pengamanan BMN dari Kementerian/Lembaga kepada Kementerian Keuangan dhi. DJKN, meskipun hanya bersifat temporary. Oleh karena itu, modernisasi kebijakan, yang salah satu definisinya adalah simplifikasi prosedur, melalui pemberian delegasi pengelolaan eks BMN idle kepada unit vertikal, selain dapat berpotensi mengurangi time lag realisasi optimalisasi BMN, juga dapat meningkatkan fokus dan sumber daya Kantor Pusat DJKN sebagai policy maker/regulatory body.

            Salah satu tujuan dari regulasi BMN idle adalah menciptakan alternatif pengelolaan BMN dari sebelumnya BMN unused/unproductive/idle menjadi situasi kebalikannya baik secara ekonomi (PNBP/cost saving) maupun non-ekonomi (politik, sosial, budaya, keamanan, dsb). Dalam meningkatkan potensi optimalisasi dari eks BMN idle, maka penggunaan teknologi informasi di era digital menjadi suatu keniscayaan. Sebagai contoh adalah penciptaan database BMN idle yang dapat mempercepat proses pembuatan kebijakan maupun evaluasi kebijakan.

            Sedangkan dalam kaitannya dengan usaha untuk optimalisasi BMN melalui saluran pengelolaan BMN, seperti pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penggunaan, maka eksposure dari aset dimaksud perlu dioptimalkan. Salah satunya adalah dengan memperluas informasi kepada potential stakeholders terkait spesifikasi dan ketersediaannya aset tersebut untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.

 

Tabel ilustrasi Tindak lanjut atas Penyerahan BMN Idle / Proses Optimalisasi BMN Idle

 

 

 

            Dalam situasi keterbatasan anggaran pemerintah, mempertahankan aset yang tidak produktif menjadi suatu hal yang dapat memperburuk keadaan tersebut. Sebagai gambaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan dan pengamanan aset dimaksud, padahal biaya tersebut dapat dialokasikan untuk program pemerintah lainnya yang lebih prioritas. Selain itu, definisi optimalisasi harus juga mempertimbangkan kecepatan suatu aset idle menjadi aset yang lebih produktif. Sebagai permisalan adalah BMN idle berupa tanah yang segera dilakukan penjualan dimana hasil penjualan dapat digunakan untuk membangun sekolah, jembatan, irigasi, atau infrastruktur lainnya yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, optimalisasi juga harus dapat menyasar keputusan pengelolaan yang dapat menghasilkan realisasi manfaat yang lebih cepat.

            Dalam optimalisasi aspek pemasaran dari eks BMN idle, maka Pengelola Barang dapat mengadopsi konsep e-marketplace. Melalui online platform, eks BMN idle dibuat menjadi lebih informatif dan relevan dalam mempengaruhi keputusan potential client, baik dari kalangan Kementerian/Lembaga (Penggunaan), Pemerintah Daerah (Pemanfaatan dan Pemindahtanganan), maupun swasta (Pemanfaatan dan Pemindahtanganan). Digitalisasi eksposure eks BMN idle dapat dilakukan melalui Portal DJKN ataupun mengadopsi situs khusus layaknya e-auction (lelang.go.id) atau rumah123.com. Dari ilustrasi media pemasaran digital tersebut, Pengelola Barang dapat melakukan efesiensi sumber daya untuk mencapai realisasi optimalisasi eks BMN idle.

 

Kesimpulan

             Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka optimalisasi pengelolaan BMN terindikasi idle, BMN idle, maupun eks BMN idle, maka evaluasi dan reformulasi regulasi pengelolaan BMN idle perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Diantara berbagai hal yang dapat meningkatkan signifikansi penyempurnaan regulasi BMN idle, terdapat dua hal utama yang dapat dijadikan pertimbangan, antara lain:

1.    Implementasi reward dan punishment dalam rangka mewujudkan motivasi yang kuat baik bagi Pengguna Barang maupun Pengelola Barang untuk berkolaborasi menghasilkan pengelolaan BMN idle yang optimal

2.    Mondernisasi dan digitalisasi pengelolaan eks BMN idle pada Pengelola Barang dalam rangka meningkatkan kecepatan pengambilan keputusan maupun perluasan potensi pengelolaan eks BMN idle.

Namun demikian, dari telaahan ini masih terdapat keterbatasan baik berupa ketersediaan data maupun kedalaman analisa. Oleh karena itu, terbuka kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kajian sejenis di masa depan dalam rangka penyusunan kebijakan pengelolan BMN yang paripurna.


Penulis : Muhammad Meirizky Ikhsan, S.E., M.P.A., KPKNL Palembang



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini