Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Palembang > Artikel
Mengapa Belajar Menulis Jarak Jauh Asyik Saja
Wahidin
Sabtu, 30 Mei 2020   |   567 kali



Social Distancing sebagai bagian dari protokol menghadapi wabah Covid-19 seperti saat ini menimbulkan banyak kreativitas baik karena keterpaksaan keadaan ataupun tidak. Salah satu kreativitas yang dilakukan oleh insan Direktorat Hukum dan Humas, DJKN beberapa hari lalu, tepatnya Kamis, 28 Mei 2020, adalah belajar menulis (yang dikemas dalam sharing knowledge) sebuah artikel yang dilakukan secara virtual. Kegiatan ini sangat menarik tentunya bagi peserta yang rata-rata berkecimpung di dunia publikasi dan informasi. Pun ini sesuatu yang tidak biasa dilakukan, mengingat pegawai negeri sipil lebih akrab dengan workshop, dengan kehadiran di lokasi seperti balai diklat. Lalu apa yang menarik dari kegiatan ini sehingga waktu yang tersedia ludes baik oleh pembicara maupun tanya jawab para peserta. Ada beberapa faktor berdasarkan pengamatan penulis, yang juga hadir secara virtual sebagai peserta, yang membuat acara ini menjadi asyik saja.

Pertama. Keberadaan pegawai di lingkungan kerja dan pola penempatan (mutasi) yang ada, sangat mungkin sebagian peserta adalah newbee dengan tugas baru sebagai humas.  Pastinya tugas tersebut menuntut untuk lebih akrab dengan dunia publikasi, media sosial, teknologi informasi, dan pesan-pesan yang harus tersampaikan kepada audien dengan baik dan lengkap. Pemanfaatan sarana dalam kondisi social distancing untuk menyampaikan informasi dan bagaimana informasi itu disajikan agar memenuhi harapan informan (orang yang memberi informasi) menjadi sesuatu yang harus dipelajari dan dikuasai. Keingintahuan peserta akan hal tersebut bisa jadi pendorong utama untuk terlibat dalam kegiatan ini.

Selain faktor rasa ingin tahu tentang dunia kehumasan, faktor (Kedua) yang sangat penting dalam menulis adalah motivasi. Edward U.P. Nainggolan menyampaikan satu motivasi dari pepatah latin yang sangat mengesankan berbunyi “VERBA VOLUNT, SCRIPTA MANENT (Lisan Akan Hilang, Sementara Tulisan Akan Tetap Kekal)”. Pepatah ini singkat, mudah diingat dan mempunyai daya motivasi yang luar biasa. Jika boleh diterjemahkan dalam bahasa motivasi yang lain (bahasa bebas menurut penulis) maka itu berbunyi “tulislah, kelak orang akan tahu”. Dengan motivasi ini peserta merasa diberi oleh-oleh yang sangat berharga. Menyebut pepatah itu sepertinya sudah mampu menggerakan sebagian andrenalin untuk menulis walaupun sekedar sepatah kata.

Ketiga. Faktor menarik berikutnya adalah pengalaman. Sebagai peserta yang masih awam dalam dunia tulis menulis, pengalaman pembicara untuk diceritakan adalah hal yang ditunggu-tunggu. Pengalaman Pak Edo (sapaan akrab Edward U.P. Nainggolan) dalam menulis artikel opini misalnya, beliau menjelaskan bahwa opini akan menarik apabila membahas suatu peristiwa yang sedang berlangsung, misalnya terkait Covid-19. Peristiwa tersebut kemudian dipertajam dengan mengambil sudut pandang (angel) yang menarik. Beliau juga menceritakan dengan semangat pengalamannya ketika ia mengorganisir stafnya untuk membuat artikel/opini di media dengan cara mewajibkan setiap bidang menulis opini secara bergantian setiap minggu dan menugaskan Bidang KIHI berperan selaku editor atas setiap berita dan opini. Dalam motivasinya, Pak Edo menuliskan ‘tidak ada penulis opini yang langsung terkenal, semua dari bawah. Salah satu cara belajar menulis (opini) yang baik (yaitu) membaca opini-opini dari penulis terkenal. Pelajari kalimat dan bagaimana sang penulis mengungkapkan buah pikirannya. Pengalaman Pak Edo membuka wawasan baru bahwa keterlibatan pimpinan untuk menggerakan budaya menulis sangat besar pengaruhnya.

Keempat. Faktor asyik berikutnya adalah “Praktis dan To The Point”. Sebagian peserta biasanya mengalami kejenuhan ketika materi yang diberikan terlalu panjang dan kurang dibutuhkan oleh peserta. Penyampaian yang ringkas lugas jelas oleh para pembicara dan pengalaman-pengalaman praktis membuat peserta betah. Poin khusus yang didapat dari kegiatan ini adalah bagaimana mengatasi hambatan menulis dan kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi dalam menulis. Pak Edo menyampaikan step-step untuk menulis yang dimulai dari: Ada Ide (dari membaca, mendengar dan diskusi), membuat kerangka tulisan, melakukan riset sederhana, membuat tulisan dengan menuangkan ide, kemudian edit substansi dan bahasa. Nilam Rakhmawati yang kesehariannya bekerja di Publikasi Elektronik, Manajemen Publikasi, Biro KLI Setjen Kemenkeu RI memberi kunci bagaimana mengenali kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam menulis artikel. Kesalahan dimaksud seperti: (a) antara judul dan badan artikel tidak berhubungan, kalimat terlalu panjang dalam menjelaskan. Harusnya dipecah lagi supaya enak dibaca, (b) Isi terlalu panjang melebihi tiga halaman A4, (c) terlalu panjang di pengantar, (d) terlalu detail, (e) bahasa terlalu teknis (f) terlalu mengawang-awang (harus to the point), (g) terlalu negatif, dan salah ketik (typo).

Kelima. Pelatihan adalah langkah awal sukses menulis, tanpa pelatihan tidak akan tercapai kemahiran menulis. Pelatihan juga bentuk sinkronisasi teori dan praktek. Meskipun pelatihan secara virtual, peserta dalam kegiatan ini diharuskan membuat tulisan bebas (Free Writingselama tiga menit dengan tema pilihan. Tujuan Free Writing ini (sesuai tertulis dalam materi Nilam) untuk melepas rasa ingin mengedit, menyensor, dan rasa buntu saat menulis. Hasil tulisan selanjutnya di-sharing via daring untuk dibahas bersama. Melalui cara seperti ini peserta berlatih bagaimana seharusnya membuat tulisan mengalir ke tangan tanpa harus terjeda banyak hal. Perintah pembicara dalam latihan ini adalah lakukan saja tanpa memikirkan titik koma, tata bahasa, urutan logis, dan sebagainya.

Pada bagian akhir diadakan umpan balik dengan cara dialog atau tanya jawab. Ini bagian dari harapan peserta untuk menuntaskan keingintahuan pada materi yang disampaikan. Sesi ini ternyata dimanfaatkan dengan baik oleh peserta dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan teknis menulis. Ini menunjukan respon positif dari peserta bahwa mereka antusias belajar menulis, tidak harus di kelas, tapi jarak jauh pun tetap asyik. (Gsw)

Penulis: Wahidin dari KPKNL Palembang

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini