Mengetahui kebutuhan
hidup, akan dapat membantu untuk dapat menjalani
kehidupan dengan tenang.
Sering kali seseorang
tidak dapat membedakan antara kebutuhan dengan
keinginan sehingga membuat dirinya sulit dalam
menjalani kehidupan. Ada pula yang telah mengetahui
perbedaan antara kebutuhan dengan keinginan, tetapi mengesampingkan perbedaan
tersebut dan menganggap remeh sehingga lebih
mementingkan keinginan dibandingkan dengan kebutuhan. Sikap menganggap remeh suatu hal, dapat membuat
berbagai kesalahan
pengambilan keputusan dalam menjalani kehidupan yang membuat hidup menjadi sulit.
Salah satu contoh mengganggap remeh pengambilan keputusan
adalah dalam membeli suatu barang dengan cara kredit.
Belakangan ini, banyak sekali tawaran kemudahan
pembelian barang secara kredit. Ada kredit rumah, kredit kendaraan, kredit barang-barang elektronik, kredit
alat-alat rumah tangga dan lain sebagainya. Iming-iming sales kredit dalam menawarkan barang dagangannya dapat menyebabkan kesalahan
pengambilan keputusan oleh seseorang. Ia tidak menyadari
bahwa dengan memiliki
tagihan kredit, penghasilan yang digunakan untuk kehidupan berkurang di bulan-bulan
berikutnya selama masa cicilan kredit tersebut.
Jika barang yang dibeli secara kredit tersebut memang merupakan barang yang merupakan kebutuhan, maka pengambilan
keputusan tersebut dapat dikatakan tepat.
Tetapi apabila barang yang dibeli secara kredit bukan merupakan kebutuhan, maka bisa jadi pengambilan keputusan
pembelian secara kredit dapat mempersulit kehidupan dalam
bulan bulan berikutnya selama masa cicilan.
Jika seseorang yang mengambil keputusan untuk melakukan pembelian barang secara kredit merupakan seorang pegawai, maka dibulan berikutnya pegawai tersebut harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar cicilan barang tersebut. Padahal penghasilan pegawai tersebut rata-rata tetap setiap bulannya. Pembayaran cicilan kredit tersebut akan menyebabkan seorang pegawai merasa penghasilan yang dimilikinya tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Pegawai tersebut akan merasa bahwa pemberi kerja membayar tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak seorang pegawai. Motivasi bekerja pegawai tersebut akan berkurang bahkan ada yang menganggap bahwa tenaga nya diperas oleh pemberi Kerja tanpa memperdulikan kesejahteraan diri pegawai tersebut. Anggapan tersebut menyebabkan pegawai tersebut bersikap kurang baik. Sikap yang paling ringan yang ditimbulkan dari anggapan tersebut adalah dengan mengeluh dalam bekerja. Keluhan tersebut dapat menyebabkan pegawai tersebut “bersikap asal bekerja”. Sikap tersebut dapat menyebabkan kesulitan bagi orang lain. Kesulitan secara internal akan dialami oleh rekan sekerjanya. Rekan sekerjanya akan bekerja melebihi pekerjaan yang seharusnya dikerjakan. Semakin lama rekan sekerjanya bekerja melebihi pekerjaan yang seharusnya, menyebabkan terjadinya pertengkaran internal. Secara jangka Panjang, rekan sekerjanya juga bisa “tertular virus malas bekerja”. Untuk menghindari sikap yang kurang baik dari pegawai, ada baiknya terlebih dahulu memahami perbedaan kebutuhan dengan keinginan sebelum mengambil keputusan melakukan pembelian secara kredit.
Dengan memahami
perbedaan “kebutuhan” dengan “keinginan”, masing-masing pegawai dapat menganalisis kecukupan untuk hidup layak. Seperti
tertuang dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor 13 Tahun 2012 tentang komponen dan
pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup
layak. Di dalam peraturan tersebut, telah ditetapkan standar hidup layak untuk menentukan upah pekerja di masing-masing
daerah. Standar hidup layak yang di tetapkan
dalam peraturan tersebut dapat dipastikan telah melalui berbagai macam riset yang terpercaya sehingga standar
tersebut dapat dikatakan lebih dari cukup untuk
hidup layak di negara ini.
Ada 60 (enam puluh) item yang dimasukan
dalam standar hidup layak dalam peraturan
tersebut, dan dibagi ke dalam 7 (tujuh) point yang standar hidup layak. Point-point tersebut terdiri dari:
1. Pangan (makanan dan minuman)
2. Sandang (Pakaian)
3. Papan (Perumahan)
4. Pendidikan
5. Kesehatan
6. Transportasi
7. Rekreasi dan tabungan
Setelah mengetahui item-item standar hidup layak, masing-masing pegawai dapat membandingkan penghasilan yang diterima dari pemberi kerja dengan pemenuhan standar hidup layak berdasarkan peraturan tersebut. Dengan pengetahuan standar hidup layak, bisa dianalisa perbedaan antara kebutuhan dengan keinginan masing- masing pegawai. Apabila penghasilan yang diterima telah melebihi kebutuhan hidup maka pegawai tersebut dapat melanjutkan untuk membelanjakan kelebihan penghasilannya untuk memenuhi keinginannya dalam menjalani kehidupan.
Apabila
penghasilan yang dimilikinya telah memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi belum cukup untuk memenuhi keinginannya
maka pegawai tersebut bisa dilakukan “pengereman” belanja
keinginannya. Kelebihan penghasilannya bisa ditabung sementara
waktu sampai dengan cukup untuk memenuhi keinginannya atau menghapus keinginannya agar penghasilannya masih tetap mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan
hidup layak. Sikap yang seperti
inilah yang harus dimiliki seorang pegawai dalam menjalani
kehidupannya. Sikap seperti ini dalam kalimat lain dapat dikatakan sebagai
sikap bersyukur atas apa yang dikaruniakan kepadanya
dari Sang Maha Kuasa. Dengan memiliki sikap seperti ini, pegawai
tersebut akan terhindar dari perbuatan tidak baik yang merugikan pemberi kerja.
Memiliki rasa bersyukur yang diterapkan pegawai merupakan aplikasi dari
sikap penerapan integritas dalam bekerja. Penerapan
sikap integritas ini dapat menghindarkan pegawai dari perbuatan
tercela yang merugikan orang lain. Dalam nilai
kementerian keuangan, sikap integritas ini merupakan nilai utama yang harus dimiliki
setiap pegawai kementerian keuangan. Nilai Integritas adalah berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan
baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Dengan memiliki
nilai integritas, pegawai
kementerian keuangan dapat mengimplementasikan nilai-nilai
lainnya.
13 Maret 2022 By DSW