Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Malang > Artikel
Menjadi Pribadi Berempati di Tengah Pandemi
Neni Puji Artanti
Senin, 28 September 2020   |   262 kali

Tahun 2020 telah memasuki bulan kesembilan, dengan tujuh bulan di antaranya Indonesia berjibaku melawan pandemi yang belum jua menunjukkan kurva menurun. Kuartal kedua pun menjadi masa-masa yang cukup berat bagi banyak orang. Umat Muslim di Indonesia untuk pertama kalinya merasakan suasana bulan Ramadan dan Idul Fitri yang sungguh berbeda. Para siswa sekolah melakukan penyesuaian signifikan dalam sistem belajar mengajar, berbagai sektor industri terpukul cukup dalam sehingga tingkat pengangguran naik cukup signifikan sebagaimana disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas di akhir kuartal II Tahun 2020. Sebagaimana data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) di laman resminya pada 5 Agustus 2020, Ekonomi Indonesia Triwulan II-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 5,32 persen.  Bila kuartal III Tahun 2020, pertumbuhan ekonomi secara year on year negatif, maka Indonesia resmi memasuki masa resesi.

Kita semua tak dapat memilih mana yang harus didahulukan, ekonomi atau kesehatan. Karena keduanya berhubungan sangat erat dan pertanyaan mana yang harus didahulukan bukanlah pertanyaan yang elok. Kita semua memiliki peran masing-masing sesuai bidangnya untuk berjuang bersama sama untuk selamat baik dari keterpurukan ekonomi maupun bencana kesehatan yang mengerikan. Di bidang ekonomi, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menghindari resesi melalui government spending yang menjadi daya ungkit pemulihan ekonomi dan berbagai paket kebijakan bagi UMKM baik restrukturisasi, subsidi bunga, kredit berbunga rendah,  dan bantuan UMKM sebagai kelompok yang memiliki peran sangat strategis bagi perekonomian Indonesia.

Lalu, di mana peran kita sebagai individu agar Indonesia dapat melewati berbagai efek pandemi ini?

Saat artikel ini ditulis, angka penambahan kasus pertama kalinya menyentuh angka 4 ribu orang dengan tingkat tes di bawah 0,1 dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan standar di kisaran garis 1. Perjalanan nampaknya masih amat panjang dan berat. Upaya kita sebagai individu dalam menghadapi krisis di bidang ekonomi maupun kesehatan harus sama tinggi, persisten, dan sama kuat. Klaster positif COVID-19 semakin banyak bermunculan, fasilitas kesehatan semakin mendekati kapasitas maksimalnya, lebih dari 100 dokter gugur menjalankan tugas, maka menghindari paparan COVID-19 rasa-rasanya adalah satu-satunya pilihan yang kita punya. Seluruh pihak perlu memaknai klausa “adaptasi kebiasaan baru” tidak sebatas definisi, namun juga mendalami esensi. Masyarakat perlu beradaptasi dan menormalisasi sistem kerja, bermasyarakat, berniaga, dan melakukan berbagai hal tanpa interaksi fisik. Adaptasi yang memerlukan kerangka regulasi dengan segala konsekuensinya demi mewujudkan kinerja tanpa interaksi. Berbagai skema dan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah tak dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri, namun disiplin tinggi dari masyarakatlah yang akan menuntaskan pandemi ini. Kedisiplinan atas aturan muncul dari pemahaman yang menyeluruh, bukan hanya penegakan regulasi. Masyarakat yang disiplin menjaga jarak hanya akan terwujud apabila kebutuhan primernya terpenuhi. Hal ini diupayakan oleh pemerintah melalui Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Seluruh elemen masyarakat perlu bergerak untuk pulih dari tekanan perekonomian yang terjadi dan memastikan sebanyak mungkin orang berdisiplin menjaga jarak karena kebutuhan primernya terpenuhi. Pada masa pandemi ini, yang terpukul cukup telak adalah UMKM. UMKM memiliki skala modal dan omset dalam kategori kecil, namun kelompok usaha UMKM merupakan kelompok usaha terbesar yang dapat dikatakan memiliki peran strategis dalam menopang perekonomian Indonesia. Sedangkan, kita sebagai individu di masa pandemi ini perlu memastikan bahwa kita memiliki kecukupan dan ketersediaan dana darurat, kepastian masa depan melalui berbagai investasi, dan di saat yang sama berperan dalam kebangkitan perekonomian Indonesia. Sungguh terdengar berat namun memungkinkan untuk dilakukan. Konsumsi adalah hal yang akan dilakukan oleh setiap orang. Di masa sulit ini, kita perlu melakukan kegiatan konsumsi secara sini kini (mindfull) dan berkesadaran memilah prioritas. Pada saat yang sama, pilihan kita melakukan konsumsi dapat memberdayakan sektor UMKM dengan mengalihkan pilihan kita ke produk-produk lokal. Terlihat sederhana, namun tindakan ini dapat menimpulkan efek pengganda (multiplier effect) karena dalam sebuah produk yang kita gunakan, terlibat berbagai lini mulai dari penyedia bahan baku, jasa antar, penyedia jasa lainnya yang seringnya melibatkan pelaku industri di skala mikro, kecil, maupun menengah. Hal “kecil” ini jika dilakukan oleh berjuta, berpuluh, ber-ratus juta penduduk Indonesia, maka ketahanan perekonomian dan kemungkinan sebanyak mungkin orang berdiam di rumah karena kebutuhannya terpenuhi, akan dapat terwujud.

Saya, dalam tujuh bulan masa pandemi ini, melakukan berbagai penyesuaian yang saya anggap perlu. Saya tak lagi mendatangi mall untuk berbelanja, saya tak lagi menaiki moda transportasi darat dan udara mengunjungi berbagai kota, saya membatasi pergerakan saya. Ada penyesuaian pengeluaran yang saya lakukan. Saya mencoba memastikan dana darurat saya memadai dan kepastian masa depan melalui investasi, saya wujudkan dengan membeli surat berharga yang diterbitkan negara. Tak hanya saya mengalokasikan sumber daya saya untuk masa depan dengan berinvestasi,  namun juga secara bersamaan berkontribusi membangun negara. Dalam masa ini, kebutuhan akan konsumsi masih tetap harus dipenuhi dan tak berhenti. Saya tak lagi membeli baju di mall besar, namun membeli berbagai dagangan yang ditawarkan sahabat-sahabat saya yang kesemuanya berskala kecil. Keterbatasan pergerakan juga membuat saya membeli berbagai makanan yang diperdagangkan oleh para pelaku UMKM yang dalam proses pembeliannya, ada jasa pengantaran yang turut terberdayakan. Produk lokal kini tak melulu berbicara tentang kebanggaan, namun juga kualitas yang tak kalah bersaing dengan produk dari luar negeri atau produk industri besar. Usai menyantap makanan atau mengenakan pakaian lokal, tak lupa saya mengabadikannya pada laman media sosial saya. Ini bukan sekadar masalah eksistensi, namun media sosial dalam skala apapun menjadi media paling efektif dalam melakukan pemasaran. Sedikit ulasan apik dari kita, bisa saja membuka pintu rejeki dan peluang bagi orang lain, sekecil apa pun kemungkinan itu. Seorang sahabat berkata, lakukan sekecil apa pun yang kita bisa untuk orang lain. Hal tersebut lebih baik daripada diam. Semoga Tuhan memberikan keselamatan bagi bangsa ini. Mari berpartisipasi dan menjadi manfaat bagi orang lain, dengan sumber daya yang kita miliki.

(Teks : Neni Puji Artanti - KPKNL Malang / Gambar : @fith101 dari instagram resmi @kemenkeuri)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini