Pendapatan Negara Bukan Pajak atau
sering dikenal dengan sebutan PNBP merupakan pungutan yang dibayar oleh orang
pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung
atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara1. Seluruh aktivitas, hal, dan/atau
benda yang menjadi sumber penerimaan negara di luar perpajakan dan hibah
dinyatakan sebagai objek PNBP. Adapun objek PNBP tersebut antara lain
pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara
lainnya.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai perumus dan pelaksana
kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang di dalamnya
mengelola beberapa objek PNBP secara langsung maupun tidak langsung.
Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara misalnya, menghasilkan PNBP
dari aspek pengelolaan barang milik negara, sedangkan di bidang piutang negara
dan lelang terdapat objek PNBP dari aspek pelayanannya.
Salah satu contoh objek PNBP yang
dikelola oleh DJKN dalam bidang lelang adalah bea permohonan lelang. Bea
permohonan lelang tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No 3 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementeriaan Keuangan dan dikenakan kepada
pemohon lelang jenis lelang eksekusi (eksekusi hak tanggungan, eksekusi harta
pailit, dan eksekusi pengadilan) ketika hendak mengajukan berkas permohonan
lelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Besaran dan
tarif bea permohonan lelangnya sebesar Rp150.000,- per debitur untuk eksekusi
hak tanggungan, per permohonan untuk eksekusi harta pailit, dan per perkara untuk
eksekusi pengadilan2.
Pemohon wajib membayar bea tersebut agar berkas permohonanan dapat diproses
lebih lanjut oleh pejabat lelang. Bea tersebut disetor oleh pemohon melalui
rekening penerimaan KPKNL terlebih dahulu, kemudian bendahara Penerimaan melakukan
proses identifikasi dan verifikasi atas transaksi tersebut. Apabila
teridentifikasi dan terkonfirmasi barulah dana tersebut disetor ke kas negara.
Permasalahan yang sering terjadi
ketika banyak transaksi yang masuk ke rekening Bendahara Penerimaan tidak
disertakan dengan informasi atau keterangan yang jelas, sehingga membuat
petugas kesulitan untuk melakukan proses identifikasinya. Identifikasi ini
menjadi penting untuk dapat mengetahui setoran yang masuk di rekening Bendahara
Penerimaan tersebut apakah setoran bea permohonan lelang atau bukan, siapa
pemohon lelangnya dan untuk berapa debitur/perkara/permohan. Selain itu juga
untuk mengetahui pada postur pendapatan mana setoran dari pihak ketiga masuk ke
kas negara. Sebagai contoh, setiap dana yang masuk ke rekening penerimaan dan
berhasil teridentifikasi dan terkonfirmasi sebagai bea permohonan lelang akan
disetor ke kas negara dengan kode akun 425782 Pendapatan Bea Lelang Pejabat
Lelang Kelas I. Apabila dana tidak teridentifikasi dan/atau terkonfirmasi maka
pada akhir periode triwulan berjalan akan disetor ke kas negara dengan kode
akun 425999 Pendapatan Lain-Lain. Hal ini berimplikasi pada tidak tercatatnya
penerimaan sebagai pendapatan bea lelang pejabat lelang kelas I sehingga target
capaian yang telah ditetapkan tidak tercapai.
Maka dari itu, KPKNL Makassar dalam
menyikapi problematika tersebut membuat sebuah inovasi guna menegakkan salah
satu pilar birokrasi yaitu tertib administrasi dengan meluncurkan layanan
e-Billing Bea Permohonan Lelang. Setiap pemohon yang telah menerima kode tiket
pada aplikasi Permohonan Online dapat
menghubungi whatsapp e-Billing KPKNL
Makassar untuk mendapatkan kode billing bea permohonan lelang. Keunggulan
menggunakan kode billing dibandingkan dengan metode sebelumnya adalah setiap
transaksi yang akan masuk ke kas negara telah teridentifikasi dan terkonfirmasi
dari pemohon mana dengan jenis lelang eksekusi apa dan kode tiket berapa.
Selain itu, kemudahan pembayaran dengan menggunakan kode billing sangatlah
banyak. Pemohon dapat membayar bea permohonan lelang melalui teller Bank
Persepsi/Kantor Pos, internet/mobile banking, hingga aplikasi e-commerce sekelas
Tokopedia pun menyediakan fitur pembayaran ke kas negara. Selain itu, seluruh
transaksi yang dibayar menggunakan mekanisme e-Billing tidak dipungut biaya
administrasi. Hal ini menambah keunggulan mekanisme e-Billing dibandingkan
dengan metode lama yang bisa dikenakan biaya administrasi apabila membayar bea
permohonan lelang dari bank yang berbeda dengan bank rekanan KPKNL.
Inovasi ini telah berjalan kurang
lebih 5 bulan sejak diterapkan pertama kali pada pertengahan bulan Maret tahun
2020. Dampak yang paling utama dirasakan adalah tertibnya administrasi
penerimaan dalam hal bea permohonan lelang. Pemotongan waktu dalam proses
identifikasi dan verifikasi serta banyaknya transaksi yang mengendap di
rekening penerimaan juga berkurang secara signifikan. Kontrol dari KPKNL
terhadap pemohon yang belum membayar bea permohonan lelang juga dapat dilihat
dalam aplikasi Sistem Informasi PNBP Online (Simponi), sehingga kedisiplinan
pemohon dalam menyetor hak negara sebelum berkas dokumen diterima dapat
ditingkatkan.
Program ini masih panjang dan jauh
dari kata sempurna, sesuai dengan nilai Kementerian Keuangan yaitu
kesempurnaan, kami selalu berupaya untuk memonitoring dan mengevaluasi
kebijakan tersebut dan menggali potensi lebih dalam akan munculnya inovasi baru
kedepannya dalam melaksanakan mandat negara. Harapan dari program e-Billing ini
kedepannya dapat terintegrasi dengan aplikasi Permohonan Online. Jadi setiap permohonan yang telah terverifikasi dan terbit
kode tiketnya sekaligus bisa mendapatkan kode billing penyetoran bea permohonan
lelangnya, sehingga ada penyederhanaan tahap yang dilakukan oleh stakeholder.
Referensi :
Penulis: Neo Surya Dhesanta,
Pelaksana Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Makassar