Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Kisaran > Artikel
Secondment sebagai Salah Satu Upaya Optimalisasi Pengelolaan Barang Milik Negara
Mahmud Ashari
Minggu, 15 November 2020   |   1562 kali

Dari data revaluasi BMN tahun 2017-2018 yang telah dilakukan, secara umum Ditjen Kekayaan Negara telah mempunyai database profil untuk memapping aset-aset yang telah bekerja melampaui ekspektasi, sesuai ekspektasi, maupun yang di bawah ekspektasi. Penulis mempunyai keyakinan bahwa berdasarkan database tersebut, decision maker di Kantor Pusat Ditjen Kekayaan Negara telah mempunyai planning dan kebijakan untuk melecut aset-aset yang kurang memenuhi ekspektasi (underutilized).

Jika direnungkan kembali, tujuan Barang Milik Negara (BMN) dibeli atau diadakan adalah untuk menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi suatu instansi pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27  tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, menyebutkan bahwa Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang berwenang dan bertanggungjawab menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga atau kantor yang dipimpinnya.

Oleh karena itu, idealnya keberadaan barang milik negara seharusnya digunakan seoptimal mungkin agar tidak underutilized atau idle. Suatu barang milik negara dapat dikatakan idle  apabila barang milik negara tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara yang Tidak Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga ditegaskan kembali bahwa secara prinsip Pengguna Barang wajib menyerahkan barang milik negara idle pada Kementerian/Lembaga unit kerja Pengguna Barang bersangkutan kepada Pengelola Barang. Regulasi tersebut juga mengatur kriteria dan pengecualian suatu barang mililk negara dikategorikan sebagai barang milik negara idle atau tidak.

Berdasarkan data pengelolaan aset tahun 2013 sampai dengan tahun 2018, nilai barang milik negara idle mengalami tren kenaikan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2013 menunjukkan nilai barang milik negara idle tercatat Rp21,32 miliar. Pada tahun 2016, barang milik negara idle naik hampir dua kali lipat menjadi Rp40,62 miliar. Ditjen Kekayaan Negara menemukan dari sekitar 408.000 unit barang milik negara yang direvaluasi pada 2017, terdapat 1.000 aset yang dikategorikan idle. Barang milik negara yang idle sebenarnya memberikan kerugian bagi negara. Misalnya, adanya kerugian dari pemeliharaan aset, atau hilangnya kesempatan/loss opportunity untuk memperoleh penerimaan negara bukan pajak atau manfaat sosial lainnya.

Kadang dijumpai bahwa satuan kerja sebagai pengguna barang belum bisa mengoptimalkan aset dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, kiranya perlu asistensi intensif dari DJKN dhi. KPKNL untuk memberdayakan aset yang berada di satuan kerja tersebut, misalnya dengan pemberian advice ataupun alternatif-alternatif untuk memanfaatkan aset idle satuan kerja.

Salah satu upaya yang bisa ditempuh antara lain melalui secondment/penugasan dengan menempatkan pegawai Ditjen Kekayaan Negara dalam jangka waktu tertentu pada satuan kerja yang membutuhkan pendampingan dan sharing knowledge atas pengelolaan barang milik negara. Selain bermanfaat bagi satuan kerja dalam melaksanakan pengelolaan barang milik negara secara optimal, program secondment juga bermanfaat untuk mengembangkan kompetensi dan kapabilitas pegawai Ditjen Kekayaan Negara.

Melalui program secondment, permasalahan-permasalahan terkait pengelolaan barang milik negara di satuan kerja dapat segera diatasi dan dicarikan pemecahannya oleh pegawai yang melaksanakan program tersebut. Operator pengguna barang pada satuan kerja akan mendapatkan arahan dari pejabat KPKNL dalam jangka waktu tertentu guna menggali informasi dan pengetahuan serta praktik langsung atas pengelolaan barang milik negara yang sesuai regulasi. Selain itu, operator pengguna barang satuan kerja dapat bertukar informasi dan pengetahuan dalam rangka mengoptimalkan barang milik negara yang berada di lingkungannya. Masukan-masukan yang konstruktif dapat diberikan oleh KPKNL kepada satuan kerja antara lain dalam proses identifikasi atas optimalisasi barang milik negara yang dikelolanya. Kondisi barang milik negara di lapangan, kondisi sosial kultural serta kondisi ekonomi di lingkungan barang milik negara berada dapat diprofilling dan dimapping secara berkesinambungan antara KPKNL sebagai pengelola barang dan satuan kerja sebagai pengguna barang. Kendala serta hambatan di lapangan juga dapat segera dicarikan alternatif solusi untuk selanjutnya dieskalasi kepada para pengambil keputusan pada satuan kerja.

Sebagai penutup, program secondment dapat menjadi alternatif untuk membawa angin segar pada pengelolaan barang milik negara. Optimalisasi barang milik negara tidak melulu harus selalu menjadi uang, namun barang milik negara juga dapat dioptimalkan untuk kepentingan sosial. Dan hal itulah yang harus menjadi mindset pengelola maupun pengguna dalam memperlakukan barang milik negara agar tidak idle atau underutilized.

Penulis: Mahmud Ashari (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Kisaran)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini