Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Kisaran > Artikel
Urgensi Manajemen Krisis Di Tengah Kondisi Pandemi
Mahmud Ashari
Jum'at, 08 Mei 2020   |   11448 kali

Manajemen krisis? Apakah masih berkerabat  dengan manajemen risiko?

Di era globalisasi sekarang ini, secara umum pelayanan publik maupun pelayanan privat sudah mengenal dan menerapkan manajemen risiko. Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) mendefinisikan manajemen risiko sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh dewan direksi, manajemen dan personil lainnya, diterapkan dalam penetapan strategi dan di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko, untuk memberikan keyakinan memadai, tentang pencapaian tujuan entitas.

Sedangkan menurut William et.al (1998:27), manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk mengidentifikasi, mengukur dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada sebuah organisasi. Selanjutnya menurut Djohanputro, (2008:43), manajemen risiko adalah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif penanganan risiko. Dari beberapa definisi tersebut, terdapat kesamaan konsep pemikiran bahwa manajemen risiko merupakan proses identifikasi, penilaian, pengendalian, dan upaya menghindari, meminimalisir, atau bahkan menghapus risiko yang akan terjadi. Dalam konteks tersebut, terdapat penekanan bahwa risiko/ancaman tersebut belum terjadi sehingga kita masih diberikan kesempatan/waktu untuk memikirkan dan menemukan cara terbaik untuk menghindari atau meminimalisir risiko/ancaman dimaksud.

Dengan nature-nya yang sedemikian, maka manajemen risiko kurang efektif untuk diterapkan pada beberapa situasi dimana terdapat ancaman yang tidak terpetakan sebelumnya, bahkan apabila ancaman tersebut sudah terjadi dan harus dihadapi. Contoh riilnya adalah pandemic COVID-19 yang  mewabah dan menyerang ke seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Pun demikian dengan pelayanan publik, salah satu area yang mendapatkan pukulan atas “kedatangan” pandemic COVID-19.

Oleh karena itu diperlukan suatu manajemen yang tidak hanya mempersiapkan kejadian yang telah diramalkan akan terjadi, namun manajemen yang dititikberatkan untuk langsung beradaptasi, mengelola, dan mengatasi situasi darurat atau tidak terduga yang mempengaruhi proses bisnis suatu organisasi, dalam hal ini pelayanan publik. Dengan kata lain, tindakan yang diambil untuk menanggulangi krisis harus efisien dan dapat segera dilakukan. Itulah yang disebut dengan manajemen krisis, yaitu strategi responsif menghadapi kejadian krisis yang datang secara tiba-tiba. Krisis bisa hadir dalam berbagai wujud, salah satunya seperti yang sedang terjadi saat ini, yaitu wabah  pandemic COVID-19. 

Dalam menangani krisis, diperlukan pemahaman terhadap situasi yang sedang dihadapi sehingga pengambil keputusan dapat menentukan tindakan yang tepat. Sesuai terminologinya, manajemen krisis terdiri dari tiga tahapan, yaitu pre-crisis, response to the crisis, dan post-crisis [(Coomb, 2010; Devlin, 2007; Smudde, 2001) dalam Kriyantono, 2014: 178-180]

Tahapan pertama dari manajemen krisis adalah mencegah potensi krisis. Ini melibatkan perencanaan, merekrut dan melatih tim penanggulangan krisis, dan melakukan latihan atau simulasi untuk mengimplementasikan rencana tersebut. Dalam kondisi ideal, seharusnya tahapan ini dilaksanakan pada waktu kondisi krisis (dalam hal ini pandemic COVID-19) masih diawal penyebaran/penularan. Secara riil pada saat ini, tahapan tersebut sudah berlalu, di mana wabah virus Corona sudah menyebar dan pelayanan publik sudah terkena dampaknya. Namun demikian, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi beberapa bulan ke depan. Membuat perencanaan manajemen krisis sekarang akan sangat membantu menentukan langkah-langkah yang tepat untuk menetapkan prosedur terhadap pelayanan publik ketika kejadian krisis yang mungkin lebih besar terjadi di kemudian hari.

Tahapan kedua dalam penanggulangan krisis adalah response to the crisis, yaitu bagaimana menanggapi krisis yang sedang terjadi saat ini, di mana rencana penanganan krisis yang sebelumnya sudah disusun benar-benar diimplementasikan. Perlu diingat bahwa tindakan yang diambil harus efisien dan dapat dieksekusi dengan cepat. 

Tahapan ketiga adalah post crisis,  yaitu tahapan di mana krisis sudah reda atau berlalu, akan tetapi proses penanggulangan krisis masih tetap berlanjut. Tahap ini merupakan waktu yang tepat untuk mengevaluasi strategi dalam menanggulangi krisis, apakah sudah berjalan efektif atau perlu dilakukan perbaikan. Hal ini akan membantu dalam mempersiapkan strategi yang lebih baik ketika menghadapi krisis lain di masa depan. Salah satu contohnya yakni memberlakukan kebijakan work from home untuk mengurangi risiko penularan virus Corona seperti yang telah dianjurkan oleh pemerintah. Karena kebijakan ini kemungkinan akan diberlakukan dalam waktu yang cukup lama, maka pengambil kebijakan perlu kiranya memiliki guidelines yang tepat guna mendukung efektivitas kerja dari rumah.

Krisis yang terjadi saat ini atau akan terjadi seharusnya tidak membuat kepanikan, sebab krisis dapat dikelola menjadi stimulus bagi kita dalam mempersiapkan strategi yang lebih baik dalam menghadapi permasalahan di masa depan. Dengan menerapkan manajemen krisis, pengambil keputusan dapat lebih siap untuk menggariskan kebijakan dalam menghadapi krisis dan mengurangi dampak yang ditimbulkan, untuk selanjutnya dapat diimplementasikan secara efektif di lapangan (oleh unit penyedia layanan publik) sehingga proses bisnis tetap berjalan secara produktif.

Penulis: Mahmud Ashari (Kepala Seksi Hukum & Informasi KPKNL Kisaran)

Daftar Pustaka:

William, A. C., Smith, M., & Young, P. C. (1998). Risk Management and Insurance. Boston: McGraw Hill.

Djohanputro, Bramantyo. (2008). Manajemen Risiko Korporat. Jakarta: Penerbit PPM

Kriyantono, Rachmat.(2014). Public Relations, Issue & Crisis Management (Pendekatan Critial Public Relations, Etnografi Kritis & Kualitatif). Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Kencana.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini