Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan kantor vertikalnya yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) memanfaatkan teknologi informasi dalam menunjang penyelesaian tugas dan fungsi sebagai wujud nyata penerapan e-government. Dalam beracara di Pengadilan misalnya, DJKN/KPKNL saat ini telah memanfaatkan aplikasi eksternal, salah satunya adalah aplikasi e-litigation yang merupakan produk dari Mahkamah Agung (MA). Aplikasi e-litigation ini memungkinkan para pihak untuk beracara di pengadilan secara elektronik.
Mahkamah Agung melalui Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan
di Pengadilan Secara Elektronik yang menggantikan PERMA No. 3 Tahun 2018 Tentang Administrasi Perkara di
Pengadilan Secara Elektronik,
mengeluarkan sistem e-Court atau
administrasi perkara secara elektronik.
E-Court adalah
serangkaian proses penerimaan
gugatan/permohonan/keberatan/bantahan/perlawanan/intervensi, penerimaan
pembayaran, penyampaian panggilan/pemberitahuan, jawaban, replik, duplik,
kesimpulan, penerimaan upaya hukum, serta pengelolaan, penyampaian, dan
penyimpanan dokumen perkara perdata/ perdata agama/ perdata tata usaha militer/
tata usaha negara dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di
masing-masing lingkungan peradilan.
Pada era tatanan normal baru, masyarakat dihimbau
untuk mengurangi aktivitas di tempat umum guna mencegah penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19). Saat ini persidangan dapat dilakukan secara
elektronik melalui aplikasi e-litigation. Persidangan
yang dilakukan secara elektronik bertujuan
untuk meminimalisir pertemuan tatap muka para pihak dan mengurangi intensitas kehadiran di pengadilan guna mewujudkan asas sederhana cepat dan biaya ringan. Dengan menggunakan e-Litigation yang merupakan salah satu bagian dari empat fitur yang
dimiliki oleh Mahkamah Agung sebagai bagian integral dari program induk bernama
e-Court, sidang dapat dilakukan tanpa
tatap muka langsung.
Salah satu tugas dan fungsi KPKNL Jambi, khususnya pada Seksi Hukum
dan Informasi, adalah menyelesaikan proses perkara tepat waktu.
Hal tersebut termasuk
menghadiri agenda
sidang perkara di pengadilan setempat yang meliputi penyampaian jawaban, replik, duplik, pembuktian
surat, pemeriksaan saksi/ahli, penyampaian
kesimpulan hingga pembacaan putusan. Penerapan e-litigation pada
kenyataannya belum terlaksana dengan baik, hal ini dikarenakan para pihak tidak berkenan untuk
dipanggil dan beracara di pengadilan secara elektronik. Kendala
tersebut cukup beralasan mengingat makna dari hukum perdata yang merupakan
ranah hukum privat dimana asas konsensualisme (kesepakatan para
pihak) merupakan hal yang mutlak dalam acara
hukum perdata. Hal
ini sejalan dengan Pasal 15 Ayat (1) Huruf b jo. Pasal 20 Ayat (1) PERMA No. 1
Tahun 2019 yang memang secara limitatif mempersyaratkan persetujuan para pihak
dalam penggunaan e-summons dan e-litigation. Dalam praktiknya para
pihak akan diminta untuk mengisi
dan menandatangani formulir “Persetujuan Para Pihak Untuk Beracara Secara
Elektronik”. Hal ini membuktikan tidak adanya
paksaan eksplisit bagi para pihak untuk menggunakan prosedur persidangan
elektronik. Tentunya hal tersebut akan menjadi
kendala yang cukup sulit dalam penggunaan prosedur e-litigation.
Pemanfaatan e-litigation dalam beracara selama pandemi cukup efektif dan efisien. Dari sisi sarana dan prasarana yang digunakan saat melaksanakan sidang secara online sudah cukup memadai. Dalam hal ini, penulis meninjau bahwa selama beracara di masa pandemi, ruang sidang sudah dilengkapi dengan layar monitor, kamera, dan audio visual. Sidang dapat dilaksanakan secara lancar meskipun dilakukan tanpa kehadiran langsung para pihak, baik terpidana, jaksa penuntut umum, pengacara, bahkan pengunjung sidang. Menurut Penulis, sidang perkara pidana seperti itu cukuplah ideal apabila diterapkan pada sidang perkara perdata, dengan syarat para pihak sudah sepakat apabila sidang dilaksanakan secara online/elektronik tanpa tatap muka langsung. Namun pada praktiknya, saat ini kuantitas gugatan perkara perdata yang dilaksanakan secara elektronik melalui e-litigation pada tahun 2020 masih kurang diminati oleh para pihak terutama pihak penggugat.
Adapun hambatan yang ditemui pada penerapan e-litigation adalah faktor SDM yang masih gagap teknologi. Diperlukan berbagai upaya guna mengantisipasi hambatan penerapan e-government tersebut. Upaya yang dimaksud antara lain dengan cara mengadakan pelatihan/praktik dan sosialisasi yang masif terhadap SDM khususnya di daerah, untuk menghasilkan SDM yang berkualitas dalam rangka meningkatkan pelayanan yang efektivitas dan efisiensi menyongsong era industri 4.0 dan tananan era normal baru. Selain itu dipandang perlu adanya komitmen yang tegas dari pemerintah dalam rangka penerapan e-government yang transparan, efektif dan efisien serta pembentukan SDM yang yang berkualitas.
Ditulis oleh: Rakhmat (Kasi HI KPKNL Jambi)