Pengelolaan BMN
dilaksanakan sesuai siklus hidup aset (life
cycle asset). Tahapan pengelolaan berdasarkan siklus hidup aset tersebut,
secara umum terbagi ke dalam 4 (empat) tahapan utama yaitu perencanaan (planning), pengadaan (acquisition), penggunaan (utilizing), dan penghentian/penghapusan
(disposal). Keempat tahapan
pengelolaan tersebut harus menjadi perhatian pengelola barang (asset manager) dan pengguna barang (asset user) agar optimalisasi
pengelolaan BMN dapat tercapai. Pengelolaan BMN berdasarkan siklus hidup aset
(life cycle asset management)
dilaksanakan dengan memperhatikan umur ekonomis dan masa manfaat aset. Secara
teoritis, manfaat atas penggunaan suatu aset dibanding biayanya akan lebih
optimal apabila digunakan selama umur ekonomisnya. Pada akhir masa manfaat,
aset dihentikan penggunaannya untuk kemudian dihapuskan.
Penghentian
penggunaan dilakukan dalam hal BMN sudah
tidak dapat lagi digunakan
untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah atau penyediaan layanan
umum. Suatu aset dapat
dihentikan penggunaannya karena aus, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi yang semakin berkembang, rusak berat, hilang, tidak sesuai
dengan rencana umum tata ruang (RUTR), atau masa kegunaannya telah berakhir.
Aset tersebut merupakan aset yang tidak dapat lagi memberi manfaat ekonomis
dan/atau sosial masa depan sehingga hanya menambah beban pemerintah apabila
tidak segera dihapuskan. Dari aspek akuntabilitas, aset yang telah dihentikan
penggunaannya akan membebani Neraca Laporan Keuangan Pemerintah karena terdapat aset
yang tidak lagi memiliki manfaat ekonomi tetapi tetap dilaporkan. Dari aspek
efisiensi, terhadap aset yang telah dihentikan penggunaannya memungkinkan
adanya pengeluaran biaya dan penggunaan sumber daya yang tidak perlu untuk
merawat dan menjaga aset tersebut. Selain itu, adanya aset yang dihentikan
penggunaannya yang tak kunjung dihapuskan juga bertentangan dengan asas
fungsionalitas dalam pengelolaan BMN.
Di sisi lain, meskipun tidak lagi memberi manfaat ekonomis/sosial, aset
yang dihentikan penggunaannya sebenarnya masih memiliki nilai ekonomis yang
dapat direalisasikan menjadi penerimaan negara. Kondisi saat ini berdasarkan
data Ikhtisar Laporan Barang Milik Negara (LBMN) Akun Neraca per 31 Desember
2018 (audited) terdapat Aset tetap dan Aset Tak Berwujud (ATB) yang
dihentikan dari penggunaan operasional pemerintah senilai Rp291 Triliun.
Data dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir dalam LBMN (audited) kami sajikan pada
tabel berikut:
|
2018 |
2017 |
2016 |
Aset tetap dan
ATB yang dihentikan dari penggunaan operasional pemerintah |
Rp291
Triliun |
Rp50
Triliun |
Rp58
Triliun |
Akumulasi
penyusutan dan Amortisasi |
(Rp61 Triliun) |
(Rp23
Triliun) |
(Rp25
Triliun) |
Tabel 1.
Aset tetap dan
ATB yang dihentikan dari penggunaannya
merupakan aset tetap dan ATB yang tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan
fungsi pemerintahan, termasuk tidak lagi memiliki manfaat ekonomi masa depan.
Aset tetap dan ATB yang dihentikan dari penggunaannya disajikan dalam neraca
sebagai kelompok Aset Lainnya.
Dengan asumsi
nilai ekonomis aset tersebut 1% dari nilai aset setelah diperhitungkan akumulasi
penyusutan, diperkirakan terdapat potensi penerimaan negara sebesar
Rp2,3 Triliun
dari penjualan/penghapusan aset yang tidak digunakan tersebut.
Penghematan biaya (cost saving) berupa eliminasi penggunaan sumber
daya yang tidak perlu dan penerimaan negara yang dapat dihasilkan (revenue
generator) dari penjualan aset yang sudah tidak digunakan, merupakan
dua aspek yang diharapkan dapat dihasilkan dari
optimalisasi Pengelolaan BMN yang dihentikan penggunaan operasionalnya. Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang dan Pengelola Barang harus sesegera
mungkin untuk melakukan pengelolaan BMN tersebut. Hal tersebut perlu
dilakukan untuk mencegah semakin menurunnya nilai aset sejak aset tersebut
dihentikan penggunaannya.
Disamping berakibat pada penurunan nilai aset, penumpukan aset yang tidak
digunakan berakibat pada kebutuhan ruang penyimpanan yang lebih besar. Kebutuhan
ruang penyimpanan ini mengakibatkan penggunaan ruang yang seharusnya dapat
digunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat menjadi tidak dapat
dilakukan. Akibatnya terjadi inefisiensi karena penggunaan sumber daya yang
tidak memberi manfaat langsung terhadap kegiatan operasional pemerintah.
Penggunaan ruang untuk penyimpanan BMN yang tidak digunakan juga mengganggu
dari segi estetika. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pengelolaan
BMN pada suatu institusi tidak dilakukan secara baik. Hal lain yang lebih buruk
terjadi apabila tidak terdapat ruang penyimpanan yang cukup, aset-aset tersebut
akan ditumpuk di luar ruangan yang berakibat kerusakan, dan penurunan nilai dan
kuantitas aset yang lebih cepat.
Sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas, terlampir kami sampaikan Modul Pengelolaan BMN
yang Dihentikan Penggunaan Operasionalnya guna memudahkan Pengguna Barang/Kuasa
Pengguna Barang dalam mengelola BMN dimaksud. Modul tersebut merupakan resume
dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang kami susun secara
terintegrasi. Modul tersebut terdiri dari 3 (tiga) sub modul, yaitu sub modul
Pengelolaan BMN, sub modul Penilaian BMN Selain Tanah dan/atau Bangunan dengan
Nilai Perolehan Sampai Dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan
sub modul Permohonan Lelang Online. Sub modul Penilaian BMN kami susun
sebagai panduan bagi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang untuk melakukan
penilaian BMN sebagai dasar pengajuan nilai limit penjualan BMN, dan Sub modul
Permohonan Lelang Online yang kami susun sebagai panduan untuk pengajuan
penjualan BMN melalui lelang. Modul pengelolaan BMN yang dihentikan penggunaan
operasionalnya dapat diunduh melalui tautan berikut:
1. Modul
Pengelolaan BMN yang dihentikan penggunaan operasionalnya: https://e-dropbox.kemenkeu.go.id/index.php/s/GZQ5cEmGH6bpxoE
2. Sub modul: https://e-dropbox.kemenkeu.go.id/index.php/s/0OpwfRcSBFPa3pA
Penulis: Karman,
KPKNL Jakarta IV