Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pengurusan Piutang Negara Khusus
Alpha Akbar Radytia
Rabu, 20 Februari 2019   |   20478 kali

Apa yang terlintas dalam benak kita semua ketika mendengar tentang piutang negara? Secara umum piutang adalah merupakan hak atas uang, barang dan jasa kepada orang lain. Senada dengan hal tersebut Subroto (1991:63) berpendapat bahwa “Piutang adalah tagihan (klaim) kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang untuk kepentingan Akuntansi”. Sedangkan Harngren dan Harison (1997:42) mengemukakan:Piutang adalah suatu aktiva yang timbul karena perusahaan menjual barangnya atau memberikan jasanya kepada para pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan akan memberikan sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu dimasa yang akan datang”.  

Samsul Chorib, dkk (2006) mengungkapkan bahwa pengertian piutang Negara dapat ditemukan pada dua buah undang-undang yang saat ini masih berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.  

Dari pengertian tersebut, piutang mengandung makna, tagihan yang akan timbul atas penyerahan barang atau jasa dari perusahaan kepada pelanggan yang akan dilunasi dengan uang dimasa yang datang. Menurut Baridwan (1992:124) pengertian piutang sebagai “akibat dari usaha normal perusahaan tersebut piutang dagang atau dengan kata lain bahwa piutang dagang menunjukkan piutang yang timbul dari penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan”. Sedangkan Barata (1988:331) berpendapat bahwa: “Piutang dagang (Accounts Receivable atau Trade Receivable) adalah merupakan tagihan yang timbul atau diperoleh karena adanya kegiatan penjualan barang atau jasa secara kredit (tidak tunai)”.

Piutang Negara sendiri mempunyai beberapa definisi menurut peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia diantaranya adalah: Pengertian piutang Negara menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. adalah : Yang dimaksud dengan piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun.

Sedangkan, pengertian piutang Negara menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah: Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah  Pusat atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Adapun, pengertian piutang Negara menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara: “Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun”.

 

Dalam peraturan lainnya, pengertian Piutang Negara menurut Peraturan Pemerintah  Nomor: 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah:

Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

 

Berdasarkan beberapa pengertian tentang Piutang Negara di atas dapat disimpulkan bahwa Piutang Negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada negara baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah sebagai akibat dari suatu perjanjian yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Lantas bagaimana dengan Pengurusan Piutang Negara khusus? Piutang Negara yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/DJKN sendiri merupakan piutang negara khusus. Menurut Arifin P. Soeriaatmadja (1993/1994) dalam Laporan Penelitian Aspek-Aspek Hukum dalam Penyelesaian Piutang-Piutang Negara bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kehakiman menyebutkan empat macam lembaga peradilan, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara 181 dan PUPN sebagai suatu lembaga peradilan semu di luar lembaga yang ditentukan dalam Undang-Undang tersebut karena keperluan yang khusus. PUPN merupakan peradilan semu dalam rangka penyelamatan keuangan negara. Keuangan negara dalam arti ekonomi makro, yaitu keuangan negara secara keseluruhan dari segi hukum perubahan hak perdata menjadi hak publik tadi juga sebenarnya bisa saja terjadi, meskipun berarti ada penerobosan hukum dan pengabdian atas peraturan hukum yang lain. Tapi kondisi ini bisa dibenarkan dengan suatu alasan kuat, yaitu adanya permasalahan dan konteks perubahan ini dibuat Undang-Undang karena kondisi khusus pada masa dalam keadaan belum stabil. Yang justru harus dipikirkan adalah bagaimana pengaturan wewenang antara lembaga peradilan dan PUPN itu sendiri, terutama sampai sebatas mana wewenang kedua belah pihak dapat saling mencampuri dan menjaga wibawa lembaga yang diembannya. Namun UU PUPN ini sudah berumur cukup tua sehingga sudah kurang sesuai dengan kondisi sekarang, sudah layaknya jika diganti dengan yang baru. Sehingga pengurusan piutang negara dan daerah bisa diupayakan dalam satu ketentuan yang mengatur agar menjadi satu dalam kepengurusan. Dalam pengambilan kebijakan, keputusan, produk hukum, pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), sementara dalam pelaksanaan teknis pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Secara organisasi bagi masyarakat awam (lama) lebih mengenal PUPN dibandingkan dengan KPKNL, karena PUPN ada sejak jaman lahirnya UU PUPN.

Menurut Black’s Law Dictionary 6th Edition halaman 500 adalah: "Due Process of law implies the right of the person affected thereby to be present before the tribunal which pronounces judgement upon the question of life, liberty, or property, in its most comprehensive sense; to be heard, by testimony or otherwise, and to have the right of controverting, by proof, every material fact which bears on the question of right in the matter involved. If any question of fact or liability be conclusively presumed against him, this is not due process of law". Secara bebas, pengertian due process of law tersebut di atas, bila dikaitkan dengan pengurusan piutang negara, dapat diartikan sebagai hak Penanggung Hutang untuk dipanggil dan didengar pendapatnya dan hak untuk menunjukkan bukti-bukti yang terkait dengan keberadaan dan besaran hutangnya kepada negara, serta cara-cara penyelesaian hutangnya tersebut.

Pengurusan Piutang Negara di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia dilakukan oleh seksi piutang negara, dimana setiap penyerahan Piutang Negara yang dapat diproses  dinamakan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dan setiap BKPN yang diurus oleh KPKNL dikenakan Biaya Administrasi (Biad) Pengurusan Piutang Negara yang besarnya ditetapkan oleh undang-undang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah No.03 tahun 2018 tentang Tarif PNBP yang berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan dengan Pembebanan tarif Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara sebagai berikut:

a.    Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk pelunasan hutang yang dilakukan sebelum Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar  0% (nol persen) per Berkas Kasus Piutang Negara;

b.   Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan mulai tanggal Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang wajib dilunasi per Berkas Kasus Piutang Negara;

c.   Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan sejak Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi per Berkas Kasus Piutang Negara;

d.   Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk penarikan Pengurusan Piutang Negara ditetapkan sebesar                                    2,5% (dua setengah persen) dari sisa hutang yang wajib diselesaikan per Berkas Kasus Piutang Negara.

Adapun Penyerahan tersebut berasal dari Kementerian dan atau Lembaga Pemerintah berupa piutang PNBP berdasarkan dengan amanat Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Menteri Keuangan No.240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara.

Sesuai dengan PMK No.69/PMK.06/2014 terkait dengan Penentuan Kualitas Piutang dan Penyisihan Piutang Tak Tertagih pada K/L/BUN disebutkan “Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara dan/atau hak Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah”. Jika dilihat pada ketentuan ini, lingkup "piutang" itu sendiri ternyata lebih luas lagi termasuk piutang pajak, piutang K/L, piutang bun, sehingga jika aturan memungkinkan untuk itu maka merupakan potensi pengurusan piutang negara. Untuk "piutang pajak pusat" secara lex spesialis sudah diatur dan ada yang menangani, namun untuk "piutang pajak daerah" hingga saat ini belum diatur secara khusus untuk penagihan, keberatan, dan banding. Sehingga "paradigma piutang negara" bisa dimungkinkan termasuk di dalam nya adalah piutang pajak daerah, piutang BUN, piutang K/L, jika di kemudian hari aturan memungkinkan maka sekaligus merupakan pengurusan piutang negara/daerah  dalam satu tupoksi sehingga tidak terkotak-kotak dalam pengelolaannya. Sehingga dengan demikian seluruh tagihan piutang untuk negara (state claim) jika sudah nyata-nyata macet pengurusannya, sudah mandeg tidak bisa tertagih maka hendaknya diserahkan pengurusannya kepada PUPN/KPKNL. Harus ada lompatan baru, tidak sekedar menatausahakan dan mengurus saja namun harus dapat mengelola secara profesional. Sehingga dengan demikian "pengelolaan piutang negara" untuk kedepannya sama pentingnya atau sejajar dengan pengelolaan hutang negara, atau pengelolaan aset negara. Secara pengelolaan piutang negara, untuk kedepannya PUPN/KPKNL tidak hanya menjadi pengurus piutang saja tapi bisa menjadi "regulator dan pembina" dalam penagihan piutang negara pada institusi/ badan pemerintah.

 

Ditulis oleh: Alpha Akbar Radytia Jurusita Piutang Negara KPKNL Jakarta III

Mahasiswa Program Pasca Sarjana yang sedang menulis tesis tentang Pengurusan Piutang Negara

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini