Apa
yang terlintas dalam benak kita semua ketika mendengar tentang piutang negara? Secara
umum piutang adalah merupakan hak atas uang, barang dan jasa kepada orang lain.
Senada dengan hal tersebut Subroto (1991:63) berpendapat bahwa “Piutang adalah
tagihan (klaim) kepada pihak lain atas uang, barang atau jasa yang untuk
kepentingan Akuntansi”. Sedangkan Harngren dan Harison (1997:42) mengemukakan: “Piutang
adalah suatu aktiva yang timbul karena perusahaan menjual barangnya atau
memberikan jasanya kepada para pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan
akan memberikan sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu dimasa yang
akan datang”.
Samsul Chorib, dkk (2006) mengungkapkan bahwa
pengertian piutang Negara dapat ditemukan pada dua buah undang-undang yang saat
ini masih berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
Dari pengertian tersebut,
piutang mengandung makna, tagihan yang akan timbul atas penyerahan barang atau
jasa dari perusahaan kepada pelanggan yang akan dilunasi dengan uang dimasa
yang datang. Menurut Baridwan (1992:124) pengertian piutang sebagai “akibat
dari usaha normal perusahaan tersebut piutang dagang atau dengan kata lain
bahwa piutang dagang menunjukkan piutang yang timbul dari penjualan
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan”. Sedangkan Barata (1988:331)
berpendapat bahwa: “Piutang dagang (Accounts
Receivable atau Trade Receivable) adalah merupakan tagihan yang timbul atau
diperoleh karena adanya kegiatan penjualan barang atau jasa secara kredit
(tidak tunai)”.
Piutang Negara sendiri
mempunyai beberapa definisi menurut peraturan perundang-undangan yang ada di
Indonesia diantaranya adalah: Pengertian piutang Negara menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 49 tahun
1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. adalah : Yang dimaksud dengan piutang
Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang
wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau
tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian
atau sebab apapun.
Sedangkan, pengertian piutang
Negara menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
adalah: Piutang Negara adalah jumlah
uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Adapun, pengertian piutang
Negara menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang
Negara: “Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara
atau badan-badan yang baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh
negara, berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun”.
Dalam peraturan lainnya,
pengertian Piutang Negara menurut Peraturan Pemerintah Nomor: 14 tahun 2005 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Negara/Daerah:
Piutang Negara adalah jumlah
uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat
yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang
sah.
Berdasarkan
beberapa pengertian tentang Piutang Negara di atas dapat disimpulkan bahwa
Piutang Negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada negara baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah sebagai akibat dari suatu perjanjian
yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lantas bagaimana
dengan Pengurusan Piutang Negara khusus? Piutang Negara yang diurus oleh Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN)/DJKN
sendiri merupakan piutang negara khusus. Menurut Arifin P.
Soeriaatmadja
(1993/1994) dalam Laporan Penelitian Aspek-Aspek Hukum dalam Penyelesaian Piutang-Piutang
Negara
bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Pokok-Pokok Kehakiman menyebutkan empat macam lembaga peradilan,
yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, dan Pengadilan
Tata Usaha Negara
181 dan PUPN
sebagai suatu lembaga peradilan semu di luar lembaga yang ditentukan
dalam Undang-Undang tersebut karena keperluan yang khusus.
PUPN
merupakan peradilan semu dalam rangka penyelamatan keuangan
negara. Keuangan negara dalam arti ekonomi makro,
yaitu keuangan negara secara keseluruhan dari segi hukum
perubahan hak perdata menjadi hak publik tadi juga sebenarnya bisa saja
terjadi, meskipun berarti ada penerobosan hukum dan pengabdian atas peraturan
hukum yang lain. Tapi kondisi ini bisa dibenarkan dengan suatu alasan kuat,
yaitu adanya permasalahan dan konteks perubahan ini dibuat Undang-Undang karena
kondisi khusus pada masa dalam keadaan belum stabil. Yang justru harus
dipikirkan adalah bagaimana pengaturan wewenang antara lembaga peradilan dan
PUPN itu sendiri, terutama sampai sebatas mana wewenang kedua belah pihak dapat
saling mencampuri dan menjaga wibawa lembaga yang diembannya. Namun
UU PUPN ini sudah berumur cukup tua sehingga sudah kurang sesuai dengan kondisi
sekarang, sudah layaknya jika diganti dengan yang baru. Sehingga pengurusan
piutang negara dan daerah bisa diupayakan dalam satu ketentuan yang mengatur
agar menjadi satu dalam kepengurusan. Dalam pengambilan kebijakan, keputusan,
produk hukum, pengurusan piutang Negara dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN), sementara dalam pelaksanaan teknis pengurusan piutang Negara
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Secara
organisasi bagi masyarakat awam (lama) lebih mengenal PUPN dibandingkan dengan
KPKNL, karena PUPN ada sejak jaman lahirnya UU PUPN.
Menurut Black’s
Law Dictionary 6th Edition halaman 500 adalah: "Due
Process of law implies the right of the person affected thereby to be present
before the tribunal which pronounces judgement upon the question of life,
liberty, or property, in its most comprehensive sense; to be heard, by
testimony or otherwise, and to have the right of controverting, by proof, every
material fact which bears on the question of right in the matter involved. If
any question of fact or liability be conclusively presumed against him, this is
not due process of law". Secara bebas,
pengertian due process of law tersebut di atas, bila dikaitkan
dengan pengurusan piutang negara, dapat diartikan sebagai
hak Penanggung Hutang untuk dipanggil dan didengar pendapatnya dan hak untuk
menunjukkan bukti-bukti yang terkait dengan keberadaan dan besaran hutangnya
kepada negara, serta cara-cara penyelesaian hutangnya tersebut.
Pengurusan Piutang Negara di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Republik
Indonesia dilakukan oleh seksi piutang negara, dimana setiap penyerahan Piutang
Negara yang dapat diproses dinamakan
Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dan setiap BKPN yang diurus oleh KPKNL
dikenakan Biaya Administrasi (Biad) Pengurusan Piutang Negara yang besarnya
ditetapkan oleh undang-undang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah
No.03 tahun 2018 tentang Tarif PNBP yang berlaku di lingkungan Kementerian
Keuangan dengan Pembebanan tarif Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara sebagai berikut:
a.
Penerimaan dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk
pelunasan hutang yang dilakukan sebelum Surat Penerimaan Pengurusan Piutang
Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 0% (nol persen) per Berkas Kasus
Piutang Negara;
b. Penerimaan dari Biaya Administrasi
Pengurusan Piutang Negara untuk pelunasan hutang yang dilakukan dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan
mulai tanggal Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan
sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang wajib dilunasi per Berkas Kasus
Piutang Negara;
c. Penerimaan
dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk pelunasan hutang yang
dilakukan dalam jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan sejak Surat
Penerimaan Pengurusan Piutang Negara diterbitkan ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi per Berkas Kasus
Piutang Negara;
d. Penerimaan
dari Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk penarikan Pengurusan
Piutang Negara ditetapkan sebesar 2,5% (dua
setengah persen) dari sisa hutang yang wajib diselesaikan per Berkas Kasus
Piutang Negara.
Adapun Penyerahan tersebut berasal dari Kementerian
dan atau Lembaga Pemerintah berupa piutang PNBP berdasarkan dengan amanat
Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara
dan Peraturan Menteri Keuangan No.240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang
Negara.
Sesuai dengan PMK No.69/PMK.06/2014 terkait dengan Penentuan
Kualitas Piutang dan Penyisihan Piutang Tak Tertagih pada K/L/BUN
disebutkan “Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada
Kementerian Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara dan/atau hak Kementerian
Negara/Lembaga atau Bendahara Umum Negara yang dapat dinilai dengan uang
sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah”. Jika
dilihat pada ketentuan ini, lingkup "piutang" itu sendiri ternyata
lebih luas lagi termasuk piutang pajak, piutang K/L, piutang bun, sehingga jika
aturan memungkinkan untuk itu maka merupakan potensi pengurusan piutang negara.
Untuk "piutang pajak pusat" secara lex spesialis sudah diatur dan ada
yang menangani, namun untuk "piutang pajak daerah" hingga saat ini
belum diatur secara khusus untuk penagihan, keberatan, dan banding. Sehingga
"paradigma piutang negara" bisa dimungkinkan termasuk di dalam nya
adalah piutang pajak daerah, piutang BUN, piutang K/L, jika di kemudian hari
aturan memungkinkan maka sekaligus merupakan pengurusan piutang negara/daerah
dalam satu tupoksi sehingga tidak terkotak-kotak dalam pengelolaannya.
Sehingga dengan demikian seluruh tagihan piutang untuk negara (state claim)
jika sudah nyata-nyata macet pengurusannya, sudah mandeg tidak bisa tertagih
maka hendaknya diserahkan pengurusannya kepada PUPN/KPKNL. Harus ada lompatan
baru, tidak sekedar menatausahakan dan mengurus saja namun harus dapat
mengelola secara profesional. Sehingga dengan demikian "pengelolaan
piutang negara" untuk kedepannya sama pentingnya atau sejajar
dengan pengelolaan hutang negara, atau pengelolaan aset negara. Secara
pengelolaan piutang negara, untuk kedepannya PUPN/KPKNL tidak hanya menjadi
pengurus piutang saja tapi bisa menjadi "regulator dan pembina" dalam
penagihan piutang negara pada institusi/ badan pemerintah.
Ditulis oleh: Alpha Akbar Radytia Jurusita Piutang Negara KPKNL Jakarta III
Mahasiswa Program Pasca
Sarjana yang sedang menulis tesis tentang Pengurusan Piutang Negara