Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Pantang Pulang Sebelum Sidang: Apakah Masih Relevan di Era New Normal?
Dimas Aulia Tanaya
Kamis, 03 September 2020   |   600 kali


            Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) yang saat ini melanda seluruh dunia pastinya adalah hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh siapapun. Risiko akan pandemi yang tidak pernah dimitigasi sebelumnya, sekarang menjadi pusat perhatian dan prioritas utama bagi setiap negara, khususnya Indonesia. Di awal Maret 2020, seluruh rakyat Indonesia dikejutkan atas adanya pemberitaan kasus pertama positif COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Sebagai langkah dini dalam rangka pencegahan penyebaran virus ini, Pemerintah mengambil kebijakan untuk menerapkan sistem bekerja dari rumah (work from home), baik bagi kalangan yang bekerja di pemerintahan maupun swasta. Kementerian Keuangan menindaklanjuti kebijakan tersebut dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-5/MK.1/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) Di Lingkungan Kementerian Keuangan.

        Pada pertengahan Maret 2020, Kementerian Keuangan, khususnya DJKN, mulai menerapkan pembatasan jumlah pegawai yang bekerja dari kantor (work from office) dengan memberlakukan sistem WFH bagi sebagian pegawai secara aplusan. Tidak hanya sekedar menerapkan kebijakan terkait pengaturan tempat di saat bekerja, Kemenkeu juga mengeluarkan panduan WFH bagi pegawai Kementerian Keuangan untuk memastikan pelaksanaan tugas dan fungsi serta layanan Kementerian Keuangan tetap berjalan secara efektif dan efisien dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan  Nomor 119/KMK.01/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Rencana Keberlangsungan Layanan (Business Continuity Plan) Terkait Dampak Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) Di Lingkungan Kementerian Keuangan. Namun bagi seorang penangan perkara seperti penulis, KMK tersebut belum dapat menjawab dilema yang kerap kali muncul di dunia penanganan perkara dalam menghadapi masa pandemi ini. Mengapa? Karena dari sekian banyak layanan utama dalam lampiran KMK tersebut, khususnya di lingkup DJKN, tidak ada satupun yang mengatur terkait panduan keberlangsungan layanan di bidang penanganan perkara.

        Satu demi satu pegawai yang berjuang di penanganan perkara mulai menampakkan kekhawatirannya setelah melihat banyak Pengadilan dengan jumlah kasus yang tinggi mulai kewalahan untuk menerapkan protokol kesehatan, ditambah lagi pemberitaan tentang hakim, panitera pengganti atau juru sita pengganti yang terkonfirmasi positif COVID-19 yang semakin meningkat. Mencoba mencari peruntungan dengan mengeskalasi permasalahan tersebut ke pimpinan, pimpinan dengan batasan kewenangan yang dia miliki hanya mampu memberikan arahan agar memilah-milah sidang untuk dihadiri berdasarkan urgensinya. Kenyataannya, arahan tersebut belum mampu menjawab kekhawatiran kami, mengingat banyaknya gugatan yang sedang berjalan ditambah gugatan-gugatan baru.

        Masih sangat jelas terbayang di ingatan penulis, ketika hari pertama harus kembali menghadiri sidang setelah cukup lama off karena terkonfirmasi positif COVID-19, setibanya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat terlihat kerumunan massa di pelataran parkir, dan ternyata sedang dilakukan penyemprotan disinfektan di dalam gedung Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Pelayanan baru dibuka setelah pukul 11.00 WIB dengan situasi antrean yang cukup panjang dan berdesakan untuk masuk ke area Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Situasi di dalam gedung tak kalah crowded bahkan terlihat lebih sumpek karena banyak orang yang tidak mendapatkan kursi dan terpaksa harus berdiri menunggu. Security pun mengarahkan bagi yang berdiri untuk menunggu di luar gedung (situasi sebenarnya bahkan security meminta sampai teriak-teriak karena banyak yang bersikeras untuk tetap berdiri menunggu di dalam gedung), dan karena sudah kelelahan berdiri terlalu lama, akhirnya banyak yang memutuskan ‘ngemper’ di area pintu masuk. Kalau sudah berada di situasi seperti ini, sulit sekali rasanya untuk tetap menjaga jarak (physical distancing). Lalu bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita memilih untuk menyerah, balik kanan lalu pulang? Beberapa rekan yang saya kenal bercerita bahwa mereka memilih untuk pulang ketika menghadapi situasi crowded di Pengadilan. Tapi mau sampai kapan? Apa menunggu sampai Pengadilan sepi? Jarang sekali ditemukan Pengadilan yang sepi akhir-akhir ini, sedangkan di sisi lain ada tugas penanganan perkara yang menanti untuk diselesaikan.

        Untuk menghadapi situasi di atas, daripada hanya sekedar mengeluh, penulis ingin memberikan beberapa tips yang dapat dilakukan dalam rangka mencegah penyebaran COVID-19 antara lain selalu menggunakan masker dan face shield dengan benar, selalu ingat untuk menjaga jarak dengan orang lain, menegur orang yang tidak bisa menjaga jarak dengan Anda (biasanya ada orang yang suka dorong-dorong dalam antrean), upayakan tidak terlalu lama menunggu dalam ruangan ber-AC (sebaiknya cari ruang terbuka untuk menunggu dalam jangka waktu yang cukup lama), sesering mungkin mencuci tangan apabila memungkinkan, membawa hand sanitizer, dan minimalisir menyentuh benda-benda di sekitar public area. Apabila harus kembali ke kantor, selalu bersih-bersih terlebih dahulu (bila kondisi toilet kantor memadai sebaiknya mandi), usahakan mengganti pakaian dan masker. Jangan lupa untuk selalu mandi dan bersih-bersih sesampai di rumah sebelum melakukan aktifitas apapun. Namun yang paling penting dan terutama adalah berdoa dan berserah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

        Pada akhirnya kembali ke pertanyaan dalam judul di atas, sebenarnya apakah masih relevan istilah ‘Pantang Pulang Sebelum Sidang’ di era New Normal ini? Mungkin, Anda lebih tahu jawabannya.

Penulis:  Ester Rini Kartika Simatupang

Keterangan foto: Situasi pelataran Pengadilan Negeri Jakarta Barat tanggal 25 Agustus 2020 seusai dilakukan penyemprotan


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini