Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
“Sales Means Auction, Auction Means E-Auction”, Mungkinkah Terwujud?
Setiarini
Rabu, 11 Maret 2020   |   1183 kali

Setiarini, KPKNL Jakarta II

 

Akhir-akhir ini marak kita jumpai penipuan melalui Whatsapp terkait pelaksanaan lelang BMN yang mengatasnamakan pegawai DJKN. Dilihat dari sudut pandang manapun, tindak penipuan semacam ini sudah pasti salah dan melanggar hukum. Tapi coba kita lihat dari sudut pandang lain. Dalam perspektif penulis yang terlalu positive thinking ini, bisa kita anggap bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai melek dengan kegiatan lelang yang merupakan salah satu tugas dan fungsi utama Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Bagaimana tidak, dulu sekali saat-saat awal saya bergabung dengan institusi tercinta ini, setiap kali menyebut kata ‘lelang’, yang tergambar dalam pikiran orang-orang pasti lelang terkait pengadaan barang dan jasa atau paling mendekati mereka akan bilang “Ooh, kerja di Pegadaian”. Aduh Gusti Allah, rasanya ingin bikin sosialisasi, jiwa korsa DJKN saya menggelora.

Kembali lagi ke topik penipuan yang sedang marak. Sudah menjadi tugas kita semua selaku punggawa DJKN untuk memitigasi terjadinya penipuan dengan memberikan klarifikasi seluas-luasnya, baik melalui situs resmi DJKN maupun akun media sosial resmi maupun akun media sosial pribadi. Kabar baiknya, fenomena maraknya penipuan ini juga dapat diartikan bahwa kegiatan lelang yang dilakukan DJKN sudah bukan hal yang asing di masyarakat. Big applause untuk rekan-rekan Direktorat Lelang, Direktorat Hukum dan Humas, serta seluruh insan lelang KPKNL di seluruh Indonesia. Namun harus kita akui juga, masih ada banyak sekali PR yang harus kita selesaikan dalam penyempurnaan layanan lelang.

Jargon “Sales means auction, auction means e-Auction” yang dicetuskan oleh Direktorat Lelang mengandung makna bahwa jual beli melalui lelang menawarkan banyak keunggulan dari jual beli biasa. Jargon ini juga mengandung cita-cita luhur agar kegiatan lelang DJKN, terutama melalui e-Auction, dapat disejajarkan dalam transaksi jual beli biasa dalam masyarakat. Sederhananya, terdapat harapan agar suatu saat e-Auction bisa memiliki same level of playing field dengan situs-situs belanja online lainnya. Jadi ingat lirik lagunya Iwan Fals, “Jalan masih teramat jauh, mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh..”

Cita-cita yang luhur ini bukanlah sebuah hal yang mustahil. Bila melihat perkembangan kegiatan lelang sampai dengan saat ini, saya cukup optimis jargon ini suatu saat tidak hanya sekedar menjadi jargon pemanis saja. Tapi untuk kondisi saat ini, masih agak sulit diwujudkan. Masyarakat umum masih akan berfikir seribu kali untuk memilih lelang sebagai salah satu opsi jual beli mereka, baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Kenapa?

Mari kita lihat dulu dari perspektif penjual. Pertama, memasarkan barang melalui lelang tidak semudah memasarkan barang melalui marketplace. Terdapat banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak penjual apabila ingin memasarkan barangnya melalui lelang. Ya, hal ini memang bertujuan untuk memenuhi prinsip kehati-hatian. Menjamin agar barang yang dijual melalui lelang sudah sah dan aman, baik secara fisik maupun legalitas dokumen. Namun tidak bisa kita pungkiri, hal ini juga menjadi salah satu faktor kurang memasyarakatnya e-Auction sebagai salah satu opsi dalam penjualan barang.

Kedua, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, terdapat kewajiban bagi penjual untuk melakukan pengumuman di surat kabar apabila objek lelang memiliki limit di atas Rp50 juta. Misalnya anda mau menjual mobil bekas dengan nilai limit Rp51 juta, maka anda harus terlebih dahulu harus mengeluarkan biaya untuk membuat pengumuman di surat kabar harian. Pun jika anda mengajukan permohonan untuk menggunakan E-Auction, kewajiban mengumumkan di surat kabar juga tidak gugur, karena mengunggah data di E-Auction tidak bisa dianggap sebagai pengumuman lelang yang sah (Pasal 7 PMK 90/PMK.06/2016). 

Itu dari sisi penjual, sekarang kita lihat dari sisi pembeli. Pertama, keberagaman barang yang dijual di E-auction sudah pasti tidak sebanyak marketplace. Ya kembali lagi, kalau cita-cita luhur jargon Sales Means Auction sudah tercapai mungkin keberagaman barangnya bisa bertambah, tapi sampai dengan saat ini objek lelang bergerak yang dijual masih didominasi BMN berupa peralatan inventaris kantor dengan kondisi rusak berat. Ya ini tidak salah, cuma kadang-kadang saya juga berkhayal kalau sedang ingin beli Coffee Grinder atau biji kopi arabica Papua Wamena misalnya, saya cukup buka portal lelang.go.id, tidak perlu buka situs marketplace.

Kedua, masih dari sisi pembeli, adalah dari proses pembayaran setelah kita ditetapkan sebagai pemenang lelang. Sampai dengan saat ini belum tersedia opsi pembayaran secara kredit, barang harus segera dilunasi dalam tempo maksimal 5 hari kerja sejak pelaksanaan lelang. Cash and carry. Jadi sobat missqueen harap menyingkir. Sampai dengan saat ini, belum ada kerja sama antara DJKN dengan pihak perbankan terkait pembiayaan lelang secara kredit. Padahal sebenarnya opsi pembiayaan perbankan secara kredit ini mampu meningkatkan potensi lelang laku, terutama dalam lelang eksekusi perbankan berupa Hak Tanggungan. Bagaimana? Sudah cukup kental ya aura sobat missqueen si penulis? Mampunya bayar kredit alias nyicil.

Ketiga, informasi dan deskripsi objek lelang pada portal lelang yang kurang informatif. Kondisi ini membuat banyak calon pembeli tidak mendapatkan keterangan yang dapat membantu mengenali obyek lelang secara detail. Jangankan untuk objek lelang berupa tanah atau bangunan, bahkan untuk objek lelang bergerak saja sebagian besar deskripsinya hanya ditulis “Obyek dilelang dalam kondisi apa adanya (as is) dengan segala cacat/resiko/kekurangan fisik dan non fisik dan kewajiban yang timbul dari transaksi lelang”. Bahkan terkadang, foto yang diunggah hanya berupa foto hitam putih. Ya memang ada proses Aanwidzing Lelang, tapi akan lebih baik apabila informasi yang tertera dalam portal lelang lebih lengkap agar dapat memberikan  keyakinan pada calon pembeli lelang atas obyek yang diminati.

Mengutip kalimat Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, “Maju sedikit-sedikit, jangan patah semangat. Konsisten dan persisten dalam melakukan perbaikan sistem lelang”. Bila hal ini benar-benar dijalankan, bukan tidak mungkin jargon “Sales means auction, auction means e-Auction” tidak lagi sekedar menjadi jargon, namun benar-benar dapat terwujud  di masa mendatang.

112 Tahun Lelang Indonesia, wujud nyata kontribusi kita pada negeri tercinta.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini