Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Reputasi Kantor Pelayanan DJKN: Urgensi Dan Mitigasi
Hadyan Iman Prasetya
Rabu, 10 Agustus 2022   |   562 kali

Berbagai pernyataan masyarakat terhadap kinerja organisasi publik atau pemerintahan masih banyak dijumpai sebagai penilaian yang berkonotasi negatif. Beberapa kritik tersebut adalah berkaitan dengan para birokrat yang malas dan dianggap tidak memiliki penjiwaan dalam bekerja atau kritik tersebut menyasar pada struktur organisasi publik yang dianggap terlalu besar, lamban, percuma, tidak dapat diandalkan, tidak transparan, serta tidak efisien.[1] Namun pada sisi yang lain, organisasi sektor publik mulai menyadari bahwa reputasi organisasi adalah sesuatu yang penting, kesadaran ini terkait dengan anggapan bahwa reputasi yang baik menjadi modal yang berkontribusi pada pengurangan biaya transaksi, rekrutmen yang lebih mudah, dan menambah loyalitas pekerja dan legitimasi dari organisasi publik itu sendiri.[2]

Keadaan sebagaimana dilukiskan pada paragraf sebelumnya menjadi bukti bahwa reputasi terhadap organisasi pemerintahan telah menjadi perhatian dalam skala global. Oleh karena itu, hendaknya keadaan ini juga menjadi perhatian Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai unit Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang menyelenggarakan pelayanan publik dalam bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Secara paralel, dapat diasumsikan bahwa jika pelayanan publik yang diselenggarakan oleh KPKNL dapat terselenggara dengan baik dan memenuhi ekspektasi masyarakat, maka pada gilirannya akan terbangun reputasi organisasi yang baik bagi KPKNL, begitu seterusnya hingga reputasi yang baik itu juga akan tersematkan kepada DJKN.

Berkaitan dengan hal di atas, tulisan ini akan menggambarkan 2 (dua) hal terkait reputasi organisasi KPKNL selaku kantor pelayanan DJKN. Pertama, seberapa penting bagi KPKNL atau DJKN untuk membangun dan kemudian memelihara reputasi organisasi yang baik. Kedua, bagaimana langkah-langkah mitigasi dalam rangka memelihara dan mempertahankan reputasi organisasi yang baik yang dapat disarankan untuk dilakukan oleh KPKNL atau DJKN.

Reputasi Kantor Layanan DJKN: Apa Pentingnya?

Pemahaman mengenai reputasi memiliki cakupan yang sangat luas dan pada setiap aspeknya menunjukkan bahwa reputasi adalah sesuatu yang penting dan berharga. Sebagai contoh, dalam ranah hukum, reputasi seseorang atau organisasi sangat erat kaitannya dengan penghinaan atau defamation.[3] Dalam konteks ini, reputasi dimaknai dalam 3 (tiga) konsep yang berbeda yaitu reputation as property, reputation as honor, dan reputation as dignity.[4] Terkait reputasi sebagaimana dikontruksikan dalam konsep reputation as property diyakini bahwa memiliki relevansi yang semakin kuat di tengah perkembangan teknologi yang menjadikan kegiatan ekonomi berkait erat dengan dunia virtual.[5]

Selain dalam aspek hukum, konsep reputasi juga menjadi perhatian dalam bidang ekonomi. Seorang ahli dalam bidang studi reputasim Charles Fombrun berpendapat bahwa reputasi sebagai aset yang tidak berwujud sangatlah relevan dengan dunia korporasi, namun demikian pimpinan korporasi sering abai untuk mengembangkan reputasi dan aset tak berwujud lainnya, padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap keuntungan ekonomis.[6] Pendapat lain menyatakan bahwa reputasi adalah salah satu unsur yang membentuk goodwill sebuah korporasi, di mana goodwill sendiri juga merupakan aset tak berwujud yang memiliki nilai.[7] Meskipun reputasi diyakini sebagai aset tidak berwujud yang memiliki nilai, namun senyatanya dengan banyaknya definisi tentang reputasi mengakibatkan banyaknya pula metode dan skala yang digunakan untuk mengukurnya. Sebagai contoh, pada tahun 1950-an reputasi diukur dari persepsi konsumen, sedangkan pada tahun 1970-an stakeholders internal mulai dilibatkan dalam pengukuran reputasi organisasi.[8] Metode yang terakhir disebutkan ini nampaknya juga digunakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian pengelolaan risiko reputasi di organisasinya.[9]

Setelah mendapat cukup gambaran mengenai arti penting reputasi secara umum, lantas bagaimanakah arti penting reputasi itu diterjemahkan ke dalam lingkup kantor layanan DJKN atau KPKNL. Dalam menjawab ini, Penulis akan mengetengahkan sebuah contoh yang relevan dan secara empiris dihadapi oleh KPKNL, yaitu dalam pembangunan Zona Integritas Wilayah Birokrasi Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 90 Tahun 2021 tentang Pembangunan dan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Instansi Pemerintah (Permenpan 90/2021), pada aspek Komponen Hasil fokus pelaksanaan reformasi birokrasi tertuju pada 2 (dua) sasaran utama yaitu Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel dan Kualitas Pelayanan Publik yang Prima. Kedua komponen tersebut diukur melalui persepsi stakeholders, Nilai Persepsi Korupsi untuk komponen pertama dan Nilai Persepsi kualitas pelayanan untuk komponen kedua, yang kedua nilai komponen tersebut dihasilkan dari survei eksternal.

Sebagaimana telah dipahami bahwa reputasi merupakan perihal yang terkait dengan persepsi[10] stakeholders terhadap kemampuan organisasi untuk men-deliver sebuah keluaran.[11] Dengan demikian, keberhasilan pembangunan Zona Integritas pada KPKNL yang merupakan kantor pelayanan DJKN yang salah satunya diukur dari nilai persepsi korupsi dan persepsi kualitas layanan sangatlah berkait dengan reputasi KPKNL dalam memberikan layanan kepada stakeholders. Pada ilustasi contoh ini kita dapat menemukan relevansi dari pembahasan arti penting mengenai reputasi organisasi bagi KPKNL sebagai kantor pelayanan DJKN.

Contoh lainnya adalah terkait dengan lembaga lelang sebagai salah satu mekanisme jual-beli barang. Lelang sebagaimana diketahui bersama memiliki fungsi budgeter yang dapat menyumbang penerimaan negara. Tentunya fungsi budgeter ini akan tercapai dengan baik apabila warga masyarakat memilih lelang sebagai sarana melakukan jual beli dan tidak dapat dihindarkan bahwa kepercayaan masyarakat dalam memilih lelang sebagai sarana jual beli pastilah terkait dengan reputasi lelang yang memberikan keamanan dan kepastian hukum. Dengan demikian dapatlah dibayangkan, apabila reputasi lelang buruk di mata masyarakat maka akan berdampak pada rendahnya minat masyarakat untuk mengikuti lelang dan pada gilirannya fungsi budgeter dari lelang akan sulit dicapai dengan baik.

Mitigasi Isu-Isu Terkait Reputasi Kantor Layanan DJKN

Pada bagian ini, Penulis mengetengahkan isu-isu terkait reputasi KPKNL yang bersumber dari eksternal. Selanjutnya pada isu tersebut, Penulis menawarkan langkah yang dapat disarankan untuk memitigasi isu-isu tersebut dapat berdampak pada reputasi kantor layanan DJKN (KPKNL).

Pertama, isu yang berasal dari eksternal. Salah satu tantangan eksternal terbesar terhadap reputasi KPKNL adalah berasal dari kemajuan teknologi. Saat ini masyarakat dengan bebas mengakses berbagai laman dan meninggalkan komentar di dalamnya. Sebagai ilustrasi, setiap orang dapat dengan mudah meninggalkan komentar dan memberikan ulasan pada Google Reviews[12], tidak terkecuali memberikan ulasan bagi KPKNL. Dapat dibayangkan jika akibat tidak puas terhadap layanan yang diberikan oleh KPKNL seorang atau bahkan banyak stakeholders meninggalkan ulasan negatif bagi KPKNL. Pastinya hal ini akan berdampak buruk bagi reputasi KPKNL, sehingga patut menjadi perhatian KPKNL. Dalam hal ini tentu KPKNL dapat memitigasi dengan terus berupaya meningkatkan kualitas layanan dan profesionalisme pegawai sehingga tidak muncul kekecewaan dari stakeholders.

Selain ulasan yang benar-benar berasal dari pengalaman stakeholders tidak tertutup kemungkinan juga bahwa ulasan tersebut adalah ulasan yang tidak berdasar dan hanya diberikan untuk memberikan citra negatif bagi KPKNL. Sebagai contoh, pada tahun 2017 Federal Communications Commission (FCC) Amerika Serikat menerima 80 persen dari 22 juta komentar palsu[13] terkait kebijakan Net Neutrality yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak kejaksaan[14]. Komentar-komentar palsu ini muncul pada saat FCC memberikan ruang kepada masyarakat untuk memberikan komentar terhadap sebuah kebijakan yang akan diambil oleh FCC yang dinamakan dengan notice-and-comment rulemaking.[15] Contoh selanjutnya, pada tahun 2017 seorang bernama Oobah Butler membuat sebuah restoran fiktif dan meninggalkan komentar-komentar serta ulasan positif pada TripAdvisor sehingga restoran fiktifnya itu menduduki ranking atas restoran dengan ulasan yang baik.[16]

Meskipun dua kasus di atas sangat bertolak belakang, namun satu hal yang patut diperhatikan bahwa saat ini komentar-komentar palsu seperti di atas dapat terjadi tidak terkecuali kepada KPKNL. Pada contoh kasus yang pertama, komentar buruk untuk memberikan citra negatif bagi sebuah organisasi publik disinyalir memberikan dampak signifikan bagi reputasi organisasi itu sendiri, diantaranya adalah distraksi, inefisiensi, dan kehilangan kepercayaan publik.[17] Sedangkan untuk kasus kedua, apabila pembangunan citra positif dilakukan dengan penuh kepalsuan juga akan mencerminkan ketidakjujuran dan kurangnya integritas dari pihak internal. Keduanya adalah hal yang sama-sama buruk.

Namun demikian, terdapat satu hal yang perlu diperhatikan bersama, terkait karakterisitik KPKNL sebagai kantor penyelenggara lelang. Tidak jarang komentar-komentar buruk yang mempengaruhi reputasi KPKNL muncul dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dari pelaksanaan lelang, seperti debitur pihak perbankan yang agunannnya dimohonkan oleh pihak perbankan. Dalam kasus seperti ini, tentu KPKNL tidak dapat membatasi hak pihak yang merasa dirugikan untuk menyatakan pendapatnya, namun demikian KPKNL dapat memitigasi kasus-kasus komentar palsu ini dengan melakukan kontra narasi. Kontra narasi atau counternarratives yang kredibel[18] yang disampaikan oleh KPKNL dapat menjadi upaya untuk tetap menjaga reputasi organisasi yang sudah terbangun. KPKNL dapat menyampaikan narasi-narasi guna menerangkan bahwa lelang yang dilakukan oleh KPKNL telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke lembaga peradilan dan narasi-narasi lainnya yang dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk menilai informasi secara objektif.

Penutup

Tulisan singkat ini menggarisbawahi bahwa reputasi organisasi bagi KPKNL sebagai kantor pelayanan DJKN memiliki arti yang penting, setidaknya dalam rangka pembangunan ZI-WBK&WBBM atau untuk mendukung terwujudnya fungsi budgeter lelang dengan baik. Selanjutnya, tulisan ini juga memberikan perhatian bahwa perkembangan teknologi saat ini dapat memunculkan isu-isu yang patut dimitigasi oleh KPKNL karena secara potensial dapat berdampak negatif terhadap reputasi KPKNL. Meskipun tulisan ini hanya mentengahkan isu yang berasal dari eksternal KPKNL, namun bukan berarti Penulis tidak menyadari bahwa terdapat isu yang muncul secara internal. Hal ini Penulis lakukan karena isu yang muncul secara internal telah disadari dan dimitigasi oleh organisasi DJKN secara tersendiri.[19] Pada akhirnya, KPKNL sebagai kantor layanan DJKN harus selalu berusaha meningkatkan kualitas layanan sebagai upaya utama dalam membangun dan memelihara reputasi positif organisasi dan selalu menghindarkan KPKNL dari narasi-narasi atau ulasan-ulasan negatif, karena ulasan negatif yang diberikan seseorang terhadap suatu organisasi atau sebuah produk lebih mudah dibenarkan oleh orang lain.[20]

 

Penulis: Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)



[1] Arild Waeraas dan Haldor Byrkjeflot, 2012, Public Sector Organizations and Reputation Management, 15 (2) International Public Mangement Journal 186.

[2] Vilma Luoma-aho, 2007, Neutral Reputation and Public Sector Organizations, 10 (2) Corporate Reputation Review 124.

[4] Robert C. Post, 1986, The Social Foundation of Defamation Law: Reputation and the Constitution, 74 California Law Review 691.

[5] Joseph Blocher, 2009, Reputation as Property in Virtual Economies, 118 YALE L.J. POCKET PART 120

[6] Charles Fombrun dalam Alessandro Gandini, 2016, The Reputation Economy, London: Palgrave Macmillan, hal. 28-29

[7] Gvantsa Gugeshashvill, 2009, IS Goodwill Synonymous with Reputation, 126 Juridica International XVI, diunduh dari https://www.juridicainternational.eu/public/pdf/ji_2009_XVI_126.pdf

[8] Banu Baybars-Hawks dan Orhan Samast (ed.), 2013, New Challenges, New Opportunities: Interdisciplinary Perspectives on Reputation Management, Turki: Reputation Management Institute, hal. 30.

[10] Robert G. Eccles et.al, 2007, Reputation and Its Risks, diakses melalui https://hbr.org/2007/02/reputation-and-its-risks

[11] Rindova & Fombrun dalam Violina P. Rindova et.al., 2010, Reputation as an Intangible Asset: Refelctions on Theory and Methods in Two Empirical Studies of Business School Reputations, 610 Journal of Management 610.

[15] Steven J. Balla et.al., 2022, Responding to Mass, Computer Generated, and Malattributed Comments, 95 Administrative Law Review 74.

[17] Michael Herz, 2020, Malattributed Comments in Agency Rulemaking, 42 Cardozo Law Review 1.

[18] Emily Kadens, 2019, The Dark Side of Reputation, 40 Cardozo Law Review 1995.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini