Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Kuriositas Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Hadyan Iman Prasetya
Senin, 20 Juni 2022   |   833 kali

Hingga saat ini mungkin masih jamak didengar adanya persepsi negatif terhadap organisasi publik secara umum, dan khususnya berkaitan dengan pelayanan publik yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Berbagai anggapan maupun temuan negatif yang diasosiasikan dengan organisasi publik dilukiskan dalam sebuah konsep Patologi Birokrasi. Salah satu pendapat mengkategorikan patologi birokrasi ke dalam 5 (lima) kelompok, yaitu patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial, patologi yang disebabkan karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan dan ketrampilan para petugas kegiatan operasional, patologi yang timbul karena pelanggaran norma-nomra hukum, patologi yang termanifestasikan dalam perilaku disfungsional, dan patologi akibat situasi internal organisasi.[1]

Jika menilik pendapat di atas, ditemukan salah satu diagnosa dari timbulnya patologi birokrasi adalah dikarenakan kurang kompetennya SDM birokrasi. Apabila dicermati lebih lanjut, hal ini tentu mencakup pada kualitas SDM pelayanan publik yang melaksanakan roda birokrasi sehari-hari. Hal juga sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa kesuksesan sebuah birokrasi dalam memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat haruslah ditunjang oleh beberapa faktor, yaitu pola organisasi publik, institusi yang bersih dan bebas dari KKN, serta kualitas SDM.[2]

Berbagai pendapat di atas kiranya dapat menjadi pemicu untuk merefleksikan kualitas SDM di setiap Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sebagai penyelenggara pelayanan publik di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilaian, piiutang negara, dan lelang. Tentu tulisan ini tidak berangkat dari asumsi bahwa kualitas SDM yang dimiliki oleh KPKNL saat ini berkualitas rendah, namun tulisan ini dimaksudkan untuk menjadi renungan bagi insan-insan KPKNL c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) bahwa masih terdapat upaya dan ruang peningkatan kualitas SDM, mengingat pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi saat ini tidak terlepas dari kondisi yang serba volatile, uncertain, complex, dan ambiguous.[3]

Sesuai dengan tujuan tersebut, tulisan ini akan mengetengahkan sebuah nilai yang dianggap mampu meningkatkan kualitas SDM dalam organisasi publik, yang pada gilirannya peningkatan kualitas SDM tersebut diharapkan juga akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat. Selanjutnya, mengingat bahwa KPKNL c.q. DJKN merupakan salah satu unit organisasi di lingkup Kementerian Keuangan, tulisan ini juga akan menjelaskan secara singkat bahwa telah terdapat berbagai modal yang dapat diaktualisasikan guna tercapainya kualitas SDM pelayan publik di lingkungan KPKNL.

Kuriositas dalam Pelayanan Publik

Salah satu faktor yang dianggap mampu untuk meningkatkan kualitas SDM pelayan publik adalah kuriositas atau keingintahuan.[4] Kuriositas dianggap sebagai salah satu dari 3 (tiga) prinsip untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik, ketiga prinsip tersebut adalah empati, kuriositas dan keterbukaan.[5] Mendukung pendapat tersebut, sebuah studi mengungkap bahwa kuriositas memberi manfaat luas baik bagi organisasi, pemimpinnya, maupun pegawainya, diantara manfaat tersebut adalah menghindarkan adanya bias dalam pengambilan keputusan, memperbanyak inovasi dan perubahan positif dalam pekerjaan, mengurangi konflik dalam sebuah grup, serta komunikasi yang lebih terbuka dan kinerja lebih baik.[6]

Dalam konteks adminitrasi publik yang sangat berkelindan dengan birokrasi serta pelayanan publik, kuriositas dianggap merupakan sebuah doktrin baru dalam studi administrasi publik. Sebuah pendapat menyatakan bahwa, kuriositas administrasi publik merupakan doktrin baru yang kontras dengan doktrin New Public Management (NPM). Pendapat ini menyatakan bahwa jika NPM berfokus pada output maka seharusnya administrasi publik berfokus pada outcome, dan kuriositas administrasi publik fokus pada hal ini. Kemudian pendapat ini menjelaskan bahwa kuriositas administrasi publik akan membawa manfaat bagi organisasi publik pada tiga hal, yaitu memperkuat partisipasi publik, mendemonstrasikan empati pada setiap level jabatan organisasi, dan mampu membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah atau birokrasi.[7]

The Network of Schools of Public Affairs, Policy, and Administration (NASPAA) merumuskan 5 (lima) kompetensi yang harus diajarkan dalam program terkait urusan adminitsrasi publik. Kelima kompetensi dimaksud dirumuskan sebagai berikut:

       1.    Memimpin dan mengelola organisasi tata kelola publik;

       2.    Berpartisipasi dan berkontribusi di dalam proses perumusan kebijakan;

       3.    Menganalisas, mensitesis, berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan;

       4.    Mengartikulasikan dan mengaplikasikan kebijakan dalam perspektif pelayanan publik;

       5.    Berkomunikasi dan berinteraksi secara produktif dengan masyarakat dan tenaga kerja yang beragam dan berubah.[8]

Kuriositas dianggap sebagai konsep pemersatu yang dapat membantu penyelenggara program pendidikan dalam mengajarkan kelima kompetensi tersebut dalam proses pendidikan. Sebagai contoh, dengan rasa keingintahuan yang tinggi, administrasi publik dapat mempertanyakan berbagai hal terkait proses pengambilan keputusan, secara kritis mengeksaminasi penerapan kebijakan, hingga mengembangkan apresiasi bagi pelayan publik[9].

Kelima kompetensi di atas, tentunya merupakan kompetensi yang terbagi dalam beberapa jenjang otoritas, tidak semua anggota birokrasi memiliki otoritas untuk merumuskan kebijakan, begitu juga tidak semua anggota birokrasi berperan sebagai pelayan publik yang secara langsung berinteraksi dengan masyarakat pengguna layanan. Oleh karenanya perlu juga dipahami bahwa menerjemahkan konsep kuriositas dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat disesuaikan dengan masing-masing kewenangan yang dimiliki oleh anggota birokrasi, meskipun, sebagaimana disampaikan sebelumnya, penerapan kuriositas pada akhirnya adalah bertujuan untuk meningkatkan kompetensi seluruh SDM yang ada di birokrasi.

Modal Kementerian Keuangan

Sebagai sebuah gagasan awal, Penulis berpendapat bahwa sebenarnya KPKNL c.q. DJKN sebagai bagian dari Kementerian Keuangan telah memiliki beberapa modal untuk memicu timbulnya kuriositas bagi SDM pelayanan publik di organisasinya. Modal dimaksud adalah terkait dengan telah adanya Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan penetapan Kementerian Keuangan sebagai learning organization.

Nilai-nilai Kementerian Keuangan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai Kementerian Keuangan telah sejalan dengan makna kuriositas yang dimaksud dalam tulisan ini. Nilai Profesionalisme yang mengandung makna perilaku utama memiliki keahlian dan pengetahuan yang luas sejalan dengan makna kuriositas dimana setiap SDM Kementerian Keuangan harus memupuk rasa ingin tahu terhadap berbagai ilmu dan pengetahuan yang baru yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik. Nilai Sinergi yang mengandung makna perilaku utama menemukan dan melaksanakan solusi terbaik dapat dimaknai sebagai kuriositas untuk selalu menemukan solusi dalam setiap permasalahan yang dihadapi meskipun mungkin solusi tersebut tidak secara eksplisit digariskan oleh organisasi.

Selanjutnya, nilai Pelayanan di mana mengandung makna perilaku utama bersikap proaktif dan cepat tanggap juga telah sesuai dengan makna kuriositas sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini. Setiap pegawai Kementerian Keuangan yang tidak memiliki rasa ingin tahu atau kuriositas tentu sulit untuk bersikap proaktif, sebaliknya mereka akan bersikap acuh tak acuh dan pasif terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Terakhir, nilai Kesempurnaan yang perilaku utamanya adalah melakukan perbaikan terus menerus dan mengembangkan inovasi dan kreativitas adalah salah satu nilai Kementerian Keuangan yang paling sesuai dengan kuriositas. Rasa ingin tahu pegawai Kementerian Keuangan tentunya haruslah disalurkan guna upaya perbaikan kualitas pelayanan publik melalui pelembagaan berbagai inovasi sebagai hasilnya.

Modal lainnya yang dimiliki oleh Kementerian Keuangan dalam kaitannya untuk memicu adanya kuriositas SDM adalah penetapan Kementerian Keuangan sebagai organisasi pembelajar melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 283/KMK.011/2021. Kuriositas setiap anggota organisasi dari sebuah organisasi pembelajar tentu akan menjadi prasyarat utama guna mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Dalam konteks peningkatan kualitas pelayanan publik, proses pembelajaran sebagai elaborasi konsep organisasi pembelajar dapat diarahkan pada keluaran-keluaran yang dapat mendukung upaya peningkatan kuaitas pelayanan publik, tentunya dengan menginkorporasikan kuriositas dalam tahapan pembelajarannya. Dengan demikian konsep kuriositas dan organisasi pembelajar adalah dua konsep yang bersifat komplementer.

Penutup

Sebagaimana dijabarkan dalam tulisan singkat ini, konsep kuriositas atau rasa ingin tahu adalah hal penting bagi sebuah organisasi untuk meningkatkan kompetensi SDM-nya. Dalam konteks organisasi publik yang menyelenggarakan pelayanan publik seperti KPKNL, rasa ingin tahu bagi pegawai seyogyanya dipupuk dan dipraktikkan dengan harapan dapat menghasilkan keluaran yang berdampak positif dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan publik di bidang pengelolaan kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Upaya memupuk dan menginternalisasikan kuriositas bagi insan KPKNL, menurut Penulis, seharusnya dapat lebih mudah terwujud karena telah terdapat modal yang dimiliki oleh organisasi KPKNL, yaitu Nilai-nilai Kementerian Keuangan dan penetapan Kementerian Keuangan sebagai organisasi pembelajar, yang keduanya telah sejalan dan bersifat komplementer dengan konsep kuriositas sebagaimana dimaksud dalam tulisan ini.

Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)


[1] Siti Patimah Junus, 2002, Masalah Patologi Birokrasi (Hypocracy) dan Terapinya, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Nomor 2 Tahun XXXII April-Juni 2002, hal. 145-146.

[2] Lesmana Rian Andhika, 2017, Pathology Bureaucracy: reality of the Indonesian Bureaucracy and Prevention, Jurnal Bina Praja 9 (1) 2017, hal. 101.

[3] Erwan Agus Purwanto, 2019, Kebijakan Publik yang Agile dan Inovatif dalam Memanangkan Persaingan di Era VUCA (volatile, uncertain, complex, and ambiguous), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar FISIPOL UGM.

[5] Matthew Hancock, 2015, Empathy, curiosity, and openness, diakses dari https://civilservice.blog.gov.uk/2015/10/27/empathy-curiosity-and-openness/

[6] Fransesca Gino, 2018, The Business Case for Curiosity, diakses dari https://hbr.org/2018/09/the-business-case-for-curiosity

[7] William Hatcher, 2019, The Curious Public Administrator: The New Administrative Doctrine, Public Integrity 21, 225-228. DOI: 10.1080/10999922.2018.1564002

[8] William Hatcher, 2019, Teaching curiosity in public affairs programs, Teaching Public Administration Vol. 37 (3) 2019. https://doi.org/10.1177/0144739419858702

[9] Ibid.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini