Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Kepeloporan Dalam Pembangunan Zona Integritas
Hadyan Iman Prasetya
Kamis, 14 April 2022   |   1936 kali

Zona Integritas (ZI) yang secara berjenjang meliputi Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) merupakan predikat yang diidamkan oleh hampir setiap instansi pemerintah. Predikat ZI diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) kepada setiap instansi pemerintah yang mampu memenuhi komponen-komponen pembangunannya. Komponen-komponen dimaksud, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menpan-RB Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Pembangunan Dan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Instansi Pemerintah (Permenpan-RB 90/2021), adalah mencakup komponen pengungkit dan komponen hasil.

Komponen pengungkit meliputi aspek pemenuhan dan aspek reform terdiri dari 6 (enam) area perubahan yaitu penerapan Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit. Sedangkan komponen hasil teruju pada 2 (dua) sasaran utama yaitu (1) Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel dan (2) Kualitas Pelayanan Publik yang prima.

Kementerian Keuangan telah melakukan upaya pembangunan ZI di setiap unit kerjanya, adapun pencapaian pembangunan ZI pada lingkungan Kementerian Keuangan terus menunjukkan hasil yang menggemberikan. Sebagai informasi, dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir, jumlah unit kerja Kementerian Keuangan yang berhasil mendapatkan predikat ZI, baik WBK maupun WBBM, adalah, secara berturut-turut, sebanyak 155 unit kerja pada tahun 2019, 214 unit kerja pada tahun 2020[1], dan pada tahun 2021 Kementerian Keuangan meraih capaian tertinggi dalam Pembangunan ZI Tingkat Nasional dengan 164 unit kerja.[2]

Tulisan singkat ini mengetengahkan bahwa terdapat sebuh unsur vital yang berperan dalam pembangunan Zona Integritas, yaitu kepeloporan. Oleh karenanya, tulisan ini hendak menjelaskan bahwa kepeloporan merupakan sesuatu yang inheren dan tidak terpisahkan dari asal-usul teoritis Zona Integritas. Kemudian tulisan ini juga akan membahas mengenai arti penting kepeloporan sebagai salah satu hal penting dalam pemberantasan korupsi sebagai tujuan yang hendak dicapai dari pembangunan Zona Integritas.

Kepeloporan sebagai Unsur Pembangunan Zona Integritas

Dalam Permenpan-RB 90/2021 secara jelas disebutkan bahwa pembangunan ZI terinspirasi dari konsep “island of integrity” yang dijelaskan sebagai suatu kondisi dimana unit kerja instansi pemerintah yang “imun” dan mampu memberikan tata kelola yang terbaik meskipun instansi pemerintah disekitarnya didominasi oleh manajemen dan tata kelola yang buruk[3]. Selanjutnya, dalam Permenpan-RB tersebut diebutkan pula bahwa dalam literatur administrasi publik, “island of integrity” juga diberi istilah yang berbeda seperti “islands of excellence” (Therkildsen 2008),“islands of effectiveness” (Crook 2012)”, “pockets of effectiveness” (Leonard 2008; Roll 2011a) dan “pockets of efficiency” (Geddes 1994)[4].

Konsep sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan adanya kondisi di mana instansi pemerintah mampu menunjukkan kinerja integritas yang baik di tengah-tengah kondisi tata kelola pemerintahan yang buruk[5]. Konsep islands of integrity atau istilah yang dipersamakan dengannya mencakup beberapa kondisi seperti reformasi sektor publik yang well-performed, institusi atau organisasi yang efektif, dan individu pemimpin yang mendorong dan mengimplementasikan kebijakan yang progresif secara impresif[6].

Konsep islands of integrity memiliki beberapa karakteristik, yaitu instansi tersebut secara mandiri berbeda dengan instansi lainnya di sebuah negara yang sama di mana instansi tersebut bersifat bebas korupsi dan efektif di tengah kondisi nasional yang disfungsional dan korup. Karakteristik selanjutnya adalah instansi tersebut tidak memiliki fokus utama pada tugas, fungsi, dan kewenangan pemberantasan korupsi. Terakhir, karakteristik islands of integrity adalah instansi tersebut mampu memenuhi mandat terbebas dari korupsi atau setidaknya memiliki tingkat korupsi yang lebih rendah disbanding institusi publik lainnya dalam konteks yang sama[7].

Meskipun di dalam Permenpan-RB 90/2021 telah diatur mengenai pembangunan ZI bagi instansi pemerintah di Indonesia, namun dapat dilihat penjelasan teoritis lainnya sebagai sebuah rujukan teoritis. Beberapa penjelasan menunjukkan mengenai faktor-faktor yang menentukan islands of execellence dapat berjalan dengan baik. Pertama, bahwa kepemimpinan dan kompetensi manajerial adalah faktor yang menentukan. Kedua, rekrutmen, promosi, dan penurunan peringkat staf dilakukan berdasarkan merit system[8].

Beberapa penjelasan di atas menegaskan bahwa konsep islands of integrity atau penyebutan lainnya yang serupa mengandung sebuah unsur inheren yaitu kepeloporan. Kepeloporan dalam hal ini dapat dimaknai sebagai upaya intansi untuk memulai atau tetap mempertahankan kondisi bebas dari korupsi di tengah-tengah lingkungan yang berbeda dengan upaya yang diusahakannya. Tentunya hal ini bukan untuk menunjukkan kondisi pemerintahan yang mayoritas masih korup, namun seyogyanya dipandang sebagai upaya untuk menanggulangi kondisi tersebut. Dengan demikian, pembangunan ZI yang mengadopsi konsep islands of integrity, haruslah juga menganut pemahaman tersebut. Pembangunan ZI harus memunculkan sikap kepeloporan bagi setiap instansi yang sedang mengusahakannya, baik untuk memulai atau mempertahankan instansinya untuk tetap bebas dari korupsi, bersih, dan melayani masyarakat, meskipun kondisi tata kelola pemerintahan masih dipandang korup.

Selanjutnya, sesuai dengan harapan pembangunan ZI WBBM sebagaimana diatur dalam Permenpan-RB 90/2021 maupun rujukan-rujukan akademis, konsep islands of integrity adalah sebagai pemicu adanya transformasi pada ruang lingkup yang lebih luas. Adapun sesuai rujukan yang ada, perubahan tersebut dapat dipicu melalui 3 (tiga) model yang menggambarkan bagaimana konsep islands of integrity dapat memicu perubahan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Model-model tersebut yaitu “demonstration effect” yang mampu menarik perhatian pemerintah maupun masyarakat madani, “bureaucratic contagion effect” yang dapat memberikan keinginan pegawai negeri lainnya untuk meniru, dan “bureaucratic seed effect” di mana pegawai yang berpindah dari unit islands of integrity ke instansi lainnya dapat memicu perubahan di instansi barunya[9].

Political Will dan Pembangunan ZI

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, dalam pembangunan ZI menurut Permenpan-RB 90/2021, salah satu komponen hasil adalah Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Akuntabel. Adapun sasaran terwujudnya hal tersebut adalah diukur dari, salah satunya, Nilai persepsi korupsi dengan beberapa hal utama komponen survey. Komponen survey dimaksud adalah meliputi diskriminasi pelayanan, kecurangan pelayanan, menerima imbalan dan/atau gratifikasi, percaloan, pungutan liar.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini korupsi masih menjadi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, sehingga pembangunan ZI diharapkan dapat menanggulangi permasalahan ini. Berbagai upaya penanggulangan korupsi nampaknya juga telah dilakukan oleh pemerintah maupun kelompok non pemerintah. Namun demikian, dalam bagian ini akan diketengahkan salah satu upaya yang banyak disinyalir menjadi upaya yang paling efektif untuk memerangi korupsi. Hal tersebut adalah political will dari pemerintah.

Kurangnya political will sering dianggap sebagai penyebab gagalnya upaya aksi anti korupsi sekaligus menjadi hambatan utama dalam pencapaian tujuan pembangunan suatu bangsa[10]. Salah satu kisah sukses penanggulangan korupsi dengan mendayagunakan political will adalah Singapura. Namun demikian, dalam konteks Singapura, political will pemerintah barulah ditemui apabila terdapat 3 (tiga) pra-kondisi yaitu infrastruktur hukum anti-korupsi tersedia secara komprehensif, terdapat institusi anti korupsi yang independen dan didukung oleh sumber daya yang layak, dan hukum anti korupsi ditegakkan oleh institusi anti korupsi secara imparsial[11].

Kisah sukses Singapura di atas tentu dapat menjadi cerminan, namun demikian perlu kiranya kontekstualisasi makna political will dalam konteks pembangunan ZI. Dalam pengalaman Singapura, political will dalam pemberantasan korupsi berada pada ruang lingkup yang lebih makro dan melibatkan sebuah institusi anti korupsi yang independen dan berada di luar domain pemerintah. Sedangkan pembangunan ZI, sebagaimana konsep islands of integrity, berada pada domain yang lebih mikro dan muncul dari dalam instansi sendiri.

Dalam konteks pembangunan ZI yang demikian, maka political will adalah berada pada kesediaan pimpinan sebuah instansi untuk berkomitmen dalam mewujudkan instansinya sebagai Zona Integritas. Dengan demikian, kepeloporan sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, dapat dianggap identik dengan political will. Sehingga, secara sederhana kepeloporan atau political will pimpinan instansi pemerintah untuk pembangunan ZI adalah kunci kesuksesan mewujudkan instansinya sebagai islands of integrity.

Penutup

Sebagaimana dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, terdapat sebuah unsur yang penting dalam pembangunan ZI oleh instansi pemerintah, yaitu kepeloporan. Pembangunan ZI dalam Permenpan-RB 90/2021 yang sekaligus menjadi acuan dalam penilaian pemenuhan ZI WBK/WBBM mengadopsi konsep islands of integrity, sedangkan konsep islands of integrity dalam beberapa rujukan mengandung sikap kepeloporan sebagai unsur inheren. Dengan demikian pembangunan ZI juga harusnya dilakukan oleh instansi pemerintah dengan memanifestasikan sikap kepeloporan, diantaranya dengan sikap berani memulai dan bertahan untuk terus mengusahakan terwujudnya instansi pemerintah sebagai Zona Integritas meskipun berada pada lingkungan pemerintahan yang cenderung korup. Selain itu, sebagai salah satu unsur komponen hasil dalam pembangunan ZI, yaitu tingkat korupsi yang rendah, maka sikap kepeloporan dapat diidentikan dengan political will dari pimpinan instansi pemerintah.


Oleh: Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)




[1] Danang Endrayana Syeh Qodir , et.al, (ed.), t.t., Perjalanan Pembangunan Zona Integritas Kementerian Keuangan, Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretarian Jenderal Kementerian Keuangan, hal. 120.

[3] Bab II Lampiran I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Pembangunan Dan Evaluasi Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Instansi Pemerintah.

[4] Ibid.

[5] Heather Marquette dan Caryn Peiffer, 2018, ‘Islands Of Integrity?’ Reductions In Bribery In Uganda And South  Africa And Lessons For Anti-Corruption Policy And Practical. University of Birmingham: The Developmental Leadership Program (DLP), hal. 1.

[6] Ibid.

[7] Nieves Zuniga, 2018, The Impact of Islands of Integrity, U4 Anti-Corruption Resource Centre, hal. 2.

[8] Ole Therkildsen, 2008, Public Sector Reforms and the Development of Productive Capacities in LDCs, hal. 28. Diunduh dari https://pure.diis.dk/ws/files/860071/ldcr2009_therkildsen_en_0.pdf

[9] Nieves Zuniga, op.cit.hal. 8.

[10] Roberto Martinez B. Kukutschka, 2015, Building Political Will Topic Guide, Transparency International, hal. 1.

[11]  Jon S. T. Quah, 2015, Curbing Corruption in Singapore: The Importance of Political Will, Expertise, Enforcement, and Context dalam Different Paths to Curbing Corruption, hal. 153.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini