Zona Integritas (ZI) yang secara
berjenjang meliputi Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM) merupakan predikat yang diidamkan oleh hampir setiap
instansi pemerintah. Predikat ZI diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) kepada setiap instansi
pemerintah yang mampu memenuhi komponen-komponen pembangunannya.
Komponen-komponen dimaksud, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menpan-RB Nomor 90
Tahun 2021 Tentang Pembangunan Dan Evaluasi Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas
Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani Di Instansi Pemerintah
(Permenpan-RB 90/2021), adalah mencakup komponen pengungkit dan komponen hasil.
Komponen pengungkit meliputi aspek
pemenuhan dan aspek reform terdiri dari 6 (enam) area perubahan yaitu penerapan
Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan
Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik yang bersifat konkrit. Sedangkan komponen hasil teruju pada 2 (dua)
sasaran utama yaitu (1) Terwujudnya Pemerintahan yang Bersih dan Akuntabel dan (2)
Kualitas Pelayanan Publik yang prima.
Kementerian Keuangan telah melakukan
upaya pembangunan ZI di setiap unit kerjanya, adapun pencapaian pembangunan ZI
pada lingkungan Kementerian Keuangan terus menunjukkan hasil yang
menggemberikan. Sebagai informasi, dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir,
jumlah unit kerja Kementerian Keuangan yang berhasil mendapatkan predikat ZI,
baik WBK maupun WBBM, adalah, secara berturut-turut, sebanyak 155 unit kerja
pada tahun 2019, 214 unit kerja pada tahun 2020[1], dan pada tahun 2021
Kementerian Keuangan meraih capaian tertinggi dalam Pembangunan ZI Tingkat
Nasional dengan 164 unit kerja.[2]
Tulisan singkat ini mengetengahkan
bahwa terdapat sebuh unsur vital yang berperan dalam pembangunan Zona
Integritas, yaitu kepeloporan. Oleh karenanya, tulisan ini hendak menjelaskan
bahwa kepeloporan merupakan sesuatu yang inheren dan tidak terpisahkan dari
asal-usul teoritis Zona Integritas. Kemudian tulisan ini juga akan membahas
mengenai arti penting kepeloporan sebagai salah satu hal penting dalam
pemberantasan korupsi sebagai tujuan yang hendak dicapai dari pembangunan Zona
Integritas.
Kepeloporan sebagai Unsur Pembangunan
Zona Integritas
Dalam Permenpan-RB 90/2021 secara
jelas disebutkan bahwa pembangunan ZI terinspirasi dari konsep “island of
integrity” yang dijelaskan sebagai suatu kondisi dimana unit kerja instansi
pemerintah yang “imun” dan mampu memberikan tata kelola yang terbaik meskipun
instansi pemerintah disekitarnya didominasi oleh manajemen dan tata kelola yang
buruk[3]. Selanjutnya, dalam
Permenpan-RB tersebut diebutkan pula bahwa dalam literatur administrasi publik,
“island of integrity” juga diberi istilah yang berbeda seperti “islands
of excellence” (Therkildsen 2008),“islands of effectiveness” (Crook
2012)”, “pockets of effectiveness” (Leonard 2008; Roll 2011a) dan “pockets
of efficiency” (Geddes 1994)[4].
Konsep sebagaimana disebutkan di atas
menggambarkan adanya kondisi di mana instansi pemerintah mampu menunjukkan
kinerja integritas yang baik di tengah-tengah kondisi tata kelola pemerintahan
yang buruk[5]. Konsep islands of
integrity atau istilah yang dipersamakan dengannya mencakup beberapa
kondisi seperti reformasi sektor publik yang well-performed, institusi atau
organisasi yang efektif, dan individu pemimpin yang mendorong dan
mengimplementasikan kebijakan yang progresif secara impresif[6].
Konsep islands of integrity
memiliki beberapa karakteristik, yaitu instansi tersebut secara mandiri berbeda
dengan instansi lainnya di sebuah negara yang sama di mana instansi tersebut
bersifat bebas korupsi dan efektif di tengah kondisi nasional yang
disfungsional dan korup. Karakteristik selanjutnya adalah instansi tersebut
tidak memiliki fokus utama pada tugas, fungsi, dan kewenangan pemberantasan
korupsi. Terakhir, karakteristik islands of integrity adalah instansi
tersebut mampu memenuhi mandat terbebas dari korupsi atau setidaknya memiliki
tingkat korupsi yang lebih rendah disbanding institusi publik lainnya dalam
konteks yang sama[7].
Meskipun di dalam Permenpan-RB 90/2021
telah diatur mengenai pembangunan ZI bagi instansi pemerintah di Indonesia,
namun dapat dilihat penjelasan teoritis lainnya sebagai sebuah rujukan
teoritis. Beberapa penjelasan menunjukkan mengenai faktor-faktor yang
menentukan islands of execellence dapat berjalan dengan baik. Pertama,
bahwa kepemimpinan dan kompetensi manajerial adalah faktor yang menentukan. Kedua,
rekrutmen, promosi, dan penurunan peringkat staf dilakukan berdasarkan merit
system[8].
Beberapa penjelasan di atas menegaskan
bahwa konsep islands of integrity atau penyebutan lainnya yang serupa
mengandung sebuah unsur inheren yaitu kepeloporan. Kepeloporan dalam hal ini
dapat dimaknai sebagai upaya intansi untuk memulai atau tetap mempertahankan
kondisi bebas dari korupsi di tengah-tengah lingkungan yang berbeda dengan
upaya yang diusahakannya. Tentunya hal ini bukan untuk menunjukkan kondisi
pemerintahan yang mayoritas masih korup, namun seyogyanya dipandang sebagai
upaya untuk menanggulangi kondisi tersebut. Dengan demikian, pembangunan ZI
yang mengadopsi konsep islands of integrity, haruslah juga menganut
pemahaman tersebut. Pembangunan ZI harus memunculkan sikap kepeloporan bagi
setiap instansi yang sedang mengusahakannya, baik untuk memulai atau
mempertahankan instansinya untuk tetap bebas dari korupsi, bersih, dan melayani
masyarakat, meskipun kondisi tata kelola pemerintahan masih dipandang korup.
Selanjutnya, sesuai dengan harapan
pembangunan ZI WBBM sebagaimana diatur dalam Permenpan-RB 90/2021 maupun
rujukan-rujukan akademis, konsep islands of integrity adalah sebagai
pemicu adanya transformasi pada ruang lingkup yang lebih luas. Adapun sesuai
rujukan yang ada, perubahan tersebut dapat dipicu melalui 3 (tiga) model yang
menggambarkan bagaimana konsep islands of integrity dapat memicu
perubahan dalam ruang lingkup yang lebih luas. Model-model tersebut yaitu “demonstration
effect” yang mampu menarik perhatian pemerintah maupun masyarakat madani, “bureaucratic
contagion effect” yang dapat memberikan keinginan pegawai negeri lainnya
untuk meniru, dan “bureaucratic seed effect” di mana pegawai yang
berpindah dari unit islands of integrity ke instansi lainnya dapat
memicu perubahan di instansi barunya[9].
Political Will dan Pembangunan ZI
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya,
dalam pembangunan ZI menurut Permenpan-RB 90/2021, salah satu komponen hasil
adalah Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Akuntabel. Adapun sasaran
terwujudnya hal tersebut adalah diukur dari, salah satunya, Nilai persepsi
korupsi dengan beberapa hal utama komponen survey. Komponen survey dimaksud
adalah meliputi diskriminasi pelayanan, kecurangan pelayanan, menerima imbalan
dan/atau gratifikasi, percaloan, pungutan liar.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hingga
saat ini korupsi masih menjadi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia,
sehingga pembangunan ZI diharapkan dapat menanggulangi permasalahan ini. Berbagai
upaya penanggulangan korupsi nampaknya juga telah dilakukan oleh pemerintah
maupun kelompok non pemerintah. Namun demikian, dalam bagian ini akan
diketengahkan salah satu upaya yang banyak disinyalir menjadi upaya yang paling
efektif untuk memerangi korupsi. Hal tersebut adalah political will dari
pemerintah.
Kurangnya political will sering
dianggap sebagai penyebab gagalnya upaya aksi anti korupsi sekaligus menjadi
hambatan utama dalam pencapaian tujuan pembangunan suatu bangsa[10]. Salah satu kisah sukses penanggulangan
korupsi dengan mendayagunakan political will adalah Singapura. Namun
demikian, dalam konteks Singapura, political will pemerintah barulah
ditemui apabila terdapat 3 (tiga) pra-kondisi yaitu infrastruktur hukum
anti-korupsi tersedia secara komprehensif, terdapat institusi anti korupsi yang
independen dan didukung oleh sumber daya yang layak, dan hukum anti korupsi
ditegakkan oleh institusi anti korupsi secara imparsial[11].
Kisah sukses Singapura di atas tentu
dapat menjadi cerminan, namun demikian perlu kiranya kontekstualisasi makna political
will dalam konteks pembangunan ZI. Dalam pengalaman Singapura, political
will dalam pemberantasan korupsi berada pada ruang lingkup yang lebih makro
dan melibatkan sebuah institusi anti korupsi yang independen dan berada di luar
domain pemerintah. Sedangkan pembangunan ZI, sebagaimana konsep islands of
integrity, berada pada domain yang lebih mikro dan muncul dari dalam
instansi sendiri.
Dalam konteks pembangunan ZI yang
demikian, maka political will adalah berada pada kesediaan pimpinan
sebuah instansi untuk berkomitmen dalam mewujudkan instansinya sebagai Zona
Integritas. Dengan demikian, kepeloporan sebagaimana dijelaskan pada bagian
sebelumnya, dapat dianggap identik dengan political will. Sehingga,
secara sederhana kepeloporan atau political will pimpinan instansi
pemerintah untuk pembangunan ZI adalah kunci kesuksesan mewujudkan instansinya
sebagai islands of integrity.
Penutup
Sebagaimana dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, terdapat sebuah unsur yang penting dalam pembangunan ZI oleh instansi pemerintah, yaitu kepeloporan. Pembangunan ZI dalam Permenpan-RB 90/2021 yang sekaligus menjadi acuan dalam penilaian pemenuhan ZI WBK/WBBM mengadopsi konsep islands of integrity, sedangkan konsep islands of integrity dalam beberapa rujukan mengandung sikap kepeloporan sebagai unsur inheren. Dengan demikian pembangunan ZI juga harusnya dilakukan oleh instansi pemerintah dengan memanifestasikan sikap kepeloporan, diantaranya dengan sikap berani memulai dan bertahan untuk terus mengusahakan terwujudnya instansi pemerintah sebagai Zona Integritas meskipun berada pada lingkungan pemerintahan yang cenderung korup. Selain itu, sebagai salah satu unsur komponen hasil dalam pembangunan ZI, yaitu tingkat korupsi yang rendah, maka sikap kepeloporan dapat diidentikan dengan political will dari pimpinan instansi pemerintah.
Oleh: Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang)
[1]
Danang Endrayana Syeh Qodir , et.al, (ed.), t.t., Perjalanan
Pembangunan Zona Integritas Kementerian Keuangan, Biro Organisasi dan
Ketatalaksanaan Sekretarian Jenderal Kementerian Keuangan, hal. 120.
[2]
Diakes dari https://setjen.kemenkeu.go.id/in/post/kemenkeu-raih-capaian-tertinggi-dalam-pembangunan-zi-wbkwbbm-tingkat-nasional-tahun-2021
[3]
Bab II Lampiran I Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi
Birokrasi Nomor 90 Tahun 2021 Tentang Pembangunan Dan Evaluasi Pembangunan Zona
Integritas Menuju Wilayah Bebas Dari Korupsi Dan Wilayah Birokrasi Bersih Dan
Melayani Di Instansi Pemerintah.
[5]
Heather Marquette dan Caryn Peiffer, 2018, ‘Islands Of Integrity?’ Reductions
In Bribery In Uganda And South Africa
And Lessons For Anti-Corruption Policy And Practical. University of
Birmingham: The Developmental Leadership Program (DLP), hal. 1.
[7] Nieves
Zuniga, 2018, The Impact of Islands of Integrity, U4 Anti-Corruption
Resource Centre, hal. 2.
[8]
Ole Therkildsen, 2008, Public Sector Reforms and the Development of Productive
Capacities in LDCs, hal. 28. Diunduh dari https://pure.diis.dk/ws/files/860071/ldcr2009_therkildsen_en_0.pdf
[10]
Roberto Martinez B. Kukutschka, 2015, Building Political Will Topic Guide,
Transparency International, hal. 1.
[11]
Jon S. T. Quah, 2015, Curbing
Corruption in Singapore: The Importance of Political Will, Expertise,
Enforcement, and Context dalam Different Paths to Curbing Corruption, hal.
153.