Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Bontang > Artikel
Akuntabilitas Penyelenggaraan Lelang Dalam Pelayanan Publik: Makna Dan Urgensi
Hadyan Iman Prasetya
Kamis, 17 Februari 2022   |   15153 kali

Asas Akuntabilitas menjadi salah satu asas hukum pelaksanaan lelang bersama-sama dengan asas keterbukaan, persaingan, keadilan, kepastian hukum, dan efisiensi. Asas Akuntabilitas, dalam pelaksanaan lelang, dimaknai sebagai asas yang menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Pertanggungjawaban pejabat lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan uang lelang.[1] Lebih lanjut, guna menjamin terpenuhinya Asas Akuntabilitas pelaksanaan lelang, terdapat norma-norma yang mengatur pelaksanaan lelang dan wewenang, tanggung jawab, serta larangan bagi Pejabat Lelang, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.06/2019 tentang Pejabat Lelang Kelas I.

Penyelenggaraan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) termasuk pula dalam ruang lingkup pelayanan publik. Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik), KPKNL adalah Penyelenggara Pelayanan Publik sedangkan Pejabat Lelang adalah Pelaksana Pelayanan Publik. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sesuai Pasal 4 UU Pelayanan Publik, salah satu asas yang harus dipatuhi oleh KPKNL dalam menyelenggarakan pelayanan publik adalah Asas Akuntabilitas. Sama halnya dengan KPKNL, Pasal 34 UU Pelayanan Publik mengharuskan Pejabat Lelang selaku Pelaksana Pelayanan Publik untuk berperilaku dengan menjunjung tinggi, salah satunya, nilai-nilai akuntabilitas.

Fakta di atas menggambarkan bahwa akuntabilitas adalah salah satu asas dalam pelaksanaan lelang, baik dilihat dari sudut pandang rezim pengaturan lelang sendiri maupun lelang sebagai bentuk pelayanan publik. Tulisan ini akan menggambarkan makna dan urgensi prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan lelang dikaitkan dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Selanjutnya, akan dijelaskan secara singkat mengenai bentuk akuntabilitas praktik lelang yang telah ada saat ini.

Arti Penting Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik

Pada tahun 2013, Dewan HAM PBB menyampaikan sebuah laporan dengan judul Report Of The United Nations High Commissioner For Human Rights On The Role Of The Public Service As An Essential Component Of Good Governance In The Promotion And Protection Of Human Rights[2]. Laporan tersebut mengelaborasi bahwa pendekatan berbasis HAM dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Salah satu yang digarisbawahi menurut Laporan tersebut adalah korelasi antara pelayanan publik sebagai salah satu komponen dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan HAM. Mendasarkan pada Resolusi Dewan HAM PBB Nomor 7/11, Laporan tersebut menegaskan bahwa pemerintahan yang transparan, bertanggungjawab, akuntabel, dan partisipatif adalah fondasi tata kelola pemerintahan yang baik yang berhubungan erat dengan konsep HAM[3].

Selanjutnya, menurut Laporan tersebut, dalam resolusi yang lain, yaitu Resolusi Dewan HAM PBB Nomor 19/20, prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, integritas, non-diskriminasi, partisipasi, kesamaan, efisiensi, dan kompetensi sebagai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik juga berkelindan dengan prinsip-prinsip HAM. Oleh karenanya, menurut Laporan tersebut, idealnya tata kelola pemerintahan yang baik dipahami dan dipandu oleh penafsiran-penafsiran normatif terhadap prinsip dan standar HAM secara luas[4].

Mencermati Laporan Dewan HAM PBB di atas, maka kedudukan asas akuntabilitas dianggap sebagai asas dalam pelayanan publik yang merupakan salah satu komponen dalam tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga memiliki relasi dengan HAM warga negara. Berdasarkan kerangka berpikir yang demikian, maka pembahasan akuntabilitas dalam pelayanan publik berbasis HAM tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tata kelola pemerintahan yang baik.

Dalam konteks Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme (UU 28/1999), sebagai salah satu sumber hukum praktik good governance di Indonesia, menetapkan bahwa Asas Akuntabilitas adalah salah satu asas dalam penyelenggaraan negara. Menurut Penjelasan UU 28/1999 tersebut, Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dipahami bahwa pemenuhan Asas Akuntabilitas dalam pelaksanaan lelang tidak hanya penting untuk keabsahan lelang semata. Namun demikian, pemenuhan Asas Akuntabilitas dalam pelaksanaan lelang adalah merupakan wujud konkrit dalam upaya mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas sebagai salah satu unsur pengejewantahan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Pada gilirannya, apabila mengacu pada Laporan Dewan HAM PBB Nomor A/HRC/25/27 di atas, akuntabilitas dalam pelaksanaan lelang adalah usaha pemerintah dalam memenuhi HAM warga negara.

Akuntabilitas Pelaksanaan Lelang

Secara umum, menurut Denhardt dan Denhardt, akuntabilitas pemerintah dapat dikatakan sulit untuk didefinisikan dan bahkan akan lebih sulit untuk ditegakkan (enforced)[5]. Namun demikian, akuntabilitas adalah salah satu ekspektasi masyarakat demokratis kepada pemerintahnya selaku pelayan publik yang tidak pernah berubah, padahal pada waktu yang sama pemikiran mengenai peran dan tugas pelayan publik, dengan siapa mereka melakukan pelayanan publik, pengetahuan, nilai, dan kemampuan apa yang harus dikuasai oleh pelayan publik telah mengalami perubahan[6].

Dalam tulisan ini, Penulis menganalisa akuntabilitas praktik pelaksanaan lelang dengan prinsip-prinsip HAM yang terdapat pada Laporan Dewan HAM PBB Nomor A/HRC/25/27 yang telah disinggung sebelumnya. Hal ini Penulis lakukan karena, sebagaiimana Penulis sampaikan sebelumnya, akuntabilitas pelaksanaan lelang adalah bagian penting dalam perwujudan good governance yang berhubungan dengan HAM warga negara dan Laporan Dewan HAM PBB tersebut secara khusus membahas mengenai hal ini.

Pertama, menurut Laporan tersebut, akuntabilitas berhubungan dengan adanya akses yang mudah dan efektif kepada saluran remedies jika warga negara merasa hak-haknya dilanggar[7]. Dalam konteks pelaksanaan lelang, tentu hal ini berkaitan dengan adanya saluran remedy bagi para pihak yang merasa haknya dilanggar oleh pelaksanaan lelang. Selama ini, dalam praktik yang ada di KPKNL, hal ini telah termanifestasikan dalam berbagai saluran. Salah satu contoh berkaitan dengan hal ini yaitu gugatan terhadap pelaksanaan lelang.Sudah jamak ditemui bahwa para pihak yang merasa haknya dilanggar dalam pelaksanaan lelang akan mengajukan gugatan kepada pengadilan. Hal ini menjadi salah satu contoh bahwa telah terdapat saluran yang mudah diakses dan efektif bagi warga negara dalam menilai akuntabilitas pelaksanaan lelang.

Kedua, Laporan Dewan HAM PBB A/HRC/25/27 menyebutkan bahwa tindakan whistle-blowing juga memaikan peran penting dalam memastikan bahwa akuntabilitas pemerintah[8]. Dalam pelaksanaan lelang secara khusus, dan umumnya terhadap semua layanan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, laman https://www.wise.kemenkeu.go.id adalah saluran whistle-blowing yang telah disediakan untuk memastikan akuntabilitas pelaksanaan lelang. Sesuai dengan penjelasan Laporan Dewan HAM PBB tersebut, saluran whistle-blowing Kementerian Keuangan juga telah menjamin kerahasiaan terhadap pelapor.

Ketiga, dalam Laporan Dewan HAM PBB di atas, disebutkan bahwa transparansi dan non diskriminasi[9] adalah prinsip HAM lainnya yang dapat diterapkan dalam menilai akuntabilitas pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut, prinsip transparan dan non-diskriminatif telah inheren menjadi asas hukum dalam pelaksanaan lelang. Dengan demikian, berkaitan dengan kedua prinsip ini dapat dikatakan juga telah terpenuhi dalam pelaksanaan lelang. Selain itu, pelaksanaan lelang yang saat ini dilakukan secara elektronik melalui laman atau aplikasi lelang.go.id juga turut menegaskan bahwa pelaksanaan lelang telah menganut dan menerapkan prinsip keterbukaan dan non disnkriminasi atau kesamaan.

Penutup

Sebagaimana dijelaskan dalam bagian-bagian sebelumnya, Tulisan ini menyajikan 2 (dua) argumen sebagai hasil pembahasan. Pertama, bahwa akuntabilitas pelaksanaan lelang memiliki arti penting dalam mewujudkan good governance dan sekaligus berkaitan erat dengan pemenuhan HAM, setidaknya hal ini didasarkan pada Laporan Dewan HAM PBB Nomor A/HRC/25/27. Kedua, dari hasil analisa Penulis, didapati bahwa praktik pelaksanaan lelang yang ada saat ini telah cukup mengimplementasikan prinsip-prinsip HAM yang relevan untuk menilai akuntabilitas pelaksanaan lelang, sebagaimana disebutkan dalam Laporan Dewan HAM PBB yang disebutkan sebelumnya.

Hadyan Iman Prasetya (KPKNL Bontang) 


[1] Rachmadi Usman, 2015, Hukum Lelang, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 26

[2] UNHRC Report No. A/HRC/25/27, 23 December 2013, dapat diakses melalui https://www.ohchr.org/en/hrbodies/hrc/regularsessions/session25/documents/a-hrc-25-27_en.doc

[3] Ibid. Hal. 3.

[4] Ibid. Hal. 5.

[5] Janet V. Denhardt dan Robert B. Denhardt, 2007, The New Public Service: Serving, Not Steering, New York: M.E. Sharpe, Inc., hal. 128.

[6] Robert F. Durant, 2014, Why Public Service Matters: Public Managers, Public Policy, and Democracy, New York: Palgrave Macmillan, hal. 1.

[7] UNHRC Report, op.cit, hal. 6.

[8] Ibid.

[9] Ibid, hal. 7.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini