Sudah hampir menuju 3 bulan sejak diberlakukannya School From Home (SFH) dan Work From Home (WFH), pandemi Corona Virus Desease (Covid-19) belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Padahal baik SFH maupun WFH sudah beberapa kali diperpanjang. Tidak adanya sinyalemen berakhirnya pandemi, akankah berarti masa SFH dan WFH mengalami perpanjangan lagi? Ibarat pertandingan, waktu perpanjangan hanya diberi kesempatan 2 kali setelah itu penalti. Apapun hasilnya, pertandingan dianggap selesai. Mungkin demikian juga dengan nasib SFH dan WFH kelak.
Namun bukan soal perpanjangan masa SFH dan WFH yang akan dibahas dalam tulisan ini, melainkan bagaimana kita menyikapi efek pandemi Covid-19. Di sisi manakah kita selama ini, apakah termasuk yang suka 'menggerutu' ataukah termasuk kelompok yang pandai 'bersyukur'? Semua orang marah pada pandemi ini, sudah pasti. Utamanya, karena Covid-19 banyak memakan korban jiwa. Pandemi juga telah memenjarakan kita – semua para penghuni bumi tanpa kecuali. Ruang gerak dibatasi, bagi yang suka travelling dipaksa untuk duduk manis di rumah. Bagi yang hobi belanja, simpan saja uangnya untuk tahun-tahun berikutnya, dan yang senang kumpul-kumpul, silakan menghibur diri di group WhatsApp atau aplikasi chat lainnya. Jelasnya, semua dipaksa banyak bersabar dan ‘tahan diri’.
Sementara bagi mereka yang bersyukur, tentu bukan bersyukur penyebaran virusnya, tapi lebih ke arah melihat sisi baik efek pandemi. Pandemi membuat kita lebih banyak diam di rumah. Anggota keluarga yang selama ini sibuk dengan dunia masing-masing, kini bisa berkumpul dan mengakrabkan diri kembali. Seorang ibu pekerja, bisa menemani anaknya belajar dan mengajaknya bermain, begitu pula seorang ayah. Atau mungkin ada juga yang mendadak tersadar bahwa ternyata diam di rumah terlalu lama membosankan juga, sehingga yang sebelumnya berniat untuk resign dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi dipikir ulang. Tambahan lagi, melihat kenyataan bahwa pandemi yang memukul dunia usaha hingga berujung PHK, nyatanya hanya sedikit berimbas pada mereka yang berstatus PNS. Status pegawai masih ditangan dan tetap terima gaji plus tunjangan. Maka, nikmat Tuhanmu mana lagikah yang Engkau dustakan? (Q.S. Ar-Rahman).
Tanpa
disadari, Covid-19 juga telah mengistirahatkan bumi. Gerakan #DiRumahSaja yang
digaungkan di berbagai negara termasuk Indonesia, membuat bumi sejenak terbebas dari segala
macam polusi. Bayangkan, selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),
jalanan sepi dan lancar jaya. Dan kondisi seperti ini apakah bisa seterusnya
meski pandemi berakhir? Kemarin PSBB dilonggarkan sedikit saja, jalanan kembali
'semarak' dan lautan manusia memenuhi semua sudut pasar.
Bulan suci
Ramadhan kali ini terasa ‘lain’. Umat islam 'dipaksa' untuk lebih banyak diam
di rumah dan beribadah. Bukan belanja di mall, seperti kebiasaan beberapa orang tahun-tahun
lalu (termasuk penulis). Kita dipaksa untuk lebih banyak merenung, bersyukur
dengan apa yang didapat dan ikhlas dengan apa yang terjadi. Kepekaan sosial kita pun diuji. Sesekali lihat
kiri-kanan, depan-belakang, apakah ada yang terpuruk ekonominya karena Covid-19?
Buka mata, buka hati. Jangan segan untuk merogoh kantong, meski sedikit tapi
sangat berarti.
Beberapa hari ke depan Idul Fitri akan tiba. Lalu bagaimana nanti hari lebaran silaturahmi? Mudah saja, ada berbagai pilihan aplikasi tersedia untuk tetap bisa bersilaturahmi. Jangan lupa undang teman dan sanak saudara. Ikuti anjuran pemerintah: tidak perlu mudik atau kumpul keluarga lebih dari 5 (lima). Cukup sampaikan ucapan maaf dan hari raya lewat aplikasi tadi. Yang penting maknanya bukan medianya. Meski jauh di mata, namun tetap dekat di hati.
Hingga saat
ini tidak ada ahli yang bisa memprediksi kapan pandemi Corona akan berakhir. Lantas
apakah kita selamanya akan berdiam di rumah menunggu sesuatu yang tak pasti?
SFH dan WFH tidak mungkin seterusnya. Kehidupan harus tetap berjalan. Pada
akhirnya kita memang harus ‘berdamai’ dengan Corona. Dalam arti kata, kita
kembali ke kehidupan normal, meski Corona masih di sekitar kita. Namun
kehidupan ‘normal’ yang sekarang tidak sama seperti sebelumnya. New normal
life, begitu istilahnya.
Anak-anak akan
kembali ke sekolah, karyawan kembali ke kantor, pedagang kembali ke pasar, tapi
mereka tetap harus jaga jarak dan membiasakan gaya hidup sehat. Gunakan masker
saat keluar rumah, rajin cuci tangan, dan jaga daya tahan tubuh dengan makanan
bergizi dan asupan vitamin. Berat memang, tapi mau gimana lagi? Corona masih
disekitar kita dan siap mengintai siapa saja yang lengah dan tak berdaya.
Satu hal paling
penting: tetaplah berpikir positif.
Percayalah, Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Pasti ada makna luar biasa dibaliknya.
Bogor, 20
Mei 2020, pada suatu hari di teras rumah.
Ditulis oleh : Popi Damayanti - KPKNL Bogor
Catatan: tulisan
ini diunggah juga di blog pribadi penulis platform blogspot.