Jakarta, 26 Februari 2021 – Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021.
PMK Nomor 15/PMK.06/2021 ini didasari oleh UU No. 9 tahun 2020 tentang APBN 2021,
UU No.49 tahun
1960 tentang PUPN, UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan
Negara, dan PMK Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan
Piutang Negara.
Melalui PMK Nomor 15/PMK.06/2021 ini, pemerintah
menjalankan amanat pasal 39 ayat (2) UU APBN 2021 untuk memberikan dukungan kepada rakyat dan para
pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa Program Keringanan Utang dalam upaya memulihkan
ekonomi nasional, meredakan beban para
debitur kecil
yang terdampak pandemi Covid-19, sekaligus mempercepat penyelesaian Piutang Negara pada instansi pemerintah.
Program Keringanan Utang ditujukan kepada para pelaku
UMKM, debitur
Kredit Pemilikan
Rumah Sederhana/Rumah
Sangat
Sederhana (KPR RS/RSS), dan perorangan atau badan hukum/badan usaha yang memiliki utang pada instansi
pemerintah, yang pengurusannya
telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan
telah
diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara
(SP3N)
sampai dengan 31 Desember 2020. Rinciannya
ialah sebagai berikut:
1.
perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp5 miliar;
2.
perorangan yang menerima
KPR RS/RSS dengan
pagu kredit paling banyak Rp100 juta;
3.
perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan
sisa kewajiban sebesar
Rp 1 miliar.
Melalui Program Keringanan Utang dengan mekanisme crash program, para
debitur dengan kriteria di atas diberikan
keringanan utang atau moratorium tindakan
hukum atas Piutang Negara. Keringanan tersebut
antara lain pengurangan
pembayaran
pelunasan utang yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang
bunga,
denda, dan
ongkos/biaya lain, serta tambahan
keringanan utang pokok. Besaran
tarif keringanan yang diterapkan mulai dari
35% hingga 60% untuk
sisa utang pokok, dengan tambahan
keringanan sebesar 50% apabila
lunas sampai dengan Juni
2021, 30% pada Juli sampai dengan September 2021, dan 20% pada Oktober sampai
20 Desember 2021.
Sementara itu, moratorium tindakan hukum atas Piutang Negara, hanya diberikan kepada debitur yang juga memiliki kondisi khusus, yaitu terbukti terdampak pandemi Covid-19 dan pengurusan Piutang Negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional pandemi Covid-19. Moratorium yang diberlakukan ialah penundaan penyitaan barang jaminan/harta kekayaan lain, penundaan pelaksanaan lelang, dan/atau penundaan paksa badan hingga status bencana nasional pandemi Covid-19 dinyatakan berakhir oleh pemerintah.
Dengan fokus kepada debitur kecil, Program Keringanan Utang tidak berlaku untuk Piutang Negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi/tuntutan perbendaharaan (TGR/TP),
Piutang
Negara yang berasal dari ikatan
dinas, Piutang Negara yang berasal
aset kredit eks Bank Dalam
Likuidasi (BDL), serta Piutang Negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau
bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya.
Program Keringanan Utang diharapkan
dapat bermanfaat sebagai salah satu stimulus ekonomi bagi masyarakat di tengah situasi pandemi
Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah mengajak agar masyarakat, khususnya para debitur
atau penanggung utang, dapat aktif berpartisipasi pada Program Keringanan Utang,
dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL) paling lambat tanggal 1 Desember 2021. Adapun informasi lebih lanjut terkait Program
Keringanan Utang dapat diperoleh di KPKNL terdekat atau melalui call center DJKN (021)150-991. (*)