Jakarta, 18 Desember
2020 – Sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) memiliki kontribusi yang
besar pada perekonomian nasional. Selain menyerap banyak tenaga kerja, sektor
ini juga merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mewujudkan Ketahanan
Energi Nasional. Dari sisi pendapatan negara, pada tahun 2019 tercatat
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor ini sebesar Rp179,5 triliun
(LKPP 2019). Selain dari penerimaan negara yang berasal dari pengelolaan hulu
migas ini, Barang Milik Negara (BMN) dari sektor ini pun juga berkontribusi
menyumbang penerimaan negara.
Adapun yang merupakan BMN hulu migas yakni semua barang
yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara Kontraktor dengan
Pemerintah, termasuk yang berasal dari Kontrak Karya/Contract of
Work
(CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Saat ini,
nilai BMN hulu migas sebesar 5% dari total aset yang tercatat pada LKPP 2019
atau sebesar Rp497,61 triliun. BMN tersebut terdiri dari aset tanah sebesar
Rp10,7 triliun, harta benda modal sebesar Rp462,12 triliun, harta benda
inventaris sebesar Rp0,11 triliun dan material persediaan sebesar Rp25,32
triliun.
Dari sisi pengelolaan BMN hulu migas ini, pemerintah
membukukan PNBP sebesar Rp155,4 miliar di tahun 2019. Sedangkan di tahun 2020
sampai dengan triwulan III, PNBP tercatat sebesar Rp191,4 miliar.
Pelaksanaan pengelolaan BMN hulu migas tentunya berpengaruh terhadap penyelenggaraan industri hulu migas itu sendiri. Dunia industri hulu migas yang semakin berkembang, menjadikan pengelolaan BMN semakin banyak memiliki tantangan. Beberapa regulasi disinyalir menjadi hambatan dalam iklim industri ini. Kementerian Keuangan sebagai salah satu regulator dalam pengelolaan BMN hulu migas memandang perlu melakukan pembaruan atas peraturan-peraturan yang selama ini dianggap menghambat iklim industri hulu migas. Untuk mendukung terciptanya iklim bisnis yang lebih baik serta mendorong peningkatan investasi dalam negeri, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140 tahun 2020 tentang Pengelolaan BMN Hulu Migas
Poin-poin kebaruan yang diatur dalam peraturan ini yakni adanya reposisi subjek atau para pihak yang terlibat dalam alur pengelolaan BMN dan cakupan penggunaan BMN yang diperluas. Reposisi subyek dalam alur pengelolaan BMN yaitu adanya pembagian peran sebagai pengelola (Kementerian Keuangan), pengguna (Kementerian ESDM) dan kuasa pengguna (SKK Migas-BPMA/Badan Pengelola Migas Aceh). Pembagian peran ini memberikan fleksibilitas dan penyederhanaan dalam alur birokrasi, karena beberapa kewenangan telah beralih dengan adanya PMK 140 Tahun 2020.Sedangkan perluasan cakupan penggunaan BMN yakni perubahan
beberapa kegiatan pemanfaatan yang masuk ke cakupan penggunaan. Beberapa
cakupan kegiatan tersebut yakni terkait transfer, pemakaian bersama, pinjam
pakai antar kontraktor dan penggunaan BMN hulu migas eks kontraktor. Sedangkan
hal baru yang terdapat pada aturan ini adalah terkait penggunaan BMN hulu migas
oleh kontraktor yang diperpanjang kontraknya dan pendayagunaan. Manfaat dari
konsep penggunaan BMN yang disebutkan di atas memungkinkan adanya kepastian
dalam berusaha dan adanya efisiensi dari segi biaya bagi kontraktor.
Selain mewujudkan tata kelola yang lebih baik,
terbitnya PMK 140/2020 diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari
optimalisasi aset melalui penggunaan dan pemanfaatan BMN hulu migas, mendukung
peningkatan kapasitas produksi migas nasional dan mendorong iklim industri hulu
migas yang semakin baik.