Utang
piutang mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. Rasanya hampir semua
orang pernah terlibat dalam urusan utang piutang. Bermacam-macam alasan orang
harus terlibat dalam urusan ini, mulai dari yang meminjamkan uangnya atau yang
meminjam baik kepada perorangan maupun kepada lembaga keuangan seperti
perbankan, dengan berbagai keperluannya. Dan dalam perjalanan waktu banyak
orang tak mampu membayar utangnya dan menjadi piutang macet, dengan berbagai
alasan sehingga hal ini menjadi perhatian dari pemerintah dan bahkan ada yang
menagih piutangnya dengan jasa debt collector. Tetapi jika pengurusan atau
kegiatan yang membantu orang untuk membayar hutangnya maka itu adalah sebuah
tugas yang mulia.
Dalam
urusan pinjam meminjam ini tentunya ada akad yang disepakati oleh kedua belah
pihak antara lain, tanggal pengembalian, besaran pinjaman, jaminan dan lain-lain.
Tapi
sayangnya tak sedikit rencana yang diangan-angankan sesuai dengan kenyataan,
usaha yang dibiayai dengan uang pinjaman tersebut meleset dari rencana semula,
entah itu si peminjam sakit sehingga tak mampu menjalankan usahanya, bangkrut
sehingga modalnya habis dan sebagainya yang pada intinya utang tak bisa dibayar
sesuai dengan akad semula, yang pada akhirnya menjadi piutang macet.
Cerita
tentang piutang macet ini sendiri sudah menjadi urusan Negara dengan dibuatnya
Undang-undang khusus tentang Piutang Negara seperti Undang-undang No. 49 Prp
tahun 1960 dan kemudian banyak Peraturan lainnya, yang menunjukkan bahwa urusan
piutang ini memang merupakan urusan yang serius, bukan hanya sekedar
undang-undang namun dibentuknya lembaga khusus yang menanganinya yaitu Panitia
Urusan Piutang Negara.
Di dalam agama Islam persoalan hutang piutang itu menjadi perhatian sekali, dan
islam membolehkan orang melakukan hutang piutang, hal ini ditegaskan dalam
Al-Quran yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menuliskannya”. (QS. Al Baqarah:
Dan membayar utang di dalam agama islam juga merupakan suatu
kewajiban. Islam melarang umatnya untuk meninggal
dalam keadaan memiliki utang, artinya bahwa utang wajib dilunasi sebelum
meninggal, karena utang bisa menjadi pemberat dan penghapus kebaikan kelak dihisab di akhirat. Seperti yang
disampaikan oleh hadits berikut.
“Barangsiapa yang mati dalam
keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut
akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di
akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah)
“Jiwa
seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)
Sungguh
berat memiliki utang bagi orang yang mengerti.
Harus
menjadi hal yang patut disyukuri karena DJKN yang salah satu tugasnya adalah
mengurus piutang, ini adalah sebuah kesempatan emas pegawai meraih keberkahan
dan pahala besar, selain melaksanakan tugas dan fungsi namun ini adalah sebuah
tugas yang sangat mulia, yang membebaskan manusia dari siksa akhirat.
Mengurus
piutang yang nota Bene membantu orang dalam menyelesaikan persoalan dunianya
adalah sebuah pekerjaan yang sangat luar biasa. Melepaskan orang dari jeratan
kesulitan dunia dan akhirat.
Memang
ironi jika ada orang yang memiliki harta yang banyak tapi tak mau membayar
utangnya dengan berbagai alasan, dan juga sangat menyedihkan jika berhadapan
dengan debitur yang memang fakir apalagi jika tidak memiliki ahli waris yang
mampu dan barang jaminan yang mencukupi untuk membayar hutangnya.
Tetapi
apapun keadaannya utang tetap harus dibayar, karena menyangkut kehidupan
abadi nanti. Tugas ini menjadi tantangan bagi pegawai pengurus piutang untuk
melakukanya. Tidak hanya berorientasi pada pengembalian uang negara, tetapi
mungkin niat didalam hati harus sedikit bergeser lebih dari sekedar itu dan
dibekali juga dengan niat mulia untuk membantu sesama bahkan menyelamatkan
manusia.
Hidup
di dunia ini hanya sebentar dan sementara, dan akan ada hidup yang abadi.
Kehidupan abadi itu akan ditentukan oleh
kehidupan dunia ini, dan salah satu penentu nya adalah utang.
Kepiawaian
pegawai pengurus piutang sangat dibutuhkan, guna mengetuk hati debitur atau
ahli waris, menyadarkan, memberikan pengertian, dengan bahasa yang mudah
dipahami perlu sedikit ditekankan tentang kewajiban membayar hutang itu menurut
agama karena apapun agamanya maka membayar hutang adalah wajib.
Pekerjaan
pegawai pengurusan piutang negara memang memiliki tantangan, mengingat para
debitur memiliki multikomplek persoalan dan karakter yang berbeda-beda. Ada
yang memiliki jaminan, ada yang tidak atau jaminannya yang tidak marketable dan
telah dilelang berkali-kali tapi tidak laku, ada yang tidak mau membayar dengan
berbagai alasan padahal secara finansial mampu. Oleh karena itu pegawai harus
jeli dan memiliki skil khusus.
Selain
melaksanakan proses pengurusan sesuai dengan ketentuan perlu dilakukan
pendekatan dari hati ke hati dengan debitur, tidak perlu memaksa atau arogan
tetapi justru diberikan suatu pemahaman dari sudut agama, apalagi mengingat
saat ini masih banyak penyakit yang mewabah atau banyaknya orang yang berumur
pendek, sementara hutang adalah kewajiban hakiki yang wajib dilunasi sebagai
penentu di Yaumil akhir.
Memberikan
pemahaman yang dapat diterima oleh debitur diharapkan para debitur tersentuh
biasanya akan menimbulkan kegelisahan. Rasa itulah yang mendorongnya untuk
menyelesaikan segala kewajibannya termasuk melunasi hutang.
Pegawai
yang mampu memberikan pemahaman tersebut dan mengakibatkan debitur membayar
hutangnya pasti memiliki perasaan yang puas apalagi jika hal ini dilakukan
dengan cara santun, maka bisa dipastikan akan menimbulkan rasa syukur.
Dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa orang yang memiliki utang yang diakibatkan oleh
berbagai hal tak semuanya mempunyai niat baik atau niat untuk membayar
kewajibannya, atau debitur tersebut memiliki kemauan untuk membayar namun tidak
tau kemana harus membayarnya ataupun memang tidak mampu membayarnya sekaligus
dan beragam alasan lainnya. Menghadapi keberagaman permasalahan pengurusan
piutang macet ini pegawai harus memiliki kemampuan untuk melakukan pendekatan
dari hati ke hati disamping berpedoman kepada ketentuan peraturan yang berlaku,
namun lebih dari itu azas persaudaraan dan empati harus dikemukakan terlebih
dahulu.
Penulis
: Asnul
Editor : Tim Humas KPKNL Bekasi