Ditulis Oleh Dedy Christanto
Kasi HI KPKNL Batam
Direktorat Lelang memberikan tantangan kepada KPKNL dengan menetapkan produktivitas lelang sebagai salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU). Target persentase produktivitas lelang tahun 2018 adalah sebesar 30%. Produktivitas lelang adalah perbandingan antara jumlah frekuensi lelang laku dengan jumlah realisasi frekuensi lelang dalam setahun. Hal ini tentu berbeda dengan IKU bidang lelang tahun - tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, target IKU frekuensi lelang adalah 100% dari yang ditargetkan tanpa membandingkan antara lelang laku dengan tidak laku. Dengan IKU seperti ini, sebagian besar KPKNL dapat mencapainya bahkan jauh melebihi dari target yang ditetapkan. Bisa jadi hal ini yang menjadi pertimbangan DJKN merubah IKU frekuensi lelang menjadi produktivitas lelang. Dengan kata lain, IKU produktivias lelang merupakan salah satu IKU yang menantang (challenging).
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu; daya produksi; keproduktifan. Sedangkan menurut Herjanto,
Produktivitas merupakan
istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan antara luaran (output)
dengan masukan (input). Produktivitas merupakan
suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan
dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Jika dikaitkan pengertian di atas, produktivitas lelang sesungguhnya
sangat tepat dan wajar bahkan sudah seharusnya apabila dijadikan IKU.
Produktivitas
lelang menjadi IKU menantang, apabila diukur dari tingkat keterjualan lelang selama
ini. Fakta menunjukan bahwa lelang eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan masih mendominasi dibanding jenis lelang lainnya. Menurut data evaluasi perkembangan lelang nasional Tahun
2015, frekuensi lelang eksekusi hak tanggungan mencapai 40.977 atau 75,14% dari
total frekuensi lelang sebanyak 54.564, sedangkan pada tahun 2016 mencapai
44.139 atau 75,22% dari 58.674. Tingginya frekuensi lelang eksekusi hak
tanggungan tidak diikuti dengan hasil lelang yang signifikan. Untuk tahun 2016
dari jumlah permohonan 44.139, yang laku dilelang hanya 4.899 atau 11%. Dengan
asumsi jenis lelang selain hak tanggungan laku terjual 100%, maka produktivitas
lelang tahun 2016 hanya sebesar 14,54%. Dengan kondisi inilah sebenarnya yang
menjadi tantangan bagi KPKNL untuk dapat mencapai target 30% produktivitas
lelang.
Untuk mencapai target produktivitas lelang, mau
tidak mau yang perlu menjadi fokus DJKN adalah meningkatkan keterjualan lelang
obyek hak tanggungan. Salah satu upaya yang telah dilakukan DJKN baru-baru ini
adalah dengan mengenakan tarif permohonan lelang hak tanggungan sebesar
Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per debitor sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas lelang dari lelang hak tanggungan. Namun perlu upaya lain yakni
dengan mengatur persyaratan tambahan, diantaranya obyek hak tanggungan tidak
ada sengketa atau potensi sengketa, obyek hak tanggungan tidak berpenghuni
alias kosong, debitur tidak hanya dinyatakan telah wanprestasi tetapi juga
telah masuk kategori kredit macet sebagaimana diatur dalam kolektibitas BI.
Artinya berkas permohonan lelang yang tidak memenuhi kriteria tersebut
disarankan untuk dieksekusi melalui pengadilan. Selain itu, perlu adanya
pembatasan lelang ulang hanya dapat dilakukan satu kali dengan nilai limit
kedua besarnya sama dengan nilai likuidasi. Pembatasan permohonan lelang
hak tanggungan melalui persyaratan tambahan di atas sejatinya sejalan dengan
prinsip bahwa lelang agunan merupakan alternative terakhir dalam penyelesaian
kredit macet setelah upaya persuasive melalui restrukturisasi telah optimal
dilakukan oleh Kreditor. Upaya ini hanya dapat diimplementasikan,
setelah dilakukan deregulasi melalui perubahan peraturan juklak dan juknis
lelang khususnya tentang dokumen persyaratan lelang dengan memasukan kriteria
tambahan tersebut dalam mengajukan permohonan lelang.
Menjelang deregulasi tersebut terwujud, selain upaya
pemasaran yang efektif, tentunya perlu upaya himbauan kepada para kreditor agar
mempertimbangkan tingkat keterjualan dan potensi masalah atau gugatan dalam
mengajukan permohonan lelang ke KPKNL. Sehingga tercipta sinergi dan komitmen
bersama bahwa lelang hak tanggungan itu harus efektif, membantu penyelesaian
kredit Pemohon Lelang dan pada akhirnya IKU produktivitas lelang tidak lagi
menjadi momok bagi KPKNL. Semoga !!