Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Batam > Artikel
Tenggelamkan Kapalnya, Lelang Ikannya ! (Mengakhiri Polemik Penyelesaian Barang Bukti Hasil Illegal Fishing)
Dedy Christanto
Senin, 07 Agustus 2017   |   2899 kali

Tenggelamkan Kapalnya, Lelang Ikannya !

(Mengakhiri Polemik Penyelesaian Barang Bukti Hasil Illegal Fishing)

Oleh : Dedy Christanto

 

Beberapa hari yang lalu Menteri Susi “murka” dengan adanya rencana lelang kapal ikan asing oleh Kejari Batam, walaupun lelang tersebut akhirnya dibatalkan dan tidak jadi dilaksanakan.  Lelang dibatalkan karena ada “intervensi” Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan penenggelaman kapal (Kompas, 25 Juli 2017, Batal, Lelang di Batam Tidak Melibatkan KKP).

Seperti kita ketahui bahwa KKP memberlakukan kebijakan penenggelaman kapal asing illegal yang telah mencuri ikan di perairan Indonesia untuk memberikan efek jera para pelaku illegal fishing dan demi menjaga kedaulatan Negara. Ibu Susi berdalih bahwa apabila kapal illegal itu dilelang dipastikan akan kembali ke pemiliknya dan digunakan untuk menangkap ikan lagi di Indonesia apalagi harga kapal yang dilelang murah sekali jauh dari harga pasar. Ini jelas sangat merugikan Indonesia. Ibu Susi bahkan mengklaim kebijakan penenggelaman selama ini telah tepat dan belum akan berubah (kekeuh) apalagi mendapat dukungan dari Presiden Jokowi.

Tercatat berdasarkan data KKP dari Oktober 2014 s/d April 2017 sudah 317 kapal yang ditenggelamkan dan tidak akan ada lagi kapal ilegal yang dilelang (kecuali kasus ini yang akhirnya dibatalkan oleh Kejari Batam). Sampai dengan Juni 2017 tercatat ada 294 kapal asing yang ditangkap. Kebijakan ini telah berdampak positif bagi ekonomi Indonesia khususnya sektor perikanan, diantaranya stock ikan Indonesia naik signifikan menjadi 12,5 juta ton, impor ikan turun drastis 80%, sumbangan PDB dari sektor perikanan naik menjadi 2,56% dari 2,14% pada tahun 2012, nilai komoditas ikan naik rata-rata 8,71% per tahun sementara Thailand mengalami penurunan rata-rata 5,67% tiap tahun dan neraca perdagangan Indonesia baru pertama kali di atas Thailand sejak 2009.

Dari dampak positif di atas, tidak berlebihan kiranya kebijakan penenggelaman perlu diapresiasi dan didukung oleh aparat penegak hukum termasuk Kejaksaan. Kejaksaan tidak bisa serta merta mengajukan permohonan lelang ke KPKNL dengan berpedoman pada putusan pengadilan dirampas untuk Negara. Kejaksaan dapat memilih opsi lain selain dilelang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 03/PMK.06/2011 tentang Penyelesaian Barang Rampasan dan Gratifikasi. Kejaksaan dapat menempuh opsi lain selain lelang diantaranya hibah, musnah, dan pemanfaatan lainnya dengan syarat persetujuan Menteri Keuangan. Opsi yang sesuai dengan kebijakan penenggelaman tentunya adalah opsi pemusnahan.

Dalam kasus ini, Kejari Batam tidak dapat juga disalahkan memilih opsi dilelang karena tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan apalagi didukung adanya surat Jaksa Agung nomor : B.053/A/SKJA/03/2017 tanggal 31 Maret 2017 angka 3, yang menginstruksikan kepada JPU agar mengajukan tuntutan dirampas untuk Negara terhadap barang bukti kapal dan alat perlengkapan lainnya apabila belum dimusnahkan pada tingkat penyidikan. Setelah pengadilan memutuskan dirampas untuk Negara dan telah berkekuatan hukum tetap, maka Jaksa memilih opsi melaksanakan eksekusi lelang atas barang bukti itu dengan mengajukan permohonan lelang ke KPKNL.

KPKNL sebagai instansi yang mempunyai tusi melaksanakan pelayanan lelang menetapkan jadwal lelang karena dokumen persyaratan lelang telah lengkap dan memenuhi legalitas formal subyek dan obyek lelang. KPKNL tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi Legalitas Formal Subjek dan Objek Lelang (vide Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan 27/PMK.06/2016). Dengan demikian, KPKNL tidak bias juga disalahkan.

Hanya saja ini menimbulkan polemik di masyarakat karena antara satu institusi pemerintah dan lainnya tidak sinkron dalam mengambil kebijakan penyelesaian barang rampasan illegal fishing. Walaupun pada akhirnya, lelang dibatalkan oleh Jaksa, namun tentu memberikan kekecewaan pada peserta lelang yang telah membuang waktu dan uang untuk mengikuti proses lelang itu.

Agar hal ini tidak terjadi lagi dan menjadi polemik masa yang akan datang, maka harus ada kepastian kebijakan yang diambil oleh Pemerintah atas penyelesaian barang rampasan illegal fishing. Menurut hemat penulis, opsi penenggelaman kapal yang harus diambil karena telah memberikan dampak positif bagi sektor perikanan dan kelautan Indonesia sebagaimana diuraikan di atas. Ada 3 (tiga) opsi untuk mendukung kebijakan penenggelaman kapal. Pertama, pada tingkat penyidikan, KKP selaku penyidik dapat melakukan pemusnahan/penenggelaman pada tingkat penyidikan sebagaimana yang telah dijalankan selama ini sesuai ketentuan Pasal 69 ayat (4) UU Perikanan. Kedua, pada proses penuntutan oleh JPU dengan melakukan tuntutan dimusnakan pada surat dakwaan. Ketiga, melalui opsi pengelolaan barang milik negara eks barang rampasan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 03/PMK.06/2011 yaitu dengan mengajukan pemusnahan kepada Menteri Keuangan.

 

 

Lelang Ikan Hasil Ilegal Fishing

Tenggelamkan kapalnya !! Itu opsi yang diambil pemerintah dan harus dilaksanakan termasuk DJKN harus selektif menerima permohonan lelang barang rampasan eks tindak pidana perikanan berupa kapal asing. Dengan kata lain, sebelum menetapkan jadwal pelaksanaan lelang perlu dibuat persyaratan tambahan misalnya surat persetujuan lelang dari KKP. Walaupun hal tersebut belum diatur dalam peraturan lelang.  Hal ini agar dapat dijadikan pedoman atau acuan oleh KPKNL selaku penyelenggara lelang sehingga tidak ada perlakuan berbeda dalam memberikan pelayanan lelang kapal asing tindak pidana perikanan (illegal fishing).

Uraian di atas adalah tentang kebijakan penenggelaman kapal  lalu bagaimana dengan ikannya hasil tangkapan? Faktanya tidak semua ikan hasil illegal fishing dilelang. Ini yang harus menjadi perhatian serius bagi KKP selaku Penyidik. Ikan hasil tangkapan harus dilelang secara cepat untuk menambah penerimaan Negara. Demi percepatan lelang ikan hasil illegal fishing, DJKN telah terlebih dulu menerbitkan SE No.1/KN/2015 tentang Percepatan Pelayanan Lelang Ikan Hasil tindak Pidana Perikanan dan diikuti  KKP mengeluakan Surat Edaran No.99/2015. KKP dan penyidik lain belum sepenuhnya melaksanakan edaran ini untuk melelang ikan hasil tangkapan. Hal ini terlihat dari jumlah kapal yang ditenggelamkan dari tahun 2014 s/d 2017 sebanyak 317 kapal, tidak sebanyak frekuensi lelang yang dilaksanakan oleh KPKNL. Bahkan dalam kasus an sich, ikan hasil tangkapan tidak dilakukan lelang tingkat penyidikan sehingga diputus oleh pengadilan untuk dimusnahkan. Semua aparat harus serius untuk mempercepat eksekusi lelang ini karena nilai ekonomis ikan akan turun  apabila tidak segera dilakukan pelelangan. Tercatat ahanya da beberapa kali lelang ikan hasil illegal fishing oleh KPKNL, itupun nilainya tidak signifikan. Pernah sekali  lelang ikan pada 19 Juli 2016 permohonan PSDKP Belawan yang terjual sampai 21 Milyar  oleh KPKNL Banda Aceh . Untuk itu perlu digalakan lelang ikan hasil tangkapan ini sehingga akan menambah stok ikan di Indonesia dan juga pemasukan ke negara. Dengan kata lain kapal boleh ditenggelamkan, tapi ikannya harus dilelang!.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini