Mencari tambahan modal melalui
pinjaman adalah salah satu hal biasa yang dilakukan oleh pengusaha untuk
memperluas usahanya, dalam mencari pinjaman tersebut biasanya kita akan mencari
pinjaman ke sanak saudara, teman atau lembaga keuangan. Bank merupakan salah
satu lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjam meminjam untuk
mengatasi keterbatasan modal tersebut, masyarakat biasanya meminjam uang dengan
cara memberikan jaminan kepada Bank. Jaminan merupakan keyakinan bank atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajiban hutangnya sesuai
perjanjian.
Apabila sampai tanggal jatuh
tempo pinjaman tidak dilunasi atau diperpanjang dan debitur dinyatakan
wanprestasi, maka salah satu cara menyelesaikan permasalahan tersebut adalah
dengan cara melelang barang jaminan tersebut. Penyelesaian dengan cara Lelang ini
telah sesuai dengan amanah Undang-Undag Hak Tanggungan Pasal 6 yang menyatakan
bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan
tersebut. Pelaksanaan lelang dapat dilaksanakan secara terbuka, untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat
atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman
Lelang.
Meskipun lelang yang akan
dilaksanakan telah sesuai dengan prosedur sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Perdirjen KN) Nomor 02/KN/2017
Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, namun pelelang masih
saja merasa khawatir terhadap kemungkinan munculnya gugatan setelah lelang
dilaksanakan. Sekarang yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah ketika semua
persyaratan formil subjek dan objek lelang sudah lengkap dan sesuai, apakah pelelang
perlu merasa khawatir untuk melaksanakan lelang ketika ada gugatan perdata di
Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama.
Gugatan dapat diajukan sebelum
pelaksanaan lelang dan setelah pelaksanaan lelang. Gugatan yang diajukan sebelum
pelaksanaan lelang dimaksudkan oleh penggugat agar dapat menunda pelaksanaan
lelang, dan gugatan yang diajukan setelah pelaksanaan biasanya untuk
membatalkan lelang yang telah dilaksanakan. Gugatan secara umum muncul
ketika terjadi ketidakpuasan seseorang terhadap tindakan yang dilakukan oleh
orang lain. Sebagai negara hukum, setiap warga negara yang merasa hak-haknya
terlanggar, berhak untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan sebagai saluran
haknya yang terlanggar.
Berdasarkan Perdirjen KN No. 02
Tahun 2017 pasal 13 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, menegaskan bahwa
dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang
terhadap objek hak tanggungan dari pihak lain selain Debitur/tereksekusi, suami
atau istri debitur/tereksekusi yang terkait kepemilikan, lelang eksekusi pasal 6
UUHT tidak dapat dilaksanakan. Pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami
atau istri debitur/tereksekusi yang terkait kepemilikan adalah : (a). Ahli
waris yang sah, yang dalil gugatannya adalah proses pemasangan hak tanggungan
dilakukan setelah pewaris selaku pemilik jaminan meninggal dunia disertai
bukti-bukti yang sah; atau (b) Pihak lain yang memiliki dokumen kepemilikan
yang sah selain dokumen kepemilikan yang diikatkan hak tanggungan.
Sedangkan dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 Pasal 27 tentang Petunjuk Pelaksanaan
lelang, ternyata lebih ditegaskan lagi bahwa dalam hal sebelum pelaksanaan
lelang terhadap Objek Hak Tanggungan terdapat gugatan dari pihak selain
debitor/ pemilik jaminan dan/atau suami atau istri debitor/ pemilik jaminan
yang terkait kepemilikan objek yang akan dilelang, lelang Eksekusi Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) tidak dapat dilaksanakan. Pihak lain selain debitor/pemilik jaminan
dan/ atau suami atau istri debitor/pemilik jaminan yang terkait kepemilikan
terdiri dari : (a) ahli waris yang sah, yang dalil gugatannya mengenai proses
pemasangan hak tanggungan dilakukan setelah pewaris selaku pemilik jaminan
meninggal dunia disertai bukti-bukti yang sah; (b) pihak lain yang memiliki
dokumen kepemilikan selain dokumen kepemilikan yang diikat hak tanggungan; atau;
(c) pihak yang melakukan perjanjian/perikatan jual beli notariil sebelum
pembebanan hak tanggungan
Berdasarkan uraian di atas dapat
kami jelaskan bahwa tidak semua gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri/
Pengadilan Agama sebelum pelaksanaan lelang dapat secara langsung membatalkan
pelaksanaan lelang. Pembatalan pelaksanaan lelang
Eksekusi Pasal 6 UUHT oleh Pelelang dikarenakan gugatan, hanya dapat dilaksanakan jika terdapat
gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap objek hak tanggungan dari pihak
lain selain debitur/tereksekusi, suami atau istri debitur/tereksekusi yang
terkait kepemilikan.
Selama yang menggugat masih debitur/tereksekusi, suami
atau istri debitur/tereksekusi maka lelang masih aman untuk dilaksanakan dan pelelang
tidak perlu khawatir untuk melaksanakan Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT. Namun
harus tetap dipastikan bahwa objek lelang tersebut persyaratan formil subjek dan objek lelang sudah
lengkap dan sesuai. Semoga artikel ini dapat meyakinkan
pelelang dalam melaksanakan Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT. (Deni Atif Hidayat)
Sumber
:
- Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara
(Perdirjen KN) Nomor 02/KN/2017 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang,
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang